p r o l o g

1.4K 133 30
                                    

Mereka harus tahu. Tidak ada manusia yang jujur. Mereka keluar dari rumah menggunakan topeng untuk menutupi jati diri mereka. Mereka takut dunia melihat mereka, mereka takut mendengar apa yang pria di seberang jalan itu pikirkan tentang mereka. Menjadi dirimu sendiri adalah keputusan terbaik yang pernah kamu buat, kata mereka. Namun mereka lupa bahwa menjadi diri sendiri juga bisa menjadi keputusan terburuk yang pernah ada. Sungguh melelahkan hidup dalam dunia penuh kepalsuan, namun untuk melindungi diri, kurasa itu adalah cara terbaik.

Ini bukan pertama kalinya aku menatap diriku di kaca dan menangis. Jujur saja, aku tidak tahu arti dari air mata yang terus-menerus tumpah sekarang. Apa aku marah dan sedih karena harus mengenakan topeng ini? Apa aku senang mengupas jati diri yang sudah lama ingin menunjukkan kulitnya kepada dunia? Namun aku harus serius. Rangkaian kesialan masih mengekor di belakangku. Seperti sosok yang berdiri di belakangku sekarang dengan seringai puas yang terpancar dari wajahnya.

Tanpa perlu buka suara, aku sudah tahu apa yang ingin dikatakannya.

"Aku tahu siapa dirimu sebenarnya. Tidak perlu lagi bersembunyi dibalik topeng itu. Pada waktunya, benda itu akan jatuh juga."

Aku membalikkan tubuhku untuk melihat sosoknya dengan jelas, seorang cowok seusiaku yang kukenal. Aku sangat mengenalnya karena kami membuat kesepakatan. Aku berkata pada diriku waktu itu, haruskah aku mengikuti rencananya? Apakah layak mempertahankan persona ini di hadapan orang yang berencana untuk membongkar identitas asliku pada dunia? Apakah dengan begini, papa akan berubah pikiran?

"Kamu seharusnya nggak di sini."

"Yet, here I am."

Aku menarik napas panjang dan menatap mata serigala itu dengan tenang.

"Sekarang apa, kamu mau bongkar identitasku?" Aku sedikit tercekat ketika mengatakannya. "Sepertinya kamu nggak perlu repot-repot. Dunia bakal tau."

"Aku punya pertanyaan untukmu, Noreen."

Aku tidak menjawabnya.

"Apa kamu senang dengan dirimu yang sekarang?"

Aku tersenyum kecil. Pertanyaan yang selalu ditanyakan oleh semua orang, padahal mereka sendiri tidak tentu bisa menjawabnya dengan lantang. Apakah aku senang dengan jati diri yang kugunakan sekarang? Aku bisa melakukan hal-hal yang tidak bisa dilakukan diriku yang lama, tapi aku tidak bisa melakukan apa yang dulu suka kulakukan. Jalan mana yang kupilih?

"Di dalam diriku, tidak. Di luar, ya."

"Sama."

Aku mengalihkan pandanganku. Sama. Seperti semua jawaban orang. Seperti apa yang mungkin kamu pikirkan saat ini. Sungguh, ini bukan saat yang tepat untuk bertukar isi pikiran, terutama dengan kekacauan yang akan terjadi di luar sana kalau aku tidak segera menemui teman-temanku. Ah, tapi aku lupa. Seluruh dunia mungkin sedang mengutukku saat ini. Orang-orang akan saling memburu untuk menyerahkanku pada pihak berwajib. Sepertinya, berada dengan orang paling menyebalkan di muka Bumi saat ini adalah pilihan yang lebih baik.

Atau tidak juga.

Dari sudut mataku, aku melihat tangan cowok itu mencengkeram sesuatu yang kuketahui sebagai pistol, memaksaku untuk menelan ludah karena takut. Tapi aku tidak boleh menunjukkan perasaan itu, tidak dengan Noreen sebagai tamengku.

"Apa rencanamu?"

Cowok itu melahapku lumat-lumat dengan tatapan dingin dibalik rambut hitam legam yang menjuntai liar di depan wajahnya.

"Kamu melanggar kesepakatan kita. Kamu tau kan apa yang terjadi kalau kamu nggak memenuhi peraturanku?"

Situasi mulai menegangkan pada detik ini, memaksaku untuk menyentuh gagang pisau yang telah kusiapkan di balik jaketku kalau saja cowok ini berniat menghabisiku. Hanya ada kami berdua di dalam ruangan ini. Kalau aku tidak bertindak cepat, aku akan mati dengan topeng ini sebelum aku mengumumkan kepada dunia bahwa aku melakukan ini karena pembelaan diri.

PERSONA (2020)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora