15

1.2K 68 0
                                    

“Dan apa lo tau rasanya ketika lo baru aja mau bilang lo bener-bener cinta sama seseorang, tapi dia malah cerita ke kita kalo dia mau ngedeketin orang lain?”
“Itu sakit, (namakamu). S-A-K-I-T B-A-N-G-E-T.”
Iqbaal mengepalkan tangan dan menekannya ke meja kuat-kuat. Ia tidak mau menatap (namakamu) lagi, ia baru merasakan yang namanya sakit hati. 
Apa yang Steffi bilang adalah benar, sakit hati benar-benar membuatnya merasa tersakiti. Ia ingin marah pada dirinya sendiri yang terlambat menyadari sekaligus menyatakan perasaannya pada (namakamu).
(namakamu) menyentuh pundak Iqbaal dengan lembut, tapi pria itu langsung menepisnya dengan kasar. Gadis itu tertegun, baru kali ini ia mendapat tolakan dari Iqbaal. Biasanya pria itu akan diam saja atau malah menggodanya jika (namakamu) menyentuh tubuhnya. Tapi kali ini, bahkan semua perkataannya pagi ini, terasa sangat berbeda.
“Baal, ga biasanya lo kayak gini. Lo lagi bercanda kan?”
Iqbaal mengalihkan pandangannya semakin ke kiri, sama sekali tidak berniat untuk menatap wajah gadis itu lagi. Iqbaal benci wajah (namakamu) yang kadang terlalu polos, yang tidak peka dengan perasaannya.
“Bercanda ya?” ucap pria itu sembari berdiri.
Ia tetap berusaha untuk tidak menoleh, “Terus aja lo anggep apa yang gua ucapin itu bercanda!"
"Terus aja lo anggep kalo perasaan gua cuma main-main! Terus aja lo anggep semua ini cuma lelucon, sampe lo sadar kalo... gua lagi nyoba ngungkapin kalo gua bener-bener cinta lo, (namakamu).”
Iqbaal menghela nafasnya kasar, “Gua pergi.”
Belum sempat (namakamu) mencerna semua ucapan Iqbaal, pria itu sudah berlari cepat keluar kelas. Semua pasang mata menatap punggung pria itu dengan penuh tanda tanya, termasuk (namakamu). Pria itu sedang tidak baik-baik saja, dan (namakamu) juga merasakan hal yang sama.
Apa yang harus gadis itu lakukan? Mengejarnya lalu menanyakan sebenarnya apa yang sedang terjadi? Bukankah itu hanya membuat perasaan Iqbaal semakin tidak karuan? 
Ah, (namakamu) tahu persis apa yang Iqbaal rasakan kepadanya. Ia hanya menyangkalnya jauh-jauh, ia tidak mau terkena masalah lagi dengan Steffi. Dan ia juga sudah terlanjur menyanggupi untuk membuat Aldi kembali ramah seperti dulu.
Mereka berdua terlambat menyadari semuanya. Kalau saja dari awal tidak ada yang berpikiran untuk membuat siapa yang bertekuk lutut pada siapa, pasti perasaan ini akan berjalan mulus. 
Kalau saja dari awal Steffi tidak ikut campur diantara keduanya, mungkin (namakamu) dan Iqbaal tidak akan pernah berpura-pura pacaran. Mungkin mereka sudah berpacaran sungguhan dari awal mereka duduk bersama.
(namakamu) tidak mau peduli lagi dengan apa yang dirinya rasakan. Ia tidak mau mencintai Iqbaal terlalu jauh, ia sudah bilang bahwa ia takut akan waktu dan dunia. Cepat atau lambat, Iqbaal pasti sudah mendapatkan gadis lain untuk dicintainya. Hubungan pacaran pura-pura mereka akan berakhir, semua masalah ini akan berakhir.
‘Sadar diri (namakamu), lo pernah bilang cuma cewek paling bodoh yang jatuh cinta sama Iqbaal. Dan nyatanya? Lo adalah cewek paling bodoh itu sendiri.’ Ucap sisi buruk dari (namakamu).
‘Jangan berhenti gitu aja, (namakamu). Bukan salah lo jatuh cinta sama dia, karena gaada yang tau kita bakal jatuh cinta sama orang yang awalnya pengen kita benci.’ Ucap sisi baik dari (namakamu).
‘Lo inget udah ada jadwal date sama Aldi minggu besok kan? Lo mau ngecewain dia? Jelas-jelas lo tau dari Kiki kalo Aldi tertarik sama lo, biarin aja Iqbaal bahagia sama Steffi!’ si sisi buruk berucap lagi.
‘Kalo kalian tau sama-sama saling suka, kenapa harus egois? Kenapa harus gengsi? Ayo (namakamu)! Lo bisa buat hubungan pacaran kalian jadi sungguhan, Iqbaal juga menginginkan hal yang sama.’ Sisi baik tidak mau kalah.
‘Lo tau rasanya jadi Steffi yang kena brother complex? Itu lebih nyakitin dibanding lo yang nyangkal rasa cinta lo ke Iqbaal! Steffi itu berjuang (namakamu)! Susah buat kita ngapusin seluruh rasa cinta ke kakak yang setiap harinya kita temuin, yang dulunya cuma sayang sama kita.’
‘(namakamu)... Iqbaal udah berusaha buat lo peka, lo-nya aja yang ga yakin kalo dia emang cinta sama lo. Lo pikir buat apa Iqbaal ngeliatin lo nangis di pelukan Aldi waktu itu?'
'Dia perhatian, dia manggilin orang bengkel untuk benerin ban lo kan? Terus dia ngaku ke temen-temen kalo kalian berdua mabok di video itu, padahal cuma lo yang mabok.’
Sisi baik (namakamu) belum selesai berbicara. ‘Dia nyanyiin lagu Heartbreak Girl untuk lo, dia mau lo liat kenyataan kalo dibalik sifat menyebalkannya Iqbaal, dia itu cinta sama lo. Dan di setiap cemburunya, lo nganggep kalo dia cuma pura-pura? Lucu lo!’
‘Lupain Iqbaal, lo bisa dapetin cowok yang lebih aman untuk dijadiin pacar kayak Aldi.’ Sisi buruk tidak mau kalah.
‘Asal lo tau, waktu dia nyuruh lo liat dia cium Fay, itu semata-mata untuk ngetest lo cemburu atau engga. Dan nyatanya? Lo nyangkal kenyataan kalo sebenernya lo cemburu kan?’
‘Iqbaal bisa bahagia sama cewek lain, dan cewek itu bukan lo! Udahlah (namakamu)... lo lanjutin acara penyomblangan sama Aldi aja!’
Sisi baik dari gadis itu menyerah, karena (namakamu) tak kunjung melakukan apa-apa untuk mengejar Iqbaal. Gadis itu malah menundukkan kepala dan memejamkan matanya kuat-kuat. 
Untuk apa saling menahan perasaan kalo sudah tahu rasanya menyakitkan? (namakamu) memang bodoh, seharusnya ia sudah mengejar dan memeluk Iqbaal saat ini.
‘Gue ga bisa ngomong apa-apa lagi, lo itu terlalu labil. Tapi coba lo pikir waktu Iqbaal ada di deket lo, sesulit apapun keadaan... lo bisa ngerasa tenang sama dia kan? Dia keliatan nyoba lindungin lo kan?’
(namakamu) menyentuh dadanya yang terasa sesak saat sifat baik dari dirinya terdengar menyerah. Gadis itu tidak tahu apa yang harus ia lakukan, ia takut bahwa Iqbaal hanya akting. Ia takut Iqbaal tidak memiliki perasaan cinta yang sesungguhnya. Dia adalah badger boy.
‘Dia perhatian sama lo kan? Dia bisa buat lo ketawa lepas kan? Dia mau malu bareng lo kan? Pikirin perasaannya Iqbaal, ga selamanya dia itu bercanda. Karena ada waktu bagi hatinya untuk bilang kalo “Ada sesuatu diantara kalian yang serius”'
'Tolong jangan nyangkal perasaan lo lagi, (namakamu).’
***
Iqbaal mengaku dia sudah bertekuk lutut untuk (namakamu). Ia mengaku kalah, ia tidak bisa untuk tidak mencintai gadis itu dalam waktu satu detik pun. 
Sudah berapa kali Iqbaal mencoba membuat (namakamu) tahu bahwa Iqbaal mencintainya? Tapi nyatanya gadis itu masih berpikir jika ialah yang harus membuat Iqbaal bertekuk lutut.
Memang resikonya cukup besar jika (namakamu) menjadi kekasih sungguhan Iqbaal. Karena bagaimana pun Steffi masih belum bisa menerima kakaknya menyukai gadis lain. Tapi Iqbaal bersedia untuk melindungi (namakamu) dari ancaman Steffi. Iqbaal bersedia untuk marah dengan Steffi kalau saja gadis itu bertindak lebih jauh lagi.
“Apa gua terlalu pengecut karena harus pergi sebelum (namakamu) bilang apa-apa?”
“Padahalkan bisa aja dia bilang kalo dia juga cinta sama gua. Bisa aja dia bilang kalo selama ini dia nunggu gua untuk nyatain cinta...”
“Arghhh!” Iqbaal menjambak rambutnya gemas. 
“Gua harus ajak dia ngomong serius. Gua ga mau semuanya terlambat karena hari minggu besok, dia bakal ngedate sama Aldi.”
Iqbaal mengambil ponsel di saku celananya. Hanya benda itu bersama beberapa lembar uang yang ia bawa di seragamnya. Ia meninggalkan sekolah, tidak peduli jika tidak ada yang mau mengantarkan tasnya ke rumah. 
Begitulah Iqbaal, ia tidak mau berpikir panjang karena ia yakin semuanya akan baik-baik saja.
‘Tapi sekarang gua lagi ga baik-baik aja. Gua cinta sama (namakamu), tapi dia ga pernah peduliin gua.’
“Gua harus telepon dia,” ucap Iqbaal sembari menatap layar ponselnya ragu. 
“Tapi gua harus bilang apa nantinya? Bilang kalo... gua ga butuh jawabannya sekarang? Atau nyuruh dia lupain ucapan gua tadi?”
Tanpa sadar ibu jari pria itu sudah menekan tombol hijau untuk menelepon (namakamu). Ia tidak bisa untuk tidak memikirkan apa yang sesungguhnya ingin (namakamu) jawab tadi. 
Iqbaal berharap gadis itu juga mencintainya. Lalu mereka akan menjadi kekasih sungguhan, dan bertahan sampai selama-lamanya. Tapi, mungkinkah itu terjadi?
‘Halo, Baal?’
Iqbaal hanya terdiam. Tujuh jam lalu adalah kali terakhir pria itu mendengar suara (namakamu).
‘Baal?’
‘Iqbaal! Gue ga suka lo berubah kayak gini! Gue ga suka lo ninggal—‘
“(namakamu), sekarang lo udah tau perasaan gua yang sebenernya kan?”
‘Gue—‘
“Gua ngaku kalah, lo bisa buat gua jatuh cinta (namakamu). Lo bisa buat hati gua bertekuk lutut cuma untuk lo. Gua cinta sama lo. Gua suka setiap lo senyum ke gua, gua suka lo ada di deket gua, gua suka pas lo cium gua, gua suka liat lo bangun tidur di kamar gua waktu itu.”
Iqbaal menggigit bibirnya dalam-dalam. “Gua suka ketika kita ngomongin Little Boy dan Double Girls. Gua suka bisa buat lo ketawa bahagia. Gua suka setiap waktu yang lo abisin bareng gua. Apa lo udah liat kenyataannya? Apa lo—“
‘Stop, Baal.’ Suara gadis itu terdengar sendu. ‘lo ga perlu jelasin semua itu... karena gue—‘
“(namakamu), apa segitu bencinya lo sampe ga bisa bedain kalo gua beneran cinta sama lo? Apa segitu malesnya lo untuk peduliin gua yang selalu peduliin lo?”
‘Iqbaal, omongan lo kayak bukan Iqbaal yang gue kenal. Bukan Iqbaal yang badgernya udah parah.'
'Yang pertama kali ketemu langsung megang tangan gue dan nyium pelipis gue. Yang ngunci gue digudang karena gue jual mahal sama lo. Yang nolongin gue dari Karel. Yang buat gue lupa soal Fay yang manggil gue jalang.’
‘Karena jujur, gue lebih suka Iqbaal yang kayak gitu. Iqbaal yang ga mellow, yang ga dramatis. Gue ga suka denger suara lo yang sedih kayak gini. Senyum untuk gue, Baal.’
Iqbaal tidak tersenyum, ia hanya memejamkan mata dan merasakan dadanya semakin sesak.
“Gua udah senyum.”
‘Lo boong besar!’
“Lo gausah sok peduli, lo tau juga engga kan?”
‘Lo juga gausah sok tau. Gue tau lo ga senyum kan?’
Entah kenapa Iqbaal merasakan suara (namakamu) membesar di telepon. Suaranya terdengar nyata, tapi mungkin hanya perasaan pria itu yang berlebihan. Iqbaal memutar matanya, (namakamu) memang sulit untuk dibohongi. Tapi kenapa ia bisa membohongi perasaannya sendiri kepada Iqbaal?
“Gua bakal senyum kalo ada lo. Tapi di lapangan ini ga ada lo, jadi—“
‘Sekarang, balik badan lo buat gue, Baal.’
“Ga! Lo mau nyoba nakut-nakutin gua kan karena lapangan ini sepi banget? Siang-siang gini ga bakal ada hantu, (namakamu).”
‘Balik badan lo sekarang juga atau—‘
“Atau ap—“
BRUKK
“GUE BENCI LO, BAAL.”
Iqbaal tidak bisa berkata apa-apa lagi, telepon mereka masih tersambung, tapi kini tubuh itu sudah memeluknya hangat. 
Iqbaal tidak menyangka jika (namakamu) akan memberinya kejutan dengan datang kemari dan memeluknya dari belakang. Dapat Iqbaal rasakan gadis itu meletakkan dagu dipundaknya dan tangannya melingkar erat dipunggungnya.
Kapan terakhir kalinya Iqbaal memeluk gadis itu? Iqbaal lupa karena mereka lebih sering terlihat berselisih dibanding peluk-memeluk. Pria itu tidak mau membuat (namakamu) menunggu lagi, maka ia segera mengangkat tangannya dan mengelus tangan gadis itu. Iqbaal belum tersenyum.
“Apa lo kesini buat bilang kalo lo juga cinta sama gua?”
(namakamu) menggeleng pelan. “Ga semudah dan secepet itu, Baal. Lo harus bisa buat gue yakin kalo lo bener-bener ga akan mainin hati gue kayak cewek lain.”
“Jadi lo masih belum percaya kalo gua udah jujur?”
“Gue percaya, tapi gue belum bisa yakin.”
“Kalo gitu, gimana cara gue ngeyakinin lo, (namakamu)?” Iqbaal bertanya sedikit antusias.
(namakamu) melepaskan pelukannya perlahan-lahan. Dilihatnya Iqbaal menoleh dengan seutas senyum tipis. Kemudian gadis itu ikut duduk di sampingnya, diatas pipa-pipa besar dari beton. 
Gadis itu bisa melihat dengan jelas kusutnya Iqbaal hari ini. Semua kancing seragamnya di buka, sabuknya dikendurkan, dan dasinya ia ikat sembarangan di dahinya.
Bahkan sepatu pria itu terlihat berada beberapa meter lebih jauh dari kakinya, kemungkinan besar ia melempar sepatu itu. Kini hanya terlihat kaki Iqbaal yang mengenakan kaos kaki hitam-putih semata kaki. 
(namakamu) sengaja menimpa tangan Iqbaal yang diletakan diatas pipa. “Gue mau kita saling ngeyakinin dalam jangka waktu yang ga singkat.”
“M-maksud lo?”
“Lo tau kan kalo gue dicomblangin sama Aldi untuk ngebuat cowok itu ramah kayak dulu?” Iqbaal mengangguk ragu. 
“Dan lo tau kan kalo Steffi masih belum bisa nerima kalo lo cinta sama cewek lain?”
Lagi-lagi Iqbaal hanya mengangguk. “Gue mau kita selesain masalah itu dulu, Baal. Percaya sama gue, kalo lo emang udah berubah, lo ga bakal kepikat sama cewek lain. Dan kalo lo emang niat untuk ngelindungin gue, lo bakal berusaha untuk buat Steffi sembuh dari brother complexnya.”
“Pemikiran yang bagus, nona (namakamu).” Iqbaal tersenyum miring. 
“Tapi gimana sama lo? Gimana kalo ternyata lo malah kepikat sama Aldi dan lupain gua?”
Iqbaal cemburu, sepertinya. (namakamu) hanya menahan senyumnya dan menatap mata pria itu dalam-dalam. Gadis itu memang bisa saja semakin tertarik dengan Aldi dan melupakan Iqbaal yang mungkin sedang berusaha untuk meyakinkan (namakamu). Tapi gadis itu juga yakin bahwa ia jauh lebih mencintai Iqbaal. 
Sudah beratus ribu detik yang (namakamu) lewati bersama Iqbaal. Walau hanya lewat SMS, atau hanya saling duduk bersebelahan, tetap saja mereka menghabiskan waktu bersama. (namakamu) yakin berjuta persen bahwa Iqbaal tidak akan terlupakan. Terlebih lagi sikapnya yang menyebalkan, namun perhatian diam-diam itu.
“Gue janji ga bakal kepikat sama Aldi kalo seandainya lo juga ga jalan sama cewek lain.” 
(namakamu) menjulurkan lidahnya ke hadapan Iqbaal. “Gue kan bukan pemain hati orang, Baal.”
“Kasih gua sesuatu yang bisa buat gua yakin kalo lo ga bakal lupain gua.”
“Sesuatu apa? Gue ga bawa apa-apa kecuali tas lo sama tas gue sendiri.”
“Sesuatu disini, (namakamu).” Ucap Iqbaal sembari mengangkat tangannya dari tindihan tangan (namakamu), dan meletakkannya di depan bibir.
Pria itu memberi tatapan menggoda dengan satu alis terangkat. Telunjuk pria itu menggerakkan bibir bawahnya dengan lembut, memperlihatkan bagian bibir dalam yang basah kepada (namakamu). Gadis itu menelan ludah lambat-lambat, sifat menyebalkan pria itu tidak kunjung berubah. Kenapa harus selalu ciuman?
(namakamu) menyengir polos. “Ada alternatif lain?”
“Walaupun gua udah nyatain cinta ke lo, status gua tetep aja ketua kelas kan? Berarti... ‘Setiap bawahan harus mau mendengar ucapan sa—“
CUPPPPPPP
‘Jangan berpaling lagi, Baal. Gue benci lo.’
‘Gua harus nyelesain tugas gua untuk nyembuhin Steffi dan ga bakal kepikat sama cewek lain.’
“Baal, berarti untuk beberapa hari atau minggu ke depan kita harus—“
“Close As Strangers. Jalan terbaik untuk buat kita sama-sama yakin kan, (namakamu)?”
Kali ini (namakamu) lah yang hanya bisa mengangguk. 
“Besok gua bakal umumin putusnya hubungan pacaran pura-pura kita. Dan... besok gua bakal pisah tempat duduk sama lo. Kita bakal mati-matian untuk ga saling komunikasi, dan ga saling merhatiin.”
“Semoga kita berhasil, Baal. Gue bakal kangen banget sama lo.”
***
Seperti yang telah direncanakan di hari kemarin. Iqbaal benar-benar pindah tempat duduk alias meminta bertukar tempat duduk dengan Dianty. 
Jadi sekarang Iqbaal duduk dengan BD, dan Dianty duduk dengan (namakamu). Semua orang tahu kalau sepasang kekasih saling berjauhan, pasti ada masalah atau mungkin hubungan mereka berakhir.
(namakamu) dan Iqbaal sempat bertemu di ambang pintu, tapi mereka hanya menatap datar seolah mereka tidak pernah dekat. Mereka hanya tahu nama satu sama lain, mereka hanya mencoba untuk close as strangers sementara ini. 
Meski dalam hatinya Iqbaal ingin sekali menjahili gadis itu lagi, atau setidaknya melempar senyum menggoda yang khas. Nanti mereka tetap akan menjalani hukuman bersama, tapi ya... komunikasinya harus tetap dibatasi. 
Mereka tidak mau rencana ini gagal. (namakamu) ingin membuat Kiki senang dengan kembalinya Aldi seperti dulu. Dan Iqbaal ingin membuat hubungan antara dirinya dan Steffi normal-normal saja, serta menghilangkan kebiasaannya memainkan hati perempuan.
“Gua pikir hubungan kalian bakal berlanjut lama, ternyata sama aja, Baal.”
“Yagitulah, Bid. Kemaren gua mergokkin dia ada sesuatu sama cowok lain, jadi gua putusin aja. Tapi kayaknya gua ga mau nyari penggantinya dulu...”
“Kenapa? Gara-gara lo masih cinta sama dia, ya?”
“Mungkin.”
BD menepuk punggung Iqbaal hangat. “Gua tau lo bener-bener cinta sama dia, pertahanin terus, bro. Yakinin dia kalo lo mutusin dia supaya dia sadar kalo lo itu tulus. Nanti juga dia bakal balik lagi sama lo,”
“Gua harap juga gitu. Tapi gua juga berharap dia bisa bahagia sama cowok lain.”
“Lo...terlalu...dramatis.”
“AAAAAA!!!”
Iqbaal tidak menjawab ucapan BD ketika mendengar suara teriakan seorang gadis yang familiar. 
Gadis yang duduk dengan Dianty saat ini. Tapi mereka berdua sedang tidak duduk dikursinya, malah melompat menjauh dan bergidik jijik. Iqbaal dan BD menoleh ke sumber suara, begitu juga siswa lain yang merasa terganggu dengan teriakannya.
Terlihat (namakamu) bersembunyi dibalik tubuh Aldi sembari memegangi bahunya. Gadis itu memejamkan mata takut saat melihat apa yang ada di kolong mejanya. Iqbaal mengikuti arah tatapan gadis itu, dan ia langsung ikut menggidikkan bahu jijik. 
Karena... ada segerombolan kecil tikus putih yang berlarian turun dari kolong meja gadis itu.
‘Ulah Steffi lagi, hm?’ tanya Iqbaal setengah jengkel dalam hatinya.
Dengan jahilnya, Aldi malah menarik ekor salah satu tikus putih itu dan melambai-lambaikannya di depan wajah (namakamu). Gadis itu berteriak-teriak, dan semakin meremas bahu Aldi. 
Setiap Aldi bergerak ke arahnya, (namakamu) pun bergerak seirama dengan punggung Aldi. Mereka hanya berputar-putar seperti anak kecil, dan tentu saja Iqbaal menatapnya dengan sinis.
“ALDI, GUE BAKAL BUNUH LO! BUANG TIKUSNYA, ALD!”
“Gua bakal bunuh lo duluan lewat tikus ini.” Jawab Aldi dengan nada suara yang cukup dingin. 
Ia menangkap pergelangan tangan (namakamu) dan menarik tubuh gadis itu ke hadapannya. Tapi ia membiarkan tikus itu dijatuhkan begitu saja di depan (namakamu). Raut wajah gadis itu sudah pucat, tapi kini berangsur membaik karena tikus itu sudah berlari menjauh.
“Jangan takut sama tikus, dia lebih kecil dibanding lo. Lo bisa bunuh dia kapan aja, (namakamu).”
‘Entah kenapa... kalo inget tikus, gue jadi inget Iqbaal. Pertama kali gue dateng di sekolah ini dia bilang kalo gue itu kayak tikus, dan dia adalah kucingnya.’
Iqbaal mengurucutkan bibirnya saat melihat (namakamu) terdiam menatap Aldi. 
‘Kenapa (namakamu) harus mulai deketin Aldi hari ini juga? Apa dia gatau kalo g-gua kan... cemburu.’

Bersambung...

Sweet Bad DreamsWhere stories live. Discover now