IV

47 8 1
                                    

Mungkin memang ada orang yang ingin memberi kebahagiaan meskipun dengan melakukan hal yang tidak disukai si penerima.”
—A Sticker For You; Bab 4


FOTO ketiga, halaman ketiga. Ada sedikit bagian plafon sebuah ruang kamar yang menjadi latar belakang. Sudah lama sejak kali terakhir Clara melihat ruang itu. Sudah tujuh tahun berlalu. Objek utama dalam foto adalah wajah seorang gadis yang bermata sipit, dia menggunakan pose memangku dagu dengan tangan kanannya.

Swafoto pertama yang tersimpan dalam album yang sampai saat ini masih dipegang Clara.

Dan tulisan yang ada di bawah swafoto itu adalah, “Jessica, kamu perlu tahu, kalau kamu orang yang kuat. Aku akan berusaha selalu ada untuk kamu, ketika kamu udah pegang album ini.”

***

Happy birthday, Cintaku Clara!”

Pagi hari, udara masih belum sehangat biasanya, dan Clara sedang tidur di atas meja  dengan berbantalkan kedua tangan. Dia otomatis mengangkat kepala ketika mendengar ucapan selamat ulang tahun dari seorang siswi yang baru saja melangkahkan kaki ke dalam kelas. Jessica, gadis mengejutkan Clara karena ucapannya barusan, sekarang berjalan sambil meloncat-loncat kecil. Membuat rambut kecokelatannya yang sengaja dikucir tinggi menari-nari di belakang kepala.

Clara masih membelalakkan mata saat Jessica sudah duduk di sampingnya. Gadis itu berani bersumpah dan yakin seratus persen bahwa dia tidak memberitahu siapa-siapa mengenai tanggal, bulan, bahkan tahun kelahirannya. Lantas, bagaimana bisa Jessica tahu akan hal tersebut?

“Kok … tahu?”

“Tahu, dong.” Jessica menjawab dengan nada santai. “Aku pernah tanya kamu waktu … hm, kapan, ya? Udah lama kayaknya.”

“Dan kamu masih ingat?” tanya Clara lagi. Serius, dia sendiri sudah lupa kapan mereka saling memberitahu ulang tahun masing-masing. Seketika dia merasa buruk karena tidak tahu—lebih tepatnya, tanpa sadar melupakan—hari ulang tahun Jessica. Teman dekat macam apa dia?

“Ulang tahunku satu Januari,” kata Jessica setelah menganggukkan kepala. “Kamu emang nggak tanya waktu itu, entah kamu lupa atau emang nggak kepengin tanya, jadi wajar aja kalau kamu baru tahu sekarang.”

“Astaga, Ya Tuhan.” Clara mengembuskan napas lega. Berarti ketidaktahuannya mengenai ulang tahun Jessica bukan karena kemampuan mengingatnya yang parah. Untung saja. Akan memalukan jika tanggal dan bulan kelahiran Jessica yang sangat mudah diingat itu terlupakan.

“Clara ultah?”

Suara seorang laki-laki dari belakang membuat si pemilik nama menoleh. Untuk kali kedua, Clara membulatkan mata. Dia tidak tahu kapan Aris ada di sana. Laki-laki yang menjadi teman sebangku Brian itu ternyata mengambil posisi yang sama dengan Clara sebelum Jessica memasuki ruang kelas; tidur dengan meletakkan kepala di atas kedua lipatan tangan di atas meja.

“Kamu … kapan kamu datang?” tanya Clara.

“Kamu tidur mulu, sih, makanya nggak tahu kalau aku udah ada di sini sepuluh menit yang lalu.” Aris tertawa kecil. “Ngomong-ngomong, selamat ulang tahun, Ra.”

Setiap hari, Clara selalu datang pagi. Di beberapa hari malah terlalu pagi. Oleh karena itu, dia terbiasa tidur sebentar di dalam kelas selama lima belas sampai dua puluh menit. Kecuali jika ada pekerjaan rumah yang belum beres, maka gadis itu akan mengerjakan sisanya di sekolah. Sebuah keuntungan dari menginjakkan kaki ke sekolah terlalu awal daripada siswa-siswi yang lain.

“Oh, gitu,” balas Clara yang tidak tahu harus berkata apa lagi karena dia memang tidak memperhatikan kalau Aris menjadi murid kedua yang memasuki kelas. Dia sedikit sebal saat Aris mengatainya ‘tidur mulu’. Namun, mengingat bahwa laki-laki itu baru saja memberinya ucapan selamat atas ulang tahunnya yang ketiga belas, sudut bibir Clara sedikit terangkat sebagai tanggapan. “Iya, Ris, makasih.”

A Sticker for YouWhere stories live. Discover now