END

62.2K 2.4K 118
                                    

Beberapa bulan kemudian

"Bagaimana Mel?" Dengan cemas Dina bertanya. Ya, sekarang Dina dan Fere berada di rumah sakit bersalin tempat Melati sahabatnya praktek, menunggu hasil tes yang baru saja di lakukan.

Melati menggelengkan kepala prihatin, karena ini sudah kesekian kalinya pemeriksaan dilakukan dan hasilnya masih tetap sama 'negatif'

"Masih negatif." Jawaban Melati, membuat Dina menarik napas panjang.

Fere tersenyum senang dan mengelus kepala istrinya dengan sayang, "kita bisa terus mencobanya." Dengan sebal Dina mendesis dan menepis tangan Fere.

"Tidak ada yang salah, kita masih bisa mencobanya iya kan Mel?" Fere meminta persetujuan Melati yang disambut dengan anggukan kepala oleh Dokter cantik dan ramah tersebut.

"Kamu senang aku gagal lagi. Kamu senang melihat aku menderita dibawah pengawasan mamamu!" Dina begitu kesal ketika melihat suaminya yang tidak membantunya sama sekali padahal mama mertuanya menargetkan ia harus memiliki tiga sampai empat anak sebelum usianya menginjak 35 tahun.

Kejengkelannya bertambah ketika ia melihat suaminya yang sedang menahan tawa seolah mengejeknya, "Jangan tertawa! Sebaiknya kamu berpikir bagaimana cara mendapatkan sperma yang baik... Dan kamu Mel,"

"aku." Melati menunjuk dirinya sendiri, kenapa ia harus selalu menjadi pelampiasan kemarahan Dina

"Masa kamu tidak bisa membuat aku hamil dengan peralatan medismu yang super canggih itu!"

"Bayi tabung mau?" Tanya Melati kemudian.

"Tidak-tidak, aku tidak akan mengijinkan siapapun menyakiti Dina, termasuk alat medis sialan itu!" Fere protes dengan saran yang Melati berikan.

"Kalau begitu perbaiki spermamu." Saran Melati.

"Sudah aku lakukan, aku tidak minum minuman beralkohol, aku tidak merekok, aku tidak terlalu gila bekerja dan aku selalu makan makanan yang sehat. Saran kamu semua sudah aku lakukan, termasuk berhubungan badan satu minggu tiga kali."

"Kalau begitu kita tunggu aja hasilnya. Kita bisa menghitung masa suburmu, dimana pembuahan sangat pas untuk di lakukan."

"Itulah Mel, aku kurang ngerti dengan cara menghitungnya." Dina sama swkali buta soal yang satu ini.

"Gampang nanti aku ajarkan." Jawaban Melati sedikit menenangkan hati Dina yang sedang di kejar deadline untuk memiliki momongan.

Lagi-lagi Dina menatap Fere dan menyalahkannya. "Ini pasti gara-gara doa yang selalu kamu ucapkan?" tanpa banyak bicara Fere meraih kepala Dina dan mengecupnya, ia tertawa ketika melihat ekspresi wajah Dina.

"Bukankah Risman yang menginginkan kamu hamil dan punya anak. Aku tidak terlalu menginginkannya," Dina langsung menghadiahi cubitan di perut Fere.

"Itu perjanjian konyol yang tidak harus kita ikuti!"

"Sekarang sudah tidak berlaku lagi karena prioritas utamaku bukan anak melainkan kamu, aku jelasakan akan tetap berada di sampingmu tidak peduli kau punya anak atau tidak." Selalu kata itu yang membuat Dina terdiam, lalu berpikir.

"Tapi, orangtuamu yang secara tidak langsung menuntutku untuk cepat punya anak. Itulah yang selalu membuat aku stress."

"Berhentilah peduli dengan perasaan orang lain... Dengarkan aku sayang, yang menjalani hidup itu kita bukan mereka." Fere menggenggam tangan Dina dan menatap manik mata Dina yang mulai berkaca-kaca.

"Fere benar Din, nikmati hidup, di kasih atau tidak itu urusan Tuhan kita hanya bisa berusaha. Jangan terlalu dipikirkan semakin kamu pikirkan semakin stres dan semakin lama juga punya anak." Nasihat Melati memang benar, ia tidak harus punya anak secepatnya. Toh, Fere tidak memaksanya untuk cepat hamil.

Pada akhirnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang