3

41 4 10
                                    

"Gua tau pasti cewek yang lu cinta itu Sasa kan!." Aku memulai nada tinggiku dan berdiri tepat dipandangan Rey.

"ih bukan! Sok tau lu Vi. Gua sama Sasa tuh gak ada apa apa. Dan emang, gak pernah gua anggap lebih." Katanya dengan nada kesal.

"Ya terus siapa? Lagian kenapa si lu gak mau kasih tau gua. Kan kita sahabatan udah lama banget Rey. Masa lu masih rahasia rahasiaan gini." Aku mulai menekam kata kataku, membujuk Rey.

"Ah elah..gimana ya. Ya lu gak boleh tauu vii." Gerak gerik Rey mulai aneh mengatakan hal itu.

"Ya kenapa Rey?"

"Ya karna cewek itu adalaa.." mulut Rey tiba tiba terpaku memutuskan kata katanya.

"Ha? Siapa? Cewek itu adalah?" Aku terus menekannya. sungguh rasa penasaranku kini memuncak.

"Rey?" Dia kini benar benar terdiam didepanku. Keringatnya mulai mengalir dengan mata yang terus menatapku.

"Eh kok diem si." Aku menepuk bahunya supaya dia berhenti terdiam.

"Kriiinggg!!"

  Bel masuk berbunyi. Tandanya jam istirahat kedua sudah habis.

"Ciee..Rey..Vi.. udah bel masih aja berduaan dibalkon." Ledek Salma salah satu teman SD kami.

"Em..yaudah Vi, gua masuk kelas dulu. Lu juga sana" Ucap Rey Tanpa membalas ledekan salma.

Rey pergi meninggalkan ku dibalkon dan masuk kekelas X.3 dengan langkah yang terburu buru.
Aku masih terdiam balkon lantai 3 mengarahkan pandangan ke lapangan.

Kelasku Jamkos. Seluruh siswa bersorak dan mulai membuat kegiatannya masing masing. Sekumpulan anak cewek dikelasku merapatkan kursi mereka tanda memulai perghibahan. Dan sekumpulan anak cowok dikelasku mulai terlelap tidur.
Diantara kesibukan mereka. Aku, Kevin, Kiana dan Rafael hanya terdiam ditempat duduk kami. Aku masih terdiam karna kejadian bersama Rey tadi.

Kiana memperhatikanku sejak tadi. Mungkun Dia ingin mengajakku ngobrol atau ingin menanyakan kejadian dibalkon tadi.

"Vi, lu ngapa? Itu tadi yang sama lu dibalkon si Gavano kan?" Ia mulai menegurku.

"Iya, dia Rey."

"Oh..wih ngapain beduaan? Jadian ya?" Tebaknya.

"Hahaha..enggak lah na. Tadi Cuma lagi maksa dia aja buat ngasih tau si cewek misterius itu."

"Oalah, terus gimana tuh? Dia ngaku kaga?"

"Enggak. Tapi tadi dia udah sempet mau bilang. Cuma ditahan gitu. Katanya gua gak boleh tau."

"Hm.. gua si yakin cewek itu adalah lu Vi. Cuma ya si Rey malu buat bilangnya." Ucap Kiana dengan lagak so tau nya.

"Ya gak mungkin lah cewek itu gua. Mimpii lagi gua na" Aku berusaha menahan pipi ku yang memerah ketika mendengar ucapan Kiana.

"Ya kan siapa tau Vi. Kalian tuh saling ngerahasiain padahal ya orangnya kalian kalian juga."

Aku terdiam. "Apa itu benar?" Tanya ku dalam batin.

"Li" Kevin memanggilku.

Entah kenapa kevin memanggil ku "Li" berbeda dari yang lain.

"Sini lah ngobrol ngobrol lagi, dari tadi ngobrolnya berdua aja" ajaknya.

Kami pun merapat dimeja Rafael dan Kevin. Mulai membicarakan hal hal tidak penting. Lelucon lelucon aneh. Sampai curhat lagi.

"Eh iya lu pada tau gak? Gua kan sama Bianca satu sekolah dulu." Kevin mulai topik baru.

"Iya tau." Jawab Rafael.

"Nah dan Bianca itu mantan gua." Kevin mulai mengecilkan nada suaranya.

"Hah? Bianca mantanlu?" Aku dan Kiana terkejut. Kita gak nyangka kalo ternyata Bianca itu mantannya Kevin.

"Ya iya tapi sekarang gua sama dia agak gimana gitu. Apalagi pas gua tau, gua sekelas lagi sama dia. Dalem hati nih ya njir gua sekelas sama mantan."

"Balikan dong vin!" Ledekku.

"Yeh gak lah, gak mau gua." Tolak kevin.

"Eh vi, lu gimana tuh sama si Gavano?" Rafael menanyakanku.

"Ya gitu, gua masih penasaran sama cewek misterius yang dia sembunyiin."

"Harusnya li, lu bilang aja sama dia kalo cowok misterius itu ya si Rey. Nah pasti nanti dia mau kasih tau cewek misterius itu ke lu." Usul kevin

"Wah lu gila si vin. Gua gak bisalah ngaku ke dia."

"Ya dari pada begini. Mau sampe kapan coba. Gua si yakin kalo cewek itu lu, li" ucap Kevin dengan nada yakinnya.

"Tuh kan Vi. Kevin bilang gitu juga." Kata Kiana.

-

Aku menuruni anak tangga diatas kesunyian sekolah. Kali ini aku sendirian. Sasa tidak menemui ku hari ini. Padahal dia bilang kemarin mau mulai pdkt sama kevin. Ya mungkin dia lupa, atau malu.

Tiba tiba ada suara langkah kaki cepat menuruni tangga dibelakangku. "DORR!!" Pria itu kembali mengagetiku. Rey. Ternyata dia belum pulang. Ku kira dia sudah tidak ada dikelas tadi, makannya aku tidak melirik kelas X.3.

"Ya ampun Rey. Untung gua gak jatoh."

"Hehehe" tawa tipisnya sangat manis. Walau wajahnya terlihat lelah dan kucel siang ini.

"Kok blum pulang? Biasanya lu keluar kelas paling awal trus cepet cepet pulang." Aku mulai menuruni tangga perlahan berdua dengannya.

"Tadi gua piket. Trus gua liat lu lewat kelas gua ngelamun gitu." Ia mengacak acak rambutnya terlihat seperti orang pusing.

"Oo.." entah aku harus bicara apalagi dengan jantung yang terus berlari ini.

"Mau bahas yang tadii?" Rey melirikku mengangkat alisnya.

"Ah males. Lu juga gak bakal mau ngasih tau gua"

"Yeh..serius nih? Gua si mau aja kasih tau lu, tapi. Lu harus jujur ke gua dulu tentang cowok yang lu cinta itu." Kini kita sampai dilantai dasar.

"Gimana?" Rey kembali bertanya.

"Gak ah. Lu dulu yang ngaku, nanti baru gua." Syaratku.

"Lu dulu lah." Syaratnya.

"Gak. Lu dulu pokoknya." Syaratku lagi.

"Lu dulu"

"Lu dulu"

"Lu dulu!"

"Lu dulu Rey."

"Lu dulu Vi."

"Lu"

"Lu"

"Lu dulu!"

"Ahelah nah kan kita ribut lagi. Males ah gua. Tuh gua udah dijemput."

Aku pergi meninggalkannya dan menghampiri mama yang sudah menungguku. Mama tersenyum memperhatikan aku dan Rey yang sedari tadi ribut didepan gerbang. Aku yakin pasti mama mau bahas Rey diperjalanan pulang. Tapi aku sudah berniat mengalihkan obrolan dengan membahas kegiatanku di sekolah hari ini.

Sungguh. Aku capek. Meributkan hal serumit ini sepanjang hari.
Rey! Andai kamu tau. Orang itu adalah kamu. Kamu Rey.

-Mentari tenggelam diiringi jingganya langit. Terimakasih tuhan atas hari ini.-



    

-it's actually you-Where stories live. Discover now