7

38 4 3
                                    

16/08/2017

"Lu."
Dua huruf itu kita ucapkan didetik yang sama. Aku menelan ludah dengan susah payah. Keringat dingin menitik didahiku. Otakku mengacaukan logika, melumpuhkanku hingga ke sumsum tulangku.

"You are my fantasy, my ending from my search of happiness."

"Rey.." air mataku menitik. Udara disekitarku perlahan seakan berubah menjadi karbondioksida, paru-paruku gagal menangkap oksigen dan sekali lagi otakku gagal berfungsi.

Aku tak mampu memberikan respon atas kata katanya. Aku tahu air mata ini akan segera mengalir seperti sungai.

What can i say? Kehadirannnya hari ini melebihi apapun yang bisa kuharapkan dari hari hari aku merindukannya.

Kata hatinya membuatku menjadi wanita paling beruntung di muka bumi, bahkan melebihi Grace Kelly saat bertemu Monako.
Ya, tidak ada yang bisa mengalahkan kebahagiaan saat mengetahui orang yang kita cintai memberikan cinta sama besarnya dengan yang kita beri.

Dunia ada ditanganku, dan aku memilikinya.

Raut wajah Rey seakan manusia mati rasa. Matanya penuh binar menatapku. Kami benar benar ada diatas langit. Misteri itu terbongkar sangat jelas. Kami mencintai satu sama lain. Aku berkali kali mengedipkan mata untuk menggoyah pikiranku bahwa ini bukan mimpi. Ini nyata. Dan terjadi hari ini.

Lupakan tentang butterfly in my stomach, apa yang kurasakan saat ini melebihi apapun yang pernah kurasakan.

Tiba tiba batinku bertanya. "Apa yang akan terjadi setelah ni? Bagaimana dengan kita?"

"Kriiinggg!! Kringgg!! Kringgg!!" Lagi lagi bel melengking itu memecahkan keheningan kita.

"E..emm rey. Kalo gitu gua ke kelas dulu ngambil tas. Udah bel pulang." Aku mulai bicara lari dari keheningan itu.

"O..oh yauda Vi,..hm gua juga deh." Gerak tubuh kami tidak menentu saat ini. Seakan ingin berjalan tapi masih terpaku.

-

Langit. Aku bahagia!
Tuhan. Aku bahagia!
Bumi. Aku bahagia!

Ku rasa aku akan terus memuda bila selalu tersenyum sepanjang waktu seperti ini. Mungkin terlihat seperti wanita gila, gadis stress yang terus menerus tersenyum tanpa kata.
Sampai aku tidak bisa menyembunyikan bahagia ini dari mama bahkan ayah.

Aku tak sabar untuk besok. Apa yang akan kudapat besok? Entahlah. Aku akan tidur cepat hari ini dan mulai bermimpi tentang dia lalu terbangun melanjutkan bahagiaku.

-
Oh mentarii.. kau sambut bahagiaku lagi. Rasanya ingin ku sebar kebahagiaan ini keseluruh dunia.

"Eh vii.." Kiana menggoyahkan tubuhku yang sejak tadi terlamun penuh senyum dikelas.
Akhirnya dia datang juga, ingin ku tumpahkan kebahagiaan ini padanya.

"Aaaa kiaaa!" Aku melebur dalam pelukannya. Mungkin dia masih terheran dengan sikap ku pagi buta ini.

"Eh kenapa vi? Kayaknya seneng banget." Kiana menyambut pelukku hangat dengan terheran heran.

"Lu tauu na, gua bahagiaaa banget." Aku melepas peluk itu dan mulai mengungkapkannya penuh dengan binar.

"Iya gua tau, tapi karna apa?" Dia kembali bertanya dengan penuh senyuman kali ini.

"Rey, na. Rey!"

"Rey mencintai gua. Cewek misterius itu gua." Kiana terkejut. Ia seperti tertular kebahagiaanku.

"Ha? Serius vi? Waw!"

"Iya, kemarin kita memutuskan ngungkapin misteri itu bareng. Dan ternyata, bener yang lu bilang. Kita saling mencintai." Ulasku dengan jelas. Kemarin aku tidak sempat bertemu Kiana setelah kejadian itu, dia sudah tidak ada dikelas ketika aku mengambil tas.

"Oh tuhan.. gua ikutan seneng banget vi. Bener kan yang gua tebak. Terus gimana gimana? Jadian kan?" Tanyanya dengan antusias dihadapanku.

"Emm.. blum si. Kemarin suasananya beku banget. Kita sama sama kena kejutan yang fantastik kemarin."

Ya memang kan. Tidak ada pertanyaan "maukah kau menjadi kekasihku? " Setelah kejadian itu. Aku juga tidak sempat memikirkan hal itu, karna kebahagiaan rasanya sudah tak muat ku tampung.

-

Sampai jam istirahat pertama aku belum sempat melihat Rey. Aku sibuk menuangkan kebahagiaan ini bersama Rafael, Kevin dan Kiana.

Aku mulai melangkah keluar kelas, menuju balkon depan kelasku yang bertiup angin tenang. Mataku melirik ke balkon kelas X.3 berharap ada pria itu. Tapi ternyata balkon nya masih kosong belum ada satu pun siswa yang berdiri disitu. Padahal jam istirahat pertama hampir habis tapi aku sama sekali tidak melihat siswa X.3 yang keluar kelas.

Karna aku penasaran, aku melanjutkan langkahku menuju jendela kelas X.3 mengamati isi kelas yang benar benar kosong tidak ada penghuninya. Tapi buku dan tas berserakan dimana mana. Tidak ada guru ataupun siswa yang terlelap tidur.

"Eh!" Seorang gadis menepuk keras punggungku.

"Hayo ngapain ngintip ngintip kelas X.3? Nyariin siapa hayo?" Tanya dika teman kelasku dengan ekspresi mencurigai ku seperti ingin maling.

"Gak ngapa ngapain. Cuma bingung aja, kok kelasnya kosong, trus gak ada siswa nya." Kataku untuk memudarkan rasa curiganya.

"Oalah Vi, ini kelas X.3 lagi pada ke Lab ipa lantai bawah. Makannya kelas nya kosong." Katanya memberi tahu ku.

"Oh.. pantesan. Hehe gua ga tau." Aku terkekeh karena sudah mengira aneh aneh tadi.

Hm.. mungkin aku akan bertemu Rey nanti siang.

-Tuhan. Mentarimu menyaksikan kehabagiaanku. Dan Bulanmu menyempurnakan mimpiku.-

-it's actually you-Where stories live. Discover now