2

61.3K 2.4K 7
                                    

Ini sudah hari ke tiga, hari terakhir kami kerja. Jangan tanya hasilnya karena kami, aku dan Qina belum berhasil menjual satu mobil pun seperti yang kami harapkan. Menjual mobil dengan harga selangit memang sangat susah, orang akan berpikir dua kali untuk membelinya, kecuali orang bodoh yang sudah tidak membutuhkan uang lagi dan orang kaya yang harga dirinya tinggi, Bisa jadi dengan menggunakan mobil mewah tersebut seseorang akan di naikan status sosialnya.

Hilang sudah kesempatan mendapatkan uang sebelas juta rupiah, bonus dari hasil penjualan. Jangankan dua sampai tiga mobil satu pun belum tentu ada yang ingin membeli, tapi semoga saja hari ini adalah hari keberuntungan kami.

Dan kalau dilihat dari banyaknya pengunjung yang datang ada kemungkinan mobil kami akan ikut keluar meskipun peluangnya sangat kecil karena harus bersaing dengan brand lain, tapi kami harus tetap optimis.

Baru saja aku masuk stand dan hendak menyapa Qina, seseorang telah lebih dulu datang. Seorang pria berusia sekitar empat puluhan dengan badan tinggi besar menyapa Qina dengan ramah dan dia cukup tertarik dengan mobil jenis aventador ini, dia banyak sekali bertanya mulai dari kelebihan mesinnya, kecepatannya, harganya sampai dengan cara pembayarannya. Semua ditanyakan secara detail dan terperinci tidak ada yang terlewat sedikitpun.

Dengan penuh semangat Qina menjelaskan semuanya secara terperinci tidak ada satu pun yang terlewat. Si pria tersebut mengangguk-anggukan kepalanya puas dengan penjelasan kami.

"Berapa tadi Mbak kecepatannya?" Tanyanya sekali lagi

"Kalau di hitung mulai dari nol ke seratus kilo meter, perjam kecepatannya hanya 2,9 detik saja. Dan kecepatan maksimalnya mampu di tembus dengan angka 349 km/jam." ulang Qina, "barang kali Bapak berminat, Bapak bisa langsung mengisi formulir ini dan menyerahkannya ke meja yang ada di depan sana untuk kelengkapan persyaratannya."

"Sepetinya saya lebih suka yang warna silver." Ucap si Pria sambil membolak balikan buku katalog yang di pegangnya. Aku bisa memastikan kalau orang yang sekarang berada di dalam stand kami ini akan membeli mobilnya, sudah terlihat dari cara dia menatap mobil sampai dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang cukup mendetail pada kami.

"Ok, Terima kasih banyak untuk penjelasannya, dan formulirnya saya bawa."

"Sama-sama Bapak." Aku dan Qina berucap hampir bersamaan.

"Terima kasih kembali Pak dan semoga cicilannya berjalan lancar." Balasku dengan ramah, sebelum orang yang akan membeli mobil kami berlalu. Aku dan Qina saling menatap dan membelalakan mata tidak percaya, kemudian kami berpelukan bahagia.

"Ak...aku tidak percaya ini Mbak. Mbak bisa cubit lenganku. Ini bukan mimpikan Mbak?" Qina memutar mutar bola matanya saking senangnya, dia sempat melompat-lompat kemudian memelukku lagi, "akhirnya aku tidak perlu cuti kuliah, Mbak."

"Dan aku, aku tidak perlu bekerja untuk dua bulan kedepan, karena kebutuhan Yayasan sudah terpenuhi." Balasku.

"Ah, senangnya." Qina melepaskan pelukan kami.

"Kita masih punya waktu hingga pukul sembilan malam, masih ada kesempatan untuk menjual, setidaknya kita bisa menambah satu unit lagi." Qina mengangguk begitu semangat.

Seandainya aku bisa menjual lebih dari satu mobil dengan bonus yang lumayan besar, mungkin bukan hanya kebutuhan Yayasan yang terpenuhi tapi juga biaya sekolah Ares adikku bisa aku tutupi. Ares tidak perlu bekerja part time seperti yang aku lakukan untuk membiayai kuliahku dulu, dia bisa lebih fokus belajar dan mendapat gelar Sarjana tanpa harus di pusingkan biaya kuliah.

"Mbak, Mbak Dina, coba lihat pria yang ada di depan sana." Bisik Qina membuyarkan lamunanku, matanya tidak lepas dari seseorang yang sedang menatap kearah stand kami.

Pada akhirnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang