Prolog

9.1K 220 0
                                    

-02 Maret 2009-

“Iqbaal, Steffi! Kalian harus cepet pergi dari pulau ini, mama ga mau kalian ketangkep sama mafia-mafia itu!” seorang wanita berteriak dengan histeris.

Anak laki-laki yang menggenggam tangan adik perempuannya itu kelihatan ragu. “Gimana sama papa dan mama? Iqbaal gatau harus kemana, Iqbaal takut, ma!” suaranya terdengar bergetar.

“Kamu sama Steffi naik aja kapalnya! Nanti disana kalian bakal ketemu sama kenalan papa! Kamu harus jadi pemberani, Baal. Apapun yang terjadi nanti, Iqbaal tetaplah anak lelaki kesayangan papa dan mama.”

“Pa, Ma... Iqbaal ga mau pergi ninggalin kalian.”

Mama Iqbaal mendekat, lalu merangkul bahu kedua anaknya. Debur ombak di tepi pantai menyentuh kaki mereka, seolah mengucapkan bahwa Iqbaal dan Steffi harus segera pergi.

Belum lagi sebuah kapal kecil yang tadi berlabuh di dermaga pantai sudah hampir pergi lagi. Ada seorang pria berkemeja lengkap dengan dasinya menatap Iqbaal dan Steffi dari dek kapal—ialah kenalan papa Iqbaal yang akan menjaga mereka.

“Kalo Steffi kangen sama papa mama gimana?” anak perempuan itu akhirnya bersuara, air mata sudah mengalir di pipinya.

Papa Iqbaal ikut mendekat, lalu ia mencium dahi kedua anaknya bergantian. “Cukup lihat ke langit dan tersenyum, nak.”

“Sekarang, kalian harus bener-bener pergi.”

“Suatu saat, kalau Tuhan mengizinkan, kita pasti ketemu lagi, sayang...” mama Iqbaal pun akhirnya menangis ketika mendorong punggung kedua anaknya menjauh.

Iqbaal akhirnya tidak mau menoleh lagi ke arah kedua orang tuanya, karena itu akan menyakitkan hatinya. Ia tidak bisa lagi bertemu dengan kedua orang tuanya karena mafia-mafia jahat itu mengejar mereka.

Satu-satunya permintaan dari kedua orang tuanya adalah agar mereka pergi dari pulau ini dan ia harus jadi pemberani. Agar mereka selamat, agar hidup mereka masih bisa berlanjut.

Air mata Iqbaal akhirnya jatuh. Ia terus menarik tangan Steffi yang kelihatan begitu tenang walaupun air matanya mengalir. Iqbaal tidak bisa memikirkan hal itu, mungkin Steffi kelihatan tenang karena dia belum mengerti. Steffi baru berumur tujuh tahun sementara dirinya sudah berusia sepuluh tahun.

'Iqbaal bakal jadi pemberani sekaligus jadi kakak terbaik bagi Steffi demi papa dan mama. Iqbaal janji sama kalian, love you, pa, ma.' batin Iqbaal berucap.

Tanpa perlu Iqbaal dan Steffi lihat, dibelakang sana kedua orang tua mereka sudah menghilang. Mereka diseret secara paksa oleh beberapa pria berpakaian serba hitam dengan headclip dan kacamata hitam. Dan ada sesuatu juga yang Iqbaal tidak perlu tahu mengenai isi hati Steffi.
Wajah anak perempuan itu merona cerah saat Iqbaal masih menggenggam tangannya walau mereka sudah sampai di kapal.

Lalu mereka berdiri di besi pembatas bersama kenalan papa mereka itu.
Tiba-tiba saja Steffi mendongak ke arah Iqbaal yang menatap lurus ke pantai hampa tanpa orang tua mereka. Dan kemudian, gadis itu menyentuh dadanya sendiri karena ada sesuatu yang berdegup kencang disana.

“Steffi cinta kak Iqbaal. Sampe besar nanti kak Iqbaal ga boleh jatuh cinta sama cewek lain, karena cuma Steffi cinta sejati kak Iqbaal. Dan untuk selamanya, Steffi ga akan pernah ngelepasin kak Iqbaal dari genggaman Steffi.” Lirih gadis itu tanpa ada satu orang pun yang mendengar.

Ia meremas jemari Iqbaal meski anak laki-laki itu tidak merespon, lalu ia kembali berlirih. “Selamanya, kak Iqbaal bakalan jadi milik Steffi.” Janjinya pada diri sendiri.

Sweet Bad DreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang