Eh, apa katanya tadi?

 “Kamu mau ngaterin ke rumah sakit? Eh, maaf umh bukanya menolak, saya sebenarnya juga niat habis ini mau ke ke klinik buat periksa Stefi. Saya gak mau ngerepotin,” jadi salah tingkah dan merasa tak enak lagi.

“Tidak merepotkan. Ayo,” Shani yakin nadanya tak memaksa, hanya ajakan.

Gracia tak manahan rasa curiga yang muncul.

“Tapi, kerjaan kamu-” masih mencoba menolak.

“Gak papa kok, serius,” kali ini melunakkan nada, dibantu senyum menenangkannya lagi.

Memberanikan diri melangkah mendekat, sebelah tangan Shani terulur mengelus lembut puncak kepala gadis kecil yang sudah merebahkan kepalanya di pundak sang ibu. Rautnya terlihat semakin lusuh.

“Shani anter periksa ke rumah sakit, ya?” netra Shani memandang lembut Stefi yang merem melek ke arahnya.

“Uunnhh,” Stefi melenguh pelan sambil bersembunyi di ceruk hangat ibunya.

Gracia melirik pada putrinya, kemudian pandangannya beralih lagi pada Shani

“Baiklah”

-----

Kini Stefi tertidur pulas di pangkuan Gracia. Kedua ibu anak itu berada di mobil Shani yang mengajukan diri-memaksa- untuk mengantarkan pulang.

“Maaf Gracia,” Shani mencoba mengurai keheningan.

Sejak dari berangkat ke rumah sakit, menunggui pemeriksaan Stefi yang untungnya hanya demam biasa, hingga sekarang dalam perjalanan menuju rumah kedua perempuan yang baru ia temui hari ini, Shani baru berani mengeluarkan suara untuk mengobrol dengan Gracia.

Gracia yang tengah memandang ke luar jendela mobil, mengalihkan pandangannya pada perempuan di sebelahnya.

“Ya? Maaf kenapa?” tanya Gracia, menaruh perhatian pada Shani.

“Kalau boleh tau, kamu ada urusan apa ke kantor? Maaf lagi, saya hanya penasaran saja. Baru kali ini melihat kamu di kawasan kantor,” akhirnya mengungkapkan apa yang sedari tadi mengusik hatinya.

Gracia menolehkan pandangannya ke depan, sebelah tangannya mengusap-usap puncak kepala sang putri.

“Saya kerja di toko roti yang menerima layanan pesan antar. Kebetulan salah seorang karyawan di sana pelanggan setia toko. Kadang bisa tiga kali seminggu saya bolak balik ke kantor untuk mengantar pesanannya,” tak ada keraguan, Gracia langsung saja memulai ceritanya.

Sebenarnya masih memikirkan bagaimana ia dan sang putri bisa berakhir dengan perempuan asing ini. Benar ia adalah orang yang baik, ajaibnya juga Gracia malah merasa nyaman dengannya. Padahal baru bertemu dan menghabiskan waktu baru sebentar saja.

Namanya Shani Indira Natio.

Cukup berbeda-ah sangat berbeda dengan beberapa orang yang dekat dengannya kini. Dengan Shani, seperti ada satu perasaan familiar yang membuatnya merasa nyaman dalam waktu singkat. Bahkan perasaan curiga yang sempat muncul tadi pun, kini sudah lenyap entah kemana. Berganti dengan perasaan yang entah kenapa ia merasa sudah kenal dengan Shani sejak lama.

Perasaan yang aneh. Namun ia membiarkan saja perasaan itu meraba dan menyapa hati.

“Hari ini kebetulan saya gak bisa nitipin Stefi ke siapapun, jadi terpaksa harus ikut, dan lagi dia juga sakit gini. Tadinya saya nitip sebentar ke Angel, gadis yang di resepsionis, tapi salah saya hampir kelupaan dan jadi lama baliknya. Trus panik gak nemuin dia di tempat Angel,” nadanya melemah, terdengar sedih dan menyesal.

Invisible String (with you)Where stories live. Discover now