Bab 19 - Wanita Nomor 1

2.6K 357 64
                                    

Wanita Nomor 1

Adel menahan segala macam omelannya ketika melihat kekhawatiran Awan sepanjang perjalanan entah ke mana mereka pergi. Hingga mereka tiba di rumah sakit, Adel tak tahan untuk bertanya,

"Siapa yang sakit?"

Awan menggeleng. "Aku belum tahu. Tapi, adik sama keponakanku di sini," jawabnya.

Jadi itu, sumber keberanian Awan melawan Adel.

Awan menghampiri seorang satpam dan menanyakan arah ruang rawat yang dicarinya. Pria itu bergegas pergi ke arah yang ditunjukkan satpam. Dia sampai meninggalkan Adel. Untungnya, di tengah koridor, pria itu sepertinya teringat dan berhenti, lalu berbalik kembali ke arah Adel.

"Sori, aku lupa sama kamu. Terlalu panik," katanya.

Lalu, mengejutkan Adel, pria itu menggandeng tangan Adel dan menariknya pergi. Adel masih diam saja di koridor pertama. Ketika mereka berbelok ke koridor kedua, Adel sudah akan protes, tapi Awan tiba-tiba berbelok masuk ke sebuah ruangan. Ruang Mawar.

Mereka masuk ke dalam ruangan yang berisi beberapa ranjang pasien. Tiga ranjang terisi pasien anak kecil di ruangan itu. Salah satunya, ranjang yang langsung dihampiri Awan setelah melepas tangan Adel.

"Bulan, Safa kenapa?" tanya Awan cemas.

Seorang wanita dengan kecantikan yang lembut tampak terkejut menatap Awan. "Kakak ngapain di sini? Kok bisa tahu aku di sini?"

"Amri telepon Kakak tadi, dia khawatir banget," beritahu Awan.

"Padahal udah aku bilangin buat nggak ngabarin Kakak. Kakak pasti khawatir." Wanita itu menatap Awan dari atas ke bawah dengan cemas. "Kakak udah makan?"

Awan mengangguk.

"Makan apa? Mie instan lagi?" Wanita ini sepertinya tahu sekali tentang kehidupan Awan. Bahkan kemudian, wanita itu mengambil dompet dan mengeluarkan beberapa lembar uang lima puluh ribuan, menyodorkannya pada Awan.

"Kakak makan dulu, deh. Beli nasi, daging, makanan yang sehat dan enak." Wanita itu mendorong Awan pergi, hingga dia melihat Adel dan berhenti. Dia menatap Awan dan Adel bergantian. "Kak, jangan bilang, cewek ini ..."

"Um ... biar aku kenalin kalian dulu. Adel, ini Bulan, adikku. Bulan, ini Adel, calon istriku ..."

"APA?!" Bulan sampai berteriak, membuat ibu-ibu di ruangan itu langsung menegurnya. Bulan menatap ibu-ibu lain dan meminta maaf. Dia menoleh ke ranjang tempat anaknya berbaring untuk mengecek jika anaknya aman sebelum menarik Awan ke pojok ruangan.

Adel tadinya tidak mau ikut, tapi ia penasaran juga melihat Awan diomeli oleh wanita selain dirinya. Adel diam-diam bergeser mendekat dan ikut mendengarkan.

"Kamu bilang apa? Calon istri? Kamu udah gila, Kak? Kamu manfaatin dia sampai segitunya?" Bulan melotot pada Awan.

"Yang ini beneran bukan gitu," balas Awan dalam desisan.

"Bukan gitu apanya? Kamu pikir aku nggak tahu kalau kamu manfaatin cewek-cewekmu buat biaya hidup?" Bulan tampak frustrasi. "Kak, daripada kayak gitu, Kakak mending pulang dan ..."

"Aku nggak bisa pulang, kamu tahu itu," Awan memotong tajam. Awan lalu menatap Adel sekilas dan menarik Bulan ke depan Adel. "Aku cinta sama Adel dan minggu depan kami menikah."

Bulan mendengus tak percaya. Wanita itu lantas meraih tangan Adel. "Kak, maafin Kak Awan, ya? Sebenarnya, Kak Awan itu cuma manfaatin kamu. Dia ..."

"Kami saling mencintai," Adel menyela Bulan. "Aku tahu tentang apa yang dia lakuin sebelum ketemu aku, tapi kamu nggak perlu khawatir. Kali ini, dia benar-benar jatuh cinta, kok. Lagian ..." Adel mengusap perutnya, "dia harus bertanggung jawab."

Marriage For Sale (End)Where stories live. Discover now