4

59 5 4
                                    

Selembar kertas bertuliskan surat perizinan suntik lengkap dengan daftar nama dibagikan Rafael dimejaku. Rafael menjadi ketua kelas X.2 didampingi dengan Siska Aulia sebagai sekertaris. Aku setuju banget kalo Rafael jadi pemimpin dikelas karna diantara cowok yang lain dia yang kulihat paling bertanggung jawab.

Suntik? Ini perbuatan menyeramkan yang harus kulakukan. Aku takut. Tangan ku mulai mendingin membaca surat itu yang harus mama tandatangan untuk menyatakan setuju.

"Besok surat izinnya dibawa ya. Lengkap sama tanda tangan orang tua." Rafael mengumumkan perintahnya didepan kelas.

-

Kini kelas sepi. Banyak siswa yang belum masuk kelas seusai istirahat. Mereka masih bersantai diluar karna setelah ini pelajaran BK.
Kiana tidak ada disamping bangku ku begitu pula Kevin yang tidak ada disamping Rafael. Hanya ada Rafael dibelakangku. Entah kenapa ketika aku hanya berdua dengan Rafael kadang aku merasa seperti bersama Rey, dan tercipta suasana dingin diantara kita jika cuma berdiam tanpa obrolan.
Aku akhirnya memutar arah dudukku kemejanya.

"El"

"Iya? Kenapa Vi?" Ucapnya akhirnya menatapku.

"Em..besok kelas kita giliran suntik ke berapa?" Tanyaku dengan nada takut.

"Kayaknya kedua deh, setelah kelas X.1."

"Aduh..kedua. berarti pagi ya"

"Iya, kenapa emangnya? Lu takut suntik?"

"Iya, gua takut banget sama yang namanya suntik. Aduh gimana ya" ekspresiku mulai cemas.

"Ya tenang aja, gak sakit kok. Cuma kayak digigit semut bentar gitu." Nada biacaranya menenangkan kecemasanku. Tatapan matanya yang dalam entah kenapa membuatku senyaman ini. Aku hampir terlamun ketika aku menikmati suasana ini.

"Udah tenang aja, nanti kalo disuntik merem aja gak kerasa kok, yakin deh." Lagi lagi dia menenangkan kecemasanku.

Aku mengangguk menerima perkataannya.

"Eh iya gimana si Rey?" Ia kembali menanyakan Rey.

"Ya gitu el. Sebenernya ya gua capek terus terusan ribut sama dia cuma buat maksa biar dia ngaku." Keluhku.

"Em..mau gak mau ya lu harus ungkapin kedia. Cuma ya nyari waktu yang tepatnya dulu."

"Iya si el, emang sebenernya harus gitu. Cuma. Ya gua blom siap aja."

"Mau gua bantuin?" Tawarnya dengan nada sehalus itu.

"Hah? Seriusan? Lu mau bantuin gua?"

"Ya iya. Gua juga udah kenalan sama si Rey kemarin."

"Lu dukung gua aja, gua udah seneng el."

"Ya nanti gua usaha bantu lu"

Tak lama setelah obrolan kami Kiana dan Kevin masuk kelas. Mereka masuk diiringi adu mulut yang terus menggerutu sampai tempat duduk.
Entah kenapa mereka selalu meributi hal hal yang sepele sampai menjadi perang mulut. Dari ngata- ngatain nama orang tua sampe bawa bawa nama hewan. Astaga.

Hari ini terlalu banyak kegiatan. Aku mengikuti ekstra kulikuler paskibra setiap hari senin. Ya tapi semnagatku tak padam setiap hari sesibuk ini. Karena meskipun hampir seharian aku berada disekolah. Ada Rey juga. Dia mengikuti ekstra kulikuler Silat bersama Rafael yang jadwal latihannya sama dengan Paskibra.

Kita latihan disatu lapangan yang sama. Meskipun dengan kegiatan yang berbeda. Senyumku tak mungkin padam melihat setiap gerakan silatnya. Dari sekian banyak anak silat berbaju hitam disana tatapanku masih enggan untuk berpaling.

-it's actually you-Where stories live. Discover now