14

1.3K 67 0
                                    

I still believe in love
I still believe in us
I hope you believe in us
The way I believe in us
~Justin Bieber ‘Heartbreaker’~
***
“(namakamu)? Kenapa lo ga masuk? Kan gua jadi duduk sendirian gini di kelas...”
‘Gue sakit. Lagian apa peduli lo, Baal?’
“Lo sakit? Hahahaha” Iqbaal tertawa sinis di telepon. “mana mungkin orang sakit teleponan diantara suara-suara kendaraan kayak gitu. Lo boongin gua kan?”
‘E-engga, itu cuma s-suara TV. Gue benci lo.’
“Bo—“
Tuut Tuut Tuut
Iqbaal mendesah kecewa karena (namakamu) memutuskan teleponnya dengan cepat. Padahal Iqbaal ingin memberitahukan kabar baik yang mungkin menarik perhatian (namakamu). Ini tentang video coveran Iqbaal yang belakangan ini ramai di youtube. 
Jadi, tadi malam pria itu mengecek akun youtube-nya sendiri yaitu ‘Baale1999’. Ia cukup terkejut karena sudah ada 5000 orang yang men-subscribenya. 
Puncaknya adalah di video terakhir. Hasil di video ‘Heartbreak Girl’ itu cukup memuaskan meski Iqbaal tidak menggunakan alat musik. Viewersnya sudah 5000 dan ada sebuah akun official yang memberi komentar disana. 
Ingin sekali Iqbaal memberitahukan komentar itu kepada (namakamu), tapi gadis itu terlalu cepat menutup teleponnya. Pria itu memasukkan ponselnya lagi ke dalam saku celana. Jam istirahat ini ia habiskan dengan duduk di meja guru dan menatap teman-temannya yang sibuk sendiri. Ah, pria itu jadi teringat akan komentar tadi malam.
‘Hai Baale, apa anda berminat untuk bergabung di produksi rekaman kami? Jika iya, silahkan balas email yang kami kirimkan ke akun anda. Kami menunggu jawaban yang bagus, terima kasih.’—begitulah isi komentar dari sebuah akun official ‘SonyMusicIndo’ di video Iqbaal.
Tiba-tiba saja seseorang menepuk pundak Iqbaal. Pria itu menatap Iqbaal dengan kerutan alis dan cengiran yang khas, lalu ikut duduk di atas meja guru bersamanya. Iqbaal menghela nafas, BD adalah teman terbaiknya di kelas ini meski pria itu jarang terlihat berkomunikasi dengannya.
“Lo kenapa, bro? Kesepian gaada (namakamu)?”
Iqbaal hanya mengangguk pelan.
“Gua liat, hubungan kalian udah berjalan lebih lama dibanding biasanya. Ada sifat yang beda dan menarik banget dari dia, ya? Biasanya kan lo dikenal dengan ‘cinta satu hari’ tapi sekarang... apa lo lagi nyoba buat setia, Baal?”
“Gua ga tau jelasnya, Bid. Tumben-tumbenan juga gua ga kepikiran kata ‘Putus’ kalo lagi sama dia. Menurut lo, gua ini bener-bener cinta sama dia atau cuma capek mainin hati orang?”
“Ya tanya sama diri lo sendiri lah, bro.” BD tersenyum lebar. 
“Kalo lo bener-bener cinta sama dia, perasaan lo itu kayak pengen meluk dia setiap saat, ga suka ngeliat dia nangis atau deket sama cowok lain, dan yang pasti... selalu ngerasa harus lindungin dia.”
“Tapi, kalo gua cuma capek mainin hati orang gimana?”
“Kalo lo cuma capek, lo ga bakal ngajak dia ke tempat yang biasanya lo datengin sendirian. Ga bakal ngajak dia buat ngelakuin hal gila bareng lo."
"Karena setau gua, lo selalu ngajak mantan-mantan lo ke tempat kencan yang sama. Bioskop, mall, dan rumah cewek itu sendiri.”
Iqbaal mengusap dagu bawahnya, ia sedikit memikirkan apa yang BD ucapkan. Memang ada yang berbeda mengenai perlakuannya terhadap (namakamu). 
Pertama bertemu saja Iqbaal sudah berani menggenggam tangannya dan mencium pelipisnya yang berdarah. Dan Iqbaal juga sudah mengajak (namakamu) ke dua tempat yang biasanya ia datangi seorang diri. Stasiun kereta lama, dan lapangan yang mirip dengan lapangan di film doraemon.
‘Apa iya gua beneran cinta sama dia? Bukannya gua cuma capek mainin hati orang ya?’
“Oh iya Baal, gua mau nanya tentang... ancaman yang sering dateng ke kelas ini. Lebih tepatnya ke (namakamu), lo tau apa penyebab dan siapa pelakunya?” BD menatap Iqbaal cukup serius.
‘Steffi, adik kesayangan gua sendiri. Penyebabnya karena dia cinta sama gua, dia kena sister complex.’
“G-gatau. Lagian gua ga peduli mau (namakamu) diancem lah, dibilang jalang lah, gua ga bakal peduli.” Jawab Iqbaal setengah sinis.
BD mengangkat sebelah alisnya. “Yakin ga peduli? Kalo lo ga peduli kenapa kemaren lo ikut ke ruang kepsek—padahal yang dipanggil cuma (namakamu)?”
“Gua emang ga peduli, tapi gua rasa gua cinta sama dia, Bid. Lo bener, gua udah ngajak dia ke tempat yang biasanya gua datengin sendirian. Kita sering ngelakuin hal gila bareng."
"Dan yang pasti... gua ngerasa kalo gua harus selalu ngelindungin dia selagi gua bisa. Bahkan, gua cemburu kalo dia lagi ngeliatin ataupun ngobrol sama Aldi.”
“Gua benci banget sama (namakamu), Bid.”
***
“Papa, makasih udah dengerin semua curhatan dari (namakamu). Makasih karena papa selalu buat aku merasa kuat dan berani, aku kangen banget sama papa hiksss”
(namakamu) mencium batu nisan sang papa dengan lambat-lambat. Sudah sebulan ia tidak mengunjungi papanya, maka hari ini ia menyempatkan diri untuk berkunjung selama beberapa jam. 
Ia memang berangkat dengan seragam sekolah dan berpamitan pada sang mama untuk sekolah, tapi tujuannya bukanlah ke sekolah.
Gadis itu tersenyum pahit sembari terus mengusap batu nisan di hadapannya. “Seandainya papa masih hidup, (namakamu) pengen nanya sesuatu pa.”
“Menurut papa sebagai seorang pria yang pernah muda... kalo ada cowok yang buat aku ngerasa sebel, seneng, dan sedih di saat yang bersamaan, apa itu tanda kalo cowok itu ada perasaan sama aku?”
“Terus, kalo setiap denger suara cowok itu di telepon, (namakamu) rasanya pengen ketemu dia dan bilang kalo aku benci, benci, benci. Tapi benci dengan artian lain pa,”
“Benci. Benar-benar cinta.”
“Tapi (namakamu) takut, dia suka mainin hati cewek, pa. Aku takut kalo dia cuma mau buat aku jatuh cinta, tapi ga mau nangkep kalo aku udah bener-bener jatuh."
"(namakamu) udah berusaha buat ga peduli sama dia, tapi itu rasanya nyakitin banget. Karena setiap malem, (namakamu) selalu nulis SMS untuk dia, tapi berakhir di drafts. (namakamu) takut dia ga cinta balik, pa.”
(namakamu) terkekeh pelan, ia merasa bodoh harus menceritakan sesosok pria pada sang papa yang tidak akan meresponnya. Entah kenapa, kalau sedang sendirian seperti ini (namakamu) merasa menjadi gadis yang sangatlah lemah. Bukan gadis yang suka menentang, yang sok jual mahal, atau yang tidak takut pada apapun.
Tapi disini, ia merasa takut akan dunia dan waktu. Ia takut waktu akan membuatnya jatuh cinta semakin jauh, dan mematahkan hatinya di suatu saat. 
Dan ia takut dunia akan menolaknya jika (namakamu) dan pria itu saling mencintai. Terbukti dengan adik dari pria itu sendiri yang menolaknya, ia melakukan berbagai cara untuk membuat (namakamu) menjauh.
Tidak ada satupun teman yang bisa membantunya kalau-kalau serangan dari adik pria itu menjadi-jadi. Tidak ada siapa-siapa yang bisa (namakamu) percaya, kecuali kakak dari Steffi sendiri. 
Tapi bagaimana kalau ternyata Iqbaal juga tidak bisa dipercaya? Bagaimana kalau ternyata pria itu tidak sebaik yang dia kira?
“Hei?”
“Eh?” (namakamu) melihat seseorang berjongkok di sampingnya dan melempar senyum cukup manis.
“Ini. Hapus aja air mata lo pake saputangan ini.” Ucapnya sembari menyodorkan sebuah saputangan biru terang ke hadapan (namakamu).
“M-makasih.”
“Ngomong-ngomong gua udah merhatiin lo dari tiga jam yang lalu masih setia aja disini. Lo ga sekolah? Maaf kalo gua ganggu, abisnya gua penasaran sama lo. Seragam sekolah lo sama kayak seragam adik gua.”
(namakamu) menggeleng pelan sembari menghapus air matanya dengan saputangan.
“Lo ga ganggu.” Jawab gadis itu sumbang. “oh ya? Emangnya siapa nama adik lo?”
“Hmm... Alvaro Maldini, kelas XI-Ipa3. Lo kenal dia?”
“HAH?” (namakamu) membuka mulutnya cukup terkejut. “j-jadi lo itu kakaknya Aldi?”
Pria tampan bertubuh berisi terkekeh kecil. “Gausah kaget gitu. Emangnya lo kenal sama adik gua?”
“Gue sekelas sama dia.”
“Hahaha” pria itu mencoba tertawa ramah. “kebetulan yang menyenangkan ya. Btw, nama gua Teuku Ryzki, lo bisa manggil gua Kiki tanpa embel-embel kak.”
(namakamu) tersenyum tipis. “Gue (namakamu).”
“Lo mau gua jujur ga?”
“Jujur apa?”
“Sebenernya gua udah tau nama lo.”
“Gimana bisa?” (namakamu) mengerutkan dahi heran ke pria itu. “bukannya kita baru ketemu pertama kali disini?”
Kiki mengangguk cepat. “Ketemunya emang baru sekarang, tapi gua udah pernah liat foto lo di ponsel adik gua. Pas gua tanya, dia bilang nama cewek di foto itu (namakamu). Dan gua ga nyangka, cantikkan aslinya dibanding cuma di foto.”
(namakamu) meninju bahu pria itu gemas. “Lo bisa aja, Ki.”
“Gua jujur, (namakamu).” Kiki menggaruk tengkuknya tak gatal. “hmm, lo mau nemenin gua nongkrong di starbucks ga?”
.
.
“Sumpah. Lo beda banget sama si Aldi, kalo dia itu dingin banget sama gue. Tapi kalo lo, baru ketemu sehari aja kita udah kayak temen lama. Apa cuma perasaan gue doang ya?”
Kiki menyesap kopinya dengan senyuman tipis. Gadis dihadapannya itu terlihat easy going dengannya, sesuai dengan apa yang Aldi ceritakan ketika di rumah. 
Jangan salah! Meskipun Aldi terlihat tidak menyukai (namakamu), tapi pria itu sering menceritakan gadis itu kepada kakaknya. Bahkan Aldi pernah marah ketika Kiki bercanda untuk mencoba mendekati (namakamu), padahalkan pacar gadis itu adalah Iqbaal—seharusnya Aldi tidak perlu marah.
Namun, Kiki adalah kakak ramah yang sangat pengertian. Ia tahu bahwa dibalik sifat dinginnya Aldi terhadap kebanyakan gadis, adalah sebuah tameng bagi dirinya sendiri agar tidak merasakan sakit hati lagi. 
Terakhir kali pria itu masih terlihat ramah adalah saat bersama Salsha, tapi setelah putus dengan gadis itu, Aldi berubah menjadi pria yang sok tidak peduli dan cukup dingin.
Dari cara Aldi menceritakan (namakamu) pada Kiki, terlihat sekali bahwa pria itu tertarik dengan gadis ini. Tapi mungkin Aldi masih takut untuk mendekatinya, ia takut bahwa (namakamu) mempunyai sifat yang sama seperti Salsha. 
Kiki tersadar dari lamunannya ketika (namakamu) melambaikan tangan di depan wajahnya.
“Kok lo jadi bengong sih?”
“Gua cuma lagi mikirin apa yang Aldi omongin tentang lo. Dia bilang, akhir-akhir ini lo lagi sering kena masalah, apa itu bener?”
“Segitunya banget ya Aldi ceritain gue ke lo? Gue merasa jadi cukup spesial di mata dia haha”
“Gua serius, (namakamu). Lo beneran lagi sering kena masalah? Kali aja gua sama Aldi bisa bantu kan?”
“Gausah repot-repot, Aldi cuma ngelebih-lebihin tentang itu kok. Setiap orang pasti punya masalah kan? Tapi waktunya aja yang beda-beda dan cara nyelesainnya juga beda. Jadi, biar gua nyelesain masalah gua sendiri dan lo nyelesain masalah lo sendiri.”
“Okay, kita ganti topik. Lo kan cantik, pasti udah punya pacar dong?”
(namakamu) memutar mata malas. “Gue lagi ga sama siapa-siapa, tapi jangan harap kalo lo nembak gue sekarang, gue bakal langsung terima gitu aja!”
Kini gantian Kiki yang memutar matanya malas. “Siapa juga yang mau nembak lo? Kalo misalkan lo lagi ga sama siapa-siapa, bisa dong seandainya Aldi mau coba ngedeketin lo?”
“Lo ngomong apaan sih? Bukannya Aldi masih suka sama mantan kesayangannya—Salsha—ya?”
“Kalo seandainya gua bilang dia udah move on ke lo, apa lo bakal mau dideketin sama dia?”
(namakamu) merasa dirinya harus tersenyum. Jika apa yang dikatakan Kiki adalah benar, dengan senang hati (namakamu) akan menerima Aldi untuk mendekatinya. Dengan senang hati ia akan langsung memutuskan hubungan pacaran pura-puranya dengan Iqbaal. 
Kiki berdeham pelan. “Kalo lo setuju, gua bakal bantu ngatur jadwal ngedate pertama kalian. Gimana?”
Entah kenapa (namakamu) langsung mengangguk cepat dan melupakan perasaan kecewa Iqbaal nantinya. Tapi tidak mungkin juga Iqbaal akan kecewa, toh dua-duanya hanya berpura-pura pacaran. Pasti pria itu lebih memilih untuk sibuk memikirkan bagaimana caranya ia keluar dari friendzone itu.
“Gua harap... lo bisa ngebuat Aldi jadi sosok yang peduli dan ramah lagi, (namakamu)."
"Gua kangen sama senyuman tulus dia, gua ga mau di pergi ke club malem lagi. Dan gua yakin, kalo lo liat dia senyum ataupun ketawa dengan tulus, lo bakal ngerasain kalo lo suka ngeliat dia bahagia.”
(namakamu) mengangkat sebelah alisnya, “Dan gue juga berharap kalo alasan dia senyum ataupun ketawa tulus kayak gitu adalah karena kehadiran gue. Gue pengen dia bahagia karena gue, bukan karena dia udah bisa move on dari Salsha, Ki.”
‘Semoga dengan hadirnya Aldi, bisa buat gue lupa kalo gue bener-bener cinta sama Iqbaal.’
***
Satu hari tidak bertemu dengan (namakamu), membuat Iqbaal nyaris lupa bahwa ia masih punya kehidupan lainnya. 
Ia tidak bisa berhenti memikirkan gadis itu, ia memikirkan kemana gadis itu pergi kemarin. Dan hari ini, ia akan meminta penjelasannya pada (namakamu). Pada gadis yang rambutnya digerai dan sedang mengerjakan pr di sebelahnya ini.
Iqbaal menarik nafas dalam-dalam, (namakamu) terlihat begitu serius dan belum berbicara apapun pada Iqbaal sedari tadi. Pria itu ingin memulai pembicaraan mereka, tapi ia takut jika (namakamu) menjawabnya dengan sinis. 
Ah, otak badger boy pria itu kembali lagi. Ia mengangkat celanannya sedikit ke atas dan mengetuk-ngetukkan sepatunya ke lantai. Ia berharap (namakamu) menoleh dan memberinya tatapan malas.
Dan benar saja, gadis itu menoleh dengan tatapan malas meski tangannya masih menggenggam pulpen dengan erat. Iqbaal tersenyum dalam hati, ia berhasil.
“Apa lo itu punya keahlian khusus untuk gangguin orang ya, Baal?”
“Gua punyanya keahlian khusus buat bahagiain orang, tapi orang itu pura-pura ga bahagia kalo deket sama gua.”
“Ini bukan ajang curhat, tolong banget jangan ganggu gue dulu, Baal.”
“Gua ga bakal ganggu lo, asalkan lo mau ngasih tau kemaren lo pergi kemana. Inget! Kita masih punya status pacaran...” Iqbaal mendekatkan bibirnya ke telinga (namakamu). “pura-pura.”
Sedetik kemudian pria itu menjauhkan kepalanya lagi. Dapat Iqbaal lihat (namakamu) meletakkan pulpennya dan menghela nafas panjang. Ia memutar tubuhnya untuk benar-benar menghadap ke Iqbaal dan melipat kedua tangannya di depan dada. Sepertinya (namakamu) setuju untuk menceritakan kemana ia pergi kemarin.
Dalam hatinya, (namakamu) juga bisa merasakan sedikit rasa senang karena Iqbaal ingin tahu kemana ia pergi. Ingin rasanya (namakamu) berbagi cerita mengenai kakak dari Aldi yang menawari acara date gadis itu dengan Aldi. 
Tapi itu tidak mungkin, rasanya seperti tidak punya harga diri. Lagipula apa Iqbaal mau mendengarkannya? Apa Iqbaal akan peduli padanya? Dan... apakah Iqbaal akan terlihat cemburu jika tahu (namakamu) menyetujui tawaran Kiki itu?
(namakamu) menelan ludahnya lambat-lambat. Seperti yang Iqbaal bilang tadi bahwa mereka masih punya hubungan pacaran pura-pura, sepertinya (namakamu) harus bercerita bahwa minggu besok ia ada acara date dengan Aldi. Agar Iqbaal bisa berjaga-jaga, kalau saja ada teman satu kelas mereka yang melihat (namakamu) dan Aldi sedang berduaan.
“(namakamu), gua ga nyuruh lo buat mikir. Gua nyuruh lo buat ngasih tau kemaren lo kemana, hah?"
"Kan gua bingung kalo seandainya ada yang nanya ‘Baal, pacar lo kemana?’ kalo misalnya gua jawab asal, entar mereka ketemu lo di jalan dan lo jawab asal juga... kan bisa ketauan boongnya!”
Gadis itu menahan senyumnya dengan susah payah. Wajah Iqbaal terlihat tidak sebadger dan semenyebalkan biasanya, ia terlihat agak kekanakkan hari ini.
“Ya maaf, abisnya gue males banget denger suara lo di telepon. Lagian kemaren gaada yang nanyain hal itu ke lo kan? Gue juga ga ketemu sama salah satu siswa di sekolah ini.”
“Terus kemaren lo kemana? Pasti lo ketemu sama seseorang kan? Atau lo ketemu mantan lo di sekolah lama lo itu? Atau lo pergi ke club siang, mabok-mabokkan dan berharap kalo Aldi yang bakal bawa lo ke gua lagi?”
“Pikiran lo kejauhan sumpah. Gue cuma ngunjungin papa, dan lo bener. Gue ketemu seseorang yang mungkin ga lo kenal, tapi dia kenal banget sama Aldi. Kayaknya gue bisa modus buat deketin Aldi lewat seseorang itu.”
Iqbaal melebarkan matanya, tapi ia berusaha untuk tidak terkejut. Iqbaal berharap gadis itu sama sekali tidak bertemu dengan pria yang seumuran dengannya, karena bisa saja (namakamu) tiba-tiba jatuh cinta. Dan yang jelas, pria itu tidak suka ketika (namakamu) menyebutkan nama pria lain—Aldi—di hadapannya.
“LO MAU DEKETIN ALDI?"
"Lo ga mikir kalo yang lain tau? Bisa-bisa hubungan kita ketauan cuma boongan dan apa sih yang lo liat dari Aldi?” 
Iqbaal memutar matanya, melirik sekilas Aldi yang menatapnya dengan cukup dingin. Pria itu mendengar ucapan Iqbaal ternyata. Tapi Iqbaal tidak peduli, ia balas menatap Aldi dengan dingin dan kembali lagi menghadap ke (namakamu). Gadis itu hanya menampakan wajah tak bersalahnya.
“Aldi itu ganteng engga, tapi pinter iya. Dia itu dingin, ga semenarik gua, dia ga bisa nari Touch My Body, kalo pake celana kebesaran, ga punya skill di skateboard, ga suka deketin cewek... Gimana bisa lo tertarik, (namakamu)? Buka mata lo kali!”
“Kok lo sewot banget? Lo pikir gue suka sama cowok yang bisa nari Touch My Body gitu?"
"Terus cowok yang suka mamerin Little Boy-nya secara ga langsung dan secara terang-terangan nanyain ke kepsek kalo dia butuh belaian apa engga?”
Iqbaal memajukan bibirnya beberapa centi, ia menatap gadis itu dengan tajam. 
“Pokoknya gua gamau lo deketin dia, lo cuma boleh deket sama gua.”
“Kenapa cuma harus sama lo? Kemaren gue udah ketemu sama kakaknya Aldi, gue setuju kalo misalkan dia comblangin gue sama Aldi. Jadi, lo ga usah berharap kalo gue bakal selalu deket sama lo. Kita cuma bareng di sekolah, Baal.”
“Apa lo bilang? Lo dicomblangin sama Aldi? Lo itu pacar gua, (namakamu)!” 
Iqbaal membulatkan matanya dan bersuara lebih keras. Bahkan ia langsung menunjuk Aldi dengan telunjuknya dan menatap pria itu dengan tatapan ‘Cowok kayak dia yang kalah jauh sama gua?’. 
(namakamu) gemas dengan sikap pria itu hari ini, segera saja ia memukul telunjuk pria itu dan melempar senyuman minta maaf pada Aldi.
Dan balasan dari Aldi hanyalah... tatapan dingin, sementara itu Salsha hanya keheranan dengan ketiganya. (namakamu) mencubit pinggang Iqbaal pelan, pria itu mengaduh dan masih saja melirik Aldi sinis.
“Bisa ga sih lo ga buat masalah, Baal? Lagian gue seneng kok kalo di comblangin sama Aldi. Gue bakal buat dia jadi es yang mencair kalo lagi sama gue. Dan gue bakal manas-manasin lo yang—“
Tiba-tiba saja Iqbaal meletakkan telapak tangannya di masing-masing pipi (namakamu). Jantung gadis itu langsung berdetak liar dan dia tidak tahu harus melanjutkan ucapannya lagi atau tidak perlu. 
Tapi ia jelas merasakan bahwa cara Iqbaal menggerakkan tangan kirinya masih kaku. Entah kenapa ia jadi ingin menanyakan kenapa tangan pria itu bisa patah. Degupan jantungnya mengalahkan semua rasa penasarannya. Tatapan Iqbaal jauh dari badger yang biasanya, ia tidak lagi terlihat menyebalkan. 
Ia menatap (namakamu) dalam-dalam, dan menggeleng sembari mengatakan, “Lo ga boleh deket sama dia. Lo ga boleh jadi pacar dia.”
Sebelum (namakamu) sempat berucap, Iqbaal langsung mengerucutkan bibirnya sembari mendesis “Syuuttt”. Ia tidak mengizinkan (namakamu) bicara, karena gadis itu bisa merusak momen yang Iqbaal tunggu-tunggu ini.
“Gua tau lo ga peduli sama gua, (namakamu). Gua tau lo sama sekali ga naruh perasaan sama gua, tapi gua mau jujur sama lo.”
‘Jangan bilang kalo lo suka gue, Baal... jangan...’
“Lo tau rasanya ketika lo selalu pengen deket sama seseorang dengan cara yang berbeda?"
"Misalnya dengan ngejailin dia, karena kalo ngedeketin dia secara biasa aja kayak gaada tantangan. Terus lo tau rasanya ketika lo pengen meluk dia tapi keduluan sama orang lain? Atau lo tau rasanya kalo setiap malem pengen nelfon orang itu, tapi takut orang itu makin benci sama lo?”
‘Gue tau, tapi gue yakin itu seseorang yang lo maksud itu bukan gue. Pasti itu cewek lain yang jauh lebih bodoh dibanding gue yang jatuh cinta sama lo, Baal.’
“Apa lo tau rasanya ketika lo selfie di ponsel orang itu, dengan harapan dia mandangin foto lo setiap malemnya?"
"Lo tau rasanya nyoba bilang kalo lo kangen walaupun sehari ga ketemu dia? Lo tau rasanya coba buat dia peka, tapi dia malah ga peduli sama lo?”
“Baal...” 
(namakamu) menurunkan tangan Iqbaal dari pipinya, ia risih dengan tatapan teman-temannya yang curiga mereka sedang ada masalah. “Lo itu kena friendzone sama siapa tapi curhatnya sama siapa.”
“Astaga, (namakamu).” Iqbaal mengacak rambutnya kesal. 
“Apa lo gatau apa-apa tentang yang gua omongin? Apa lo ga ngerasa kalo seseorang yang gua maksud adalah lo? Dan apa lo ga ngerasa kalo gua cemburu setiap lo ngucapin nama Aldi, hah?”
(namakamu) merasakan tenggorokannya tercekat, apa Iqbaal sedang akting seperti ini di depannya? Tapi untuk apa ia akting? Toh mereka sedang tidak mendapat ancaman apa-apa, tapi apa mungkin juga jika pria itu benar-benar menyukainya? Mencintainya?
“Dan apa lo tau rasanya ketika lo baru aja mau bilang lo bener-bener cinta sama seseorang, tapi dia malah cerita ke kita kalo dia mau ngedeketin orang lain?"
"Itu sakit, (namakamu). S-A-K-I-T B-A-N-G-E-T.”

Bersambung...

Sweet Bad DreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang