11

23 5 0
                                    

Hatiku sebenarnya amat berbunga bunga namun langkahku masih gemetar. Ketika aku keluar pintu kelas Rey sudah menantiku disana. Kiana terus mendorong ku dari belakang. Langkahku terpatah patah entahlah aku takut tapi bahagia. Aku memang remaja yang labil.

Rey menoleh kearahku. Melihatku mulai mendekatinya. Sebenarnya aku ingin sekali lari kehadapannya lalu melebur dipelukannya. Ingin ku katakan dengan keras bahwa ku mencintainya, agar semua makhluk tau bahwa kami akan segera resmi mengikat janji detik ini.

"Rey." Aku menyapa nya dengan tatapan merunduk. Tak berani ku menatap mata itu.

"Udah dibaca?" Tubuh Rey membungkuk hampir berlutut dihadapanku karna aku tak berani menatapnya.

Banyak siswa yang terdiam karna melihat aku dan Rey disini. Mereka terhenti memperhatikan kami. Malu rasanya menjadi sorotan banyak orang dijam istirahat. Tapi aku pun tak berkutik. Dan Rey sangat nyaman menatapku.

"udah." Suaraku sangat pelan menjawabnya. Aku takut ada yang mendengar ucapanku. Pikiranku terbagi antara Sasa dan pangeran tampan dihadapanku ini.

"Hm.. trus jawabannya?" Pertanyaanmu itu Rey, menyentuh lembut jiwaku.

"Ja..ja..jawaban apa?" Aku bingung, seperti orang bodoh yang tidak mengerti maksud pertanyaan Rey.

"Yeh..kok masih nanya."

"Angel. My vionna."  Rey menggenggam tangan kananku. Membuat tatapanku melekat dengan tatapannya. Kali ini aku tidak bisa menjelaskan betapa kencangnya jantungku berdetak.

"em.. rey." Aku menarik genggamannya.

"Kenapa?"

"Sasa. Gimana sama dia? Dia masih cinta sama lu. Dan dia gak pernah tau kalo gua itu mencintai pria yang sama yang selama ini dia cintai."

"Tapi kan vi.."

"Rey. Sasa itu sahabat gua. Apa mungkin gua harus nyakitin hati dia, demi perasaan gua? Gua gak tau apa yang harus gua pilih sekarang." Aku mengatakan semua itu memecahkan keromantisan Rey.

"Vi. Gua tau lu sayang banget sama Sasa. Tapi, lu gak bisa gini. Sasa itu masa lalu gua. Dan lu itu Masa yang dari dulu gua rindukan, Vi."

"Andai lu tau Vi. Bahkan sebelum gua terikat sama Sasa.  Detik ini yang gua harapin. Detik disaat semuanya terungkap dan nunggu jawaban lu."

"Gua juga sama Rey. Tapi.."

"Ayolah Vi."

"Percaya sama gua ya, gak ada yang perlu dikhawatirin. Sekarang gua mau denger jawaban itu. Plis.. jawab ya." Aku akan mempercayai Rey bahwa semuanya akan baik baik aja. Akan ku ucap jawaban ini dan tuhan, ku mohon jangan ubah segalanya karna jawabanku.

"Iya." tiga huruf satu kata yang keluar dari mulutku tanpa senyum kali ini. Membuat ekspresi Rey berubah. Semua garis diwajahnya melengkung naik.

"Apa Vi apa? Coba ulang." Sungguh menyebalkan. Dia meminta ku mengulang dengan wajah seantusias itu. Aku masih berusaha menahan senyumku dengan wajah datar yang konyol ini.

"Iih.. iya Reylan. Iya." Senyumku terurai lepas. Tak bisa dijeruji lagi.

"Ouu..YEAY! bumm!" Rey menghantam keras kepalan tangannya ke besi balkon.

"Heii hei.. Rey. Udah ah udah. Malu tauuu." Aku menarik kepalan tangannya itu. Orang yang berlalu lalang sampai tertuju pada Rey. Wajahku memerah. Oh tuhan aku malu terbalur  bahagia.

"7 september 2017."

Hari ini.
Terukir jelas bukan, bahagiaku dan Rey.
Penantian kami, aku kira akan sia sia.
Perkenalan kami 12 tahun lalu masih teringat jelas dimemoriku.
Canda tawa kami.
Pertengkaran kami.
Duka kami.
Sampai cinta kami.
Aku tak akan melepaskannya.
Atau bahkan meninggalkannya.
Rey yang merubah duniaku.
Lihatlah, senyum bahagianya ada dihadapanku sekarang.
Aku menjadi alasan betapa bahagianya dia detik ini.
Dia menjadi alasan betapa beruntungnya aku detik ini.

Aku dan Rey masih menghabiskan jam istirahat ini dengan penuh binar diantara kami. Tanpa berbincang namun hanya meluapkan bahagia.

-

"Waw waw waw.. congaratulatin vi!" Kiana menyambut kehadiranku di kelas. Wajahnya seperti tau segalanya yang baru saja terjadi.

"Gua liat semuanya. Gimana gemesh nya kalian tadi. Aaa gua liat semuanya Vi. Benar saja dia tau segalanya.

"Ha? Lu liat? Dari mana?" Aku masih heran dari aman kiana tau. Padahal dari tadi aku tidak melihat dia.

"Lu tau gak? gua tadi susah payah ngajak Sasa ketoilet disebrang lu sama Rey yang lagi berduaan itu."

"Toilet na?"

"Iya, gua tadi ngajak dia ke toilet. Biar gak ketemu lu daaan pas dia masuk toilet gua pura pura bikin pintu toilet itu rusak dan gak bisa kebuka. Jadi dia kekurung didalem. Hahaha aduhh Vi.. susah banget ternyata. Mana dianya gak mau diem." Kiana menjelaskan semua yang terjadi sejak tadi dibelakang sepengetahuanku.

"Astagaa na.. sampe segitunya dong." Aku tak sangka bahwa serumit itu Kiana mengalihkan perhatian Sasa.

"Ya iyalah Vi, kan biar berhasil. Kevin juga ikut bantuin gua tadi."

"Aaaaa makasiih ya.." aku memeluk erat tubuh mungil Kiana. Bantuannya sangat berharga untukku.

"Yang penting udah jadian dong.." Kiana meledekku dengan tawa bahagianya.

"PJ PJ PJ!" tiba tiba Kevin datang menghampiriku bersama Rafael.

"Thank u vin, buat bantuannya."

"PJ dulu lah ya.."Kevin terus meledekku tak henti henti dikelas sampai semua siswa mengetahuinya dan ikut bersorak meledekku.

-

-jangan urai sedikit pun kebahagiaanku dan Rey.-

-it's actually you-Where stories live. Discover now