Bagian 1

129 19 9
                                    

Asma 17 tahun

"Ayah, Bunda! Kalian harus lihat ini!"

Sepasang suami istri itu saling bertatapan lalu meraih amplop yang ada di genggaman anak gadisnya. Mereka membuka amplop itu. Seketika istrinya menangis tersedu-sedu saat melihat isi dari surat yang dibawa anak gadisnya.

"Asma lolos beasiswa untuk kuliah di Turki Yah,bun."

"Ayah bangga padamu Asma."

Asma menangis haru. Tak sia-sia perjuangannya selama ini. Siang malam belajar demi menggapai ridha Allah. Lalu kemudian Allah ganti lelah nya dengan berkarung-karung nikmat yang tiada tara.

Kuliah di universitas ternama di luar negeri dengan jaminan beasiswa sampai lulus menjadi sarjana. Sungguh salah satu nikmat Allah yang patut disyukuri. Point plusnya yaitu, biaya hidupnya selama di Turki pun ditanggung oleh pemerintah.

Lagi-lagi Allah mengabulkan do'a Asma. Ia malu pada Allah doa-doanya yang banyak tak sebanding dengan ibadah yang bahkan jauh dari kata khusyuk. Asma menumpahkan tangisnya di pelukan ayah dan bundanya.

Asma 22 tahun

Asma menggelar sajadahnya. Rutinitasnya setiap malam, bercengkrama memulai pembicaraan intim dengan Tuhannya. Gerakan demi gerakan ia nikmati. Saat-saat yang paling Asma sukai yaitu ketika ia menengadahkan tangannya. Memuji, meminta, dan memohon di sepertiga malam kepada Tuhannya.

Bunda selalu berkata "Tahajudlah, ingatlah Allah di saat hatimu sedang gundah atau di saat hatimu sedang berbahagia. Jangan lupakan Allah barang sedetik.". Begitu kiranya bunda berkata padanya saat Asma malas bangun di malam hari.

Air mata Asma meleleh. Ia rindu bundanya, sudah hampir 3 tahun ini ia belum bisa pulang ke Indonesia untuk bertemu dengan keluarganya. Bundanya yang tak pernah lelah membangunkan Asma untuk shalat tahajud. Bundanya yang rela tidak tidur setelah tahajud hanya untuk memasak untuk sarapan.

Ia rindu ayahnya. Pria paruh baya yang menyerahkan segenap hati nya kepada Asma. Pria yang menjadi cinta pertama untuk Asma. Pria yang rela bekerja keras demi Asma, agar Asma bisa tetap bersekolah dan mendapat Beasiswa untuk pergi ke Turki.

Asma menghapus air mata yang masih mengalir di pipinya. Ia membuka mushaf pemberian Ayahnya saat ulang tahun ke 18. Air matanya kembali meleleh, ia tak sanggup menahan rindu. Selama ini Asma membayar rindunya dengan video call. Tak perduli jika harga operator yang mahal, yang terpenting Asma bisa membayar rindunya.

Seusai melantunkan surah Maryam, Asma melipat kembali mukena dan menyimpannya ke tempat semula. Asma melangkahkan kaki menuju jendela lalu menyibakkan gorden berwarna coklat tua itu. Di luar masih sangat gelap. Hanya tampak lampu-lampu jalanan yang menghiasi jantung kota Turki itu. Asma menggeser pintu kaca itu dan berdiri di balkon.

Angin sepoi-sepoi menggerakkan hijabnya. Hawa dingin langsung merayapi kulit putihnya. Beberapa butir salju turun dari langit. Sudah mulai memasuki musim dingin. Itu artinya setelah pulang kampus nanti Asma harus ke Supermarket untuk membeli bahan makanan beberapa bulan kedepan. Karena Asma malas keluar saat musim dingin tiba, ia hanya akan keluar saat ada tugas kampus yang sangat mendesak.

Musim dingin di Turki biasanya terjadi mulai bulan Desember, Januari, dan Februari. Sebenarnya suhu di Istanbul masih bisa dibilang hangat. Suhu musim dingin di kota Istanbul yaitu sekitar 5-8 derajat. Tidak seperti di kota Turki bagian timur yang dinginnya bisa mencapai minus 30 derajat.

Waktu pertama kali Asma merasakan musim dingin di Turki Asma sempat sakit karena tak biasa hidup di lingkungan yang benar-benar dingin. Untung di dalam kamar Apartemennya ada penghangat ruangan, jadi udara sedikit hangat di dalam ruangan. Kali pertama Asma melihat turunnya salju dari langit. Ia seperti anak kecil yang baru melihat hujan. Berdiri di balkon kamar dengan baju seadanya tanpa jaket, lalu menengadahkan wajahnya membiarkan salju berjatuhan di pipi. Karena kekonyolan nya saat itu, Asma harus mengalami flu berat. Akibat cuaca dingin Turki yang tak sama yang Indonesia.

Sejauh mata Asma memandang, pandangan nya jatuh kepada Icon kota Istanbul. Blue mosque atau masjid biru atau masjid Sultan Ahmed. Di seberangnya tampak Hagia Sophia, Icon kota Istanbul yang terkenal lainnya. Asma ingat betapa ia terkagum-kagum saat pertama kali memasuki Blue Mosque untuk melakukan Shalat Ashar. Keindahan interior masjid ini begitu kental dengan keramik berwarna biru. Tak kurang 20.000 keping keramik hasil kerajinan keramik terbaik daerah Iznik Turki menghiasi masjid ini.

Asma selalu kagum dengan kota ini. Tapi kekagumannya tidak melebihi kekagumannya pada Indonesia. Ia rindu dengan suasana di kampungnya. Suara gemericik air berasal dari sungai yang dekat dengan lokasi rumahnya. Ia takkan lupa dengan segarnya air yang sering diambilnya dari pancuran dekat sungai. Rumah Asma memang tak sebesar Apartemennya sekarang, tapi di rumah itu ia merasakan kehangatan yang benar-benar jarang didapatkan di Turki.

Asma sering menghabiskan waktunya di saung yang terletak di tengah-tengah hamparan sawah. Menatap para pendaki yang hilir mudik. Ada yang baru saja mendaki ada pula yang hendak turun dari gunung. Cikuray memang menjadi tujuan para pendaki. Baik dari luar Jawa Barat maupun dari Jawa Barat sendiri. Gunung ini sering dijuluki negeri di atas awan atau lautan awan karena Gunung Cikuray termasuk gunung tertinggi keempat di Jawa Barat setelah Gunung Gede, Pangrango, dan Ciremai.

Jika mengingat itu semua, air matanya kembali meleleh. Ia rindu, sangat rindu. Namun tugas kuliah masih menuntutnya untuk tetap menetap di Turki. Maklum Asma mengambil jurusan Teknik Arsitektur. Jurusan yang menurut orang lain hanya menggambar rangkaian bangunan, padahal tugas-tugas yang Asma kerjakan cukup membuat Asma istighfar berkali-kali.

Dering telpon mengalihkan tatapan Asma dari Blue Mosque yang sedari tadi ditatapnya. Tertera nama "Hulya" di layar smartphone nya.

"Ada apa, Hulya?"

"Asma, bolehkah aku tidur di kamarmu? Penghangat di kamarku mati. Dan aku akan membeku jika terus berada di kamar."

"Kemarilah, kebetulan aku baru selesai shalat"

"Kamu selalu baik Asma. Terima kasih."

Tak lama, bel berbunyi. Asma bergegas keluar dari kamarnya untuk membukakan pintu untuk Hulya sahabatnya. Tampak seorang gadis dengan piyama berwarna biru langit menunjukan cengiran khasnya. Terdapat selimut dan bantal di pelukannya. Asma mempersilahkan Hulya untuk masuk.

"Asma, apa di kamar mu juga penghangat ruangan nya sedang mati?"

"Tidak, lihatlah dia berfungsi dengan baik," Asma menunjukan tombol power pada penghangat ruangan yang berwarna merah menyala

"Di sini dingin."

Asma menepuk dahinya. Ia lupa pintu balkon belum ditutup, itulah sebabnya kamarnya sedikit dingin. "Aku lupa pintu balkon kamarku belum ditutup."

"Kau ke luar sepagi ini?"

"Hanya untuk melihat salju pertama turun."

"Jangan terlalu lama di luar, kau akan terkena flu!"

Asma mengangguk lalu menutup pintu balkonnya dan kembali menutup gorden. Seketika suhu di kamar kembali menghangat.

"Jangan bangunkan aku sebelum jam 10 pagi okay?"

"Bukannya besok Prof Ahmed akan masuk pukul 08.00"

"Kau tertinggal informasi, besok Prof Ahmed tidak jadi masuk. Karena ada urusan mendadak."

Asma manggut-manggut. "Yasudah tidurlah, akan ku bangunkan kau pukul 12 siang."

Hulya mengacungkan jempolnya lalu meringkukan tubuhnya ke dalam selimut tebal bermotif bunga itu. Hulya adalah orang Turki asli. Tepatnya dari Izmir.

Lain hal nya dengan Asma, Hulya sudah dua kali pulang ke Izmir untuk melepas rindu bersama sanak saudaranya. Karena Hulya salah satu mahasiswa yang masa bodoh dengan tugas kuliah yang menumpuk. Asma pun heran, mengapa gadis pemalas seperti Hulya bisa mendapat beasiswa. Hulya sendiri yang berkata bahwa dulu ia hanya iseng mencoba dan ternyata ia lolos seleksi.

Harus Asma akui bahwa kepintaran Hulya yang membawanya menuju beasiswa itu. Hulya adalah gadis yang pintar, meskipun setelah pulang dari Izmir ia sering keteteran karena tugas yang belum selesai. Hulya mendapat peringkat umum ke 2 setelahnya. Asma masih menduduki peringkat umum 1 sejauh ini.

Asma kembali membuka mushaf nya, membaca surah Ar-Rahman sambil menunggu Adzan subuh berkumandang. Mempelajari arti surah terindah di dalam Al Quran itu. 

***

Di Bawah Langit IstanbulWhere stories live. Discover now