Ada yang menggelitik sudut hati Shani saat gadis kecil itu tak lagi bersikap takut padanya. Juga melunakkan ekspresi, membalas dengan senyum ramah.

“Nama Ntep, Stefi. Umm hallo Shani.”

---

“Yaahh ahahaha kocag banget sih, Nin! Terus gimana nasib mereka?” tanya Gracia di sela tawanya mendengarkan ocehan Anin.

“Ya gitu deh, Gre Pada kicep semua 'kan tuh ya. Trus pas si Bos dah cabut, baru semuanya pada hela napas barengan. Nyeremin tapi kocak juga sih,” ujar Anin melepas kekehan ringannya. Raut perempuan itu tampak senang sekali bisa berbincang dengan Gracia.

Ada yang menarik hatinya saat pertama kali melihat sosok itu. Seorang perempuan muda yang mengetok pintu kemudian masuk dari celah pintu ruangannya Mengenalkan diri sambil tersenyum ramah. Gracia mengaku sebagai pengantar kue dari toko langganannya. Seperti terhipnotis, Anin langsung mempercayainya.

 Entah terbesit pikiran dari mana, saat si pengantar kue itu pamit, ia seketika menelpon si pemilik toko. Secara khusus ia minta agar menjadikan Gracia saja yang mengantarkan pesanan kuenya untuk seterusnya.

Ada pancaran kekaguman di manik hitam Anin. Dia selalu suka dan senang saat Gracia datang membawakan pesanan kuenya. Bisa berbincang begini saja, sudah membuat hatinya berbunga. Aahh perasaan apa ini...

Gracia sudah reda dari tawanya, sesaat kemudian terkejut sendiri saat pandangannya menoleh pada jam dinding.

“Astaga!” seketika langsung berdiri dari sofa.

“Eh Gre, kenapa?” Anin juga ikutan kaget.

Raut panik Gracia membuat Anin mengerutkan kening penasaran.

“Stefi! Astaga, aku lupa! Anin maaf, aku harus pamit sekarang,” Gracia beranjak, pamit dan tergesa-gesa berjalan menuju pintu. Tapi belum sempat ia menjangkau pegangan pintu, sebelah tangannya di tahan Anin.

“Kamu kenapa? Stefi siapa?” rasa penasaran Anin membuatnya lupa diri. Tanpa sadar menggenggam erat tangan Gracia. Menahannya.

Gracia mengernyitkan kening saat merasakan genggaman Anin. Tak ia balas.

“Stefi, anak aku,” jawab Gracia pelan. Sekuatnya menahan diri dari serangan tiba-tiba perasaan yang tak diingingkan. Harus tenang, harus tenang..

Anin diam memandangi raut Gracia. Kemudian menghela napas pelan. Merengangkan genggamannya, lalu merengkuh tangan itu dengan kedua tangannya. Mengusapnya pelan

“Maaf. Uhm, aku boleh ketemu sama dia? Sekalian mau minta maaf juga udah nahan Ibunya cukup lama,” ujar Anin pelan dan berhati-hati. Rautnya sedikit memohon dengan senyum menenangkan.

Meski jantungnya masih berdetak tak karuan, Gracia berhasil tetap bersikap tenang dan mengangguk pelan. Mengiyakan pinta Anin.

Tersenyum senang, Anin melepaskan tangan Gracia, kemudian membukakan pintu untuk perempuan itu.

“Yuk!”

----

Kepanikan Gracia menjadi saat Angel dengan penyesalannya mengatakan bahwa Stefi pergi entah kemana.

“Kak Gre maafin akuu. Aku tadi cuma keluar bentar, sumpah! Pas balik dia udah gak ada. Aku juga udah cari-cari kemana aja, tapi gak ketemu,” Angel kini menahan tangis. Takut juga dia kalau terjadi apa-apa sama gadis kecil itu.

Gracia mengitari pandangannya dengan kalut. Kemana Stefi? Kemana gadis kecilnya?

“Gre, Gracia,” Anin kembali merengkuh lembut sebelah tangan Gracia. Meminta perhatian perempuan itu.

Invisible String (with you)Where stories live. Discover now