02. berlawanan

183 26 6
                                    

Plan menghentikan mobil putihnya di depan bangunan besar tempat Mean tinggal. Ia tersenyum menghadap Mean yang mengambil tasnya di jok belakang.

"Terimakasih untuk hari ini, terimakasih telah mengantarku, dan terimakasih sudah mau menemaniku ke pantai, hari ini rasanya beban ku rontok semua berkat mu" ucap Mean, dengan cengiran khasnya yang selalu mampu memikat mata laki-laki di depannya.

Plan menggeleng brutal,

"Tidak, aku yang harusnya bilang terimakasih"

Mean bingung dengan apa yang dikatakan Plan. Ia memasang wajah yang penuh tanya kepada Phi-nya.

"Untuk?"

"Kau sudah mentraktir ku sushi yang banyaaakkkk sekali, Mean. Aku senang bisa makan sushi sepuas tadi" jujur Plan. Ah, Plan jadi terbayang lagi bagaimana lezatnya sushi yang dibuat di lestoran khas Jepang yang mereka temukan tidak jauh dari pantai. Betapa segar daging ikan salmon, dan gurihnya rumput laut yang membalut sushi semakin membuat perut Plan lagi-lagi keroncongan.

Sedangkan Mean terkekeh gemas, lagi-lagi ia merasa sangat terhibur dengan tingkah bocah yang Plan tunjukkan. Mengingat tadi Plan sangat tertarik untuk berbincang bersama chef yang ada di restoran tersebut dan menanyakan bagaimana chef itu bisa membuat sushi yang enak sekali seperti yang ia makan. Mean masih ingat pertanyaan yang Plan lontarkan tadi kepada juru masak di lestoran itu, "Aku juga pernah kuliah jurusan memasak, aku juga belajar membuat sushi disana, tapi kenapa sushi buatan ku tidak selezat ini? Apakah kau memakai bumbu rahasia?". Sebenarnya Plan bukan tipe seseorang yang suka bicara, namun jika ia sudah mengajukan pertanyaan yang panjang, maka ia benar-benar sedang merasa antusias dengan sesuatu itu.

"Heii, kenapa kau tertawa? hah?"

Mean kembali terfokus dengan Plan, dan menggeleng pelan.

"Ah, tidak, kau cepatlah pulang malam semakin gelap, dan hati-hati. Kabari aku jika kau sudah sampai di rumah"

Plan mengangguk, dan melambaikan tangannya yang terlihat dari jendela mobil yang sengaja ia buka.

"Bye bye, Phi"

Plan melajukan kembali mobil sport mahalnya. Dengan senyum yang belum luntur sedari tadi. Plan merasa hari ini ia diberkati kebahagiaan yang melimpah, dengan Mean sebagai perantaranya. Ternyata memang benar, saat kita merasa jatuh cinta semuanya terlihat lebih berwarna. Tapi Plan tidak ingin menutup coretan luka yang dihasilkan dari jatuh cinta itu juga. Jatuh cinta bisa membuat hal yang menyenangkan jadi semakin menyenangkan, tapi juga bisa membuat hati yang kosong semakin dirundung luka.

Hey, Plan. Kau tidak boleh merenung ketika berkendara! batin Plan, memperingati dirinya sendiri. Ya, inilah alasan kenapa Plan selalu menyetel musik rap di mobilnya. Karena Plan tipikal orang yang sering sekali goyah dengan pikiran-pikirannya sendiri. Dengan musik rap ia akan terus bernyanyi dan tidak masuk ke dalam pikiran serta perasaannya yang memecahkan fokus ketika berkendara. Sayangnya tadi ketika Mean turun, radio mobil sengaja Plan matikan, dan setelahnya ia lupa menyalakan lagu kebangsaannya itu, jadilah ia kehilangan fokusnya.

Plan kembali memutar lagu dengan ritme cepat dan brutal itu. Menikmatinya dengan mengikuti lantunan lirik yang sudah di luar kepalanya. Condo Mean dengan rumahnya tidak terlalu jauh, mungkin hanya butuh sekitar 20 menit untuk sampai dengan selamat. Benar saja, tidak lama setelah itu, Plan sampai di depan pagar rumahnya. Melewati gerbang dan menempatkan si putih cantik kesayangannya di garasi.

"Terimakasih untuk hari ini, putih ku yang manis" ucap Plan, mengelus bagian depan mobilnya sambil tersenyum ceria. Seolah mobil itu bisa membalas perkataannya.

eternal tightnessWhere stories live. Discover now