12

17 3 0
                                    

Hari ini baru hari ketiga setelah aku jadian dengan Rey. Ricuh! Hari ini benar benar ricuh. Aku dan Rey diburu teman lama kami bahkan sampai teman baru kami. Mereka meminta hak yang konyol yaitu PJ 'Pajak Jadian'. Sebenarnya aku tidak percaya kata orang orang yang katanya kalo PJ itu akan membuat hubungan yang dijalanin itu langgeng.

Tapi berbeda dengan Rey. Rey sangat mempercayainya. Entah dia terlalu bahagia atau bagaimana, tapi ternyata sejak jauh jauh hari dia telah menyiapkan setumpuk uang untuk disebarkan rata atas dasar PJ. Aku benar benar tak habis fikir dengan Rey. Ia rela memberi Uangnya dengan jumlah yang tak wajar hanya untuk Pajak Jadian kami semata.

"Rey, kamu serius? Itu uang buat PJ?" Aku masih terheran memperhatikan Rey memberikan pundi pundi rupiah itu kepada mereka dengan suka hati.

"Iya dong beneran. Masa bo'ongan." Rey menjawab dengan santai.

"EH REY GUA BELOM!"

"IYA IYA GUA BELOM!"

"PJ! PJ! PJ!"

gerumuh suara manusia bersorak dari ujung lorong yang berlari mendekati aku dan Rey. Dan anehnya aku tidak boleh mengeluarkan uang sepeserpun untuk ikut memberi mereka PJ. Rey melarangku keras. Aku hanya perlu mendampinginya saat ia membagikan PJ itu.

"Pokoknya kamu gak usah ikutan ngasih PJ. Biar aku aja okey." Perintahnya membuat bungkam saku dan mulutku.

Aku tak henti tersenyum melihat tingkah Rey yang terus menerus membagikan uangnya itu. Entah sudah berapa rupiah yang keluar dari sakunya. Sekerumunan teman lama kami akhirnya pergi dengan berbagai ucapan selamat, do'a dan ledekan penuh tawa.

"Congratulation buat kalian. Ga nyangka anjir akhirnya jadian juga. Ini nih yang gua tunggu tunggu dari sd. Semoga langgenggg dah ya.. sering sering jadiannya biar gua dapet PJ terus AHAHA.." Salma terkekeh penuh antusias memberikan ucapan itu.

"Ciee.. udah ga ribut lagi dong ya berarti. Mau sampe nikah apa gimana nih?" Nela ikut ikut memberi ledekan yang lagi lagi membuat pipi ku dan Rey seperti udang rebus.

"Astaga udah mikirin Nikah aja nel.." balasku.

"Emangnya kamu gak mau nikah sama aku Vi?" Tanya Rey dengan lirikan mautnya mengutukku membeku dalam ledekan itu.

"Eee'a lu. Sa ae lu Rey." Kompak Salma dan Nela.

"Aww.." Rey menjerit setelah mendapat cubitan perut kanannya dari jariku.

"Caelah pake cubit cubitan. Udah lah kita tinggal aja yu sal, jadi nyamuk yang baper itu gak enak tau." Sahut Nela sambil melangkah pergi dengan salma meninggalkan kami.

"Cakit tauu, cubitannya." Rey menyenggol tubuhku yang berada disisi kirinya, wajahnya dibuat sesedih mungkin seperti anak kecil meminta permen.

"Eleh." Acuh ku.

"Aduh.. aduh sakit banget..aww aww..ah.. sakit banget." Rey mengeluh dengan ekspresi pura pura kesakitan memegangi perutnya dan merintih rintih disampingku. Tentu saja aku tak tega melihat dia seperti itu. Meskipun aku tau ini cuma sandiwara Rey tapi entah kenapa empatiku masih saja terbodohi.

"Aaa.. yauda yauda maap. Lagian kan kamunya tadi pake ikut ikutan ngeledek aku." Aku mengelus perutnya yang tadi aku cubit, pasti wajahku terlihat khawatir. Dan Rey malah terdiam menatapi diriku dengan wajah binar itu. Dia langsung terhenti dari rintihannya seakan aktingnya dicut seketika.

"Ih tuh kan nyebelin. Malah senyum senyum. Boong mulu, bikin panik aja. Orang perasaan tadi aku nyubitnya gak kenceng juga." Aku melepas elusan tanganku dari perutnya dan mulai merajuk sebal.

"Ahahaha.. lagian kamu tuh, main nyubit nyubit aja. Makannya aku kerjain, soalnya lucu si kalo panik panik gitu." Ucapnya dengan wajah menyebalkan itu.

"Iiiiiiih.. nyebelin nyebelin! Aku cibutin lagi nih." Aku mulai mencubiti perutnya lagi dengan penuh tawa. Rey bukannya kesakitan malah terkekeh geli.

"Aduh aduh.. udah dong udah, ga kuat nih aku." Rey meminta berhenti karna terlalu capek tertawa.

"Hehehe.." kami duduk dilantai memandangi sunyi nya koridor lantai 3. Kelas ku dan Rey freeclass. Rey terus mengecek sisa uang PJ nya disaku.

"PJ buat aku mana?" Aku menyodorkan tangan kananku kedepan wajahnya meminta selembar kertas   bsrnominal itu.

"Lah?" Rey bingung menatapku.

"Mana mana? Masa yang lain dikasih aku enggak" Aku terus memintanya.

"Kamu tuh.. Bego apa gimana si Vi?" Dengan spontannya Rey menanyakan hal aneh itu.

"Dih, masa aku dibilang bego."

"Ya kan PJ yang aku kasih ini atas nama kita. Masa kamu minta PJnya juga. Aneh nih kamu." Rey mulai menjelaskan dengan nada sesabar mungkin menanggapi kegoblokanku.

"Em.. ya gapapa dong, sayang. Kan aku mau!" Aku membujuknya dengan kalimat maut itu.

"Nih nih nih.. biar seneng." Rey benar benar memberikan uang itu diatas tanganku.

"Yeay!! Dapet duit. Jajan yuk Rey! Aku traktir deh." Aku bangkit dari dudukku dan dengan semangat mengajak Rey ke kantin.

"Astaga.. itukan uang dari aku, nraktir nya gimana dah.." Rey pusing melihat tingkahku.

"Aaa yauda ayuuk!" Aku merengek dihadapan Rey yang  masih duduk dilantai memandangiku.

"Untung sabar." Rey berdiri dan menatapku tergeleng geleng.

"Untung sayang." Ucapnya lagi ketika kami sudah mulai melangkahkan kaki.

"Sayang juga." Aku menoleh dan mendekat ke kupingnya yang tinggi membisikan dengan pelan kata itu dan membuat Rey setelah itu berjalan sempoyongan seperti orang mabuk.

"Ya ampun Rey Rey..dasar konyol!" Batinku ikut bahagia penuh tawa.

-merpati coba lihat kami. Apa sudah cocok untung terbang bersamamu diudara?"-

-it's actually you-Where stories live. Discover now