11

1.3K 64 0
                                    

“Seandainya dunia musuhin lo, gua bakal ada di samping lo untuk jadi sahabat, pacar, sekaligus tameng untuk lindungin lo. Cause you’re my Alien, (namakamu).”
Iqbaal pun bangkit dengan bantuan tangan kanannya. Ia meringis sembari memegangi tangan kirinya yang mati rasa, sepertinya ia harus segera ke dokter untuk menggips tulang patahnya. 
Sejauh mata Iqbaal memandang, yang ia dapatkan hanyalah tatapan tidak menyangka, tidak suka, dan juga mengejek. 
Pria itu pantas mendapatkan tatapan seperti itu, tapi ia tidak suka dengan Bella dan Cassie yang malah asik memakan kue dibanding menemani (namakamu).
Ingin rasanya ia menghampiri kedua gadis itu dan memarahi mereka, tapi ia bukan siapa-siapanya (namakamu). Maka Iqbaal lebih memilih untuk keluar dari ballroom ini, dan mengabaikan teriakkan Steffi yang entah muncul dari mana. 
Hati Iqbaal rasanya tercabik-cabik ketika menemukan Karel sedang duduk di lobi bersama kedua temannya. Namun hanya Karel yang memakai kostum, dan ia melempar senyuman miring pada Iqbaal.
Iqbaal mengabaikannya, karena menemui (namakamu) di lahan parkir adalah tujuan utamanya. Ia terus melangkahkan kaki sembari memegangi tangan kirinya, tidak peduli pengunjung hotel heran padanya karena ia mengenakan kostum Batman.
Akan tetapi, saat ia sampai di lahan parkir, ia langsung menghentikan langkah kelimanya sebelum berdiri di depan mobil (namakamu).
Pria itu datang terlambat. Beberapa meter di hadapannya memang ada mobil sport dengan semua ban yang kempes, tapi tetap saja ia terlambat untuk memperbaiki keadaan. Si pemilik mobil sudah berada dalam pelukan orang lain.
“Arghhh! Kenapa dunia ini kejam sama gue?”
“Apa salah gue?”
“Segitukah hinanya gue di mata mereka semua? Di mata Tuhan?”
“Dan mobil itu sialan! Kenapa mobil itu ga bisa ngertiin gue disaat kayak gini? Arrgghhhh!”
(namakamu) meronta-ronta dalam pelukan seseorang itu, rasa marahnya masih belum bisa ditenangkan. Terlihat tangannya yang mengepal dan memukul-mukul pundak pria itu.
Hingga beberapa detik kemudian pria itu menekan tengkuk kepala (namakamu) ke dadanya dan mendekapnya lebih erat. Pukulan (namakamu) memelan, tapi ia masih menjerit-jerit seperti orang kesurupan.
“Gue ga punya salah apa-apa sama Steffi, tapi kenapa dia tega bikin gue malu kayak gini? Gue benci dia, gue benci kakaknya juga!”
DEG
Iqbaal memejamkan matanya ketika (namakamu) mengatakan ia membencinya. Memang sudah seharusnya seperti itu, tapi pengucapannya kali ini berbeda dari hari kemarin. Kini lebih ditekan dan ia mengucapkan sembari menangis, membuat Iqbaal merasa benar-benar bersalah. 
Tapi kenapa Iqbaal harus merasa bersalah? Kalau soal pemutaran video dan kue pedas itu kan dia tidak tahu sama sekali.
“(namakamu), dengerin gua. Sekarang lo tenang dulu, semuanya bakal baik-baik aja. Percaya sama gua, lagipula tadi Iqbaal udah coba belain lo kan? Jadi—“
(namakamu) kembali meronta di dekapan pria itu, tapi pria itu tetap berusaha mendekapnya.
"Jangan pernah ucapin namanya di depan gue lagi, Ald. Gue mohon, gue bener-bener benci dia!”
Aldi mengangguk kecil, (namakamu) dapat merasakannya. Dapat gadis itu rasakan bahwa Aldi mulai mengusap-ngusap punggungnya dengan hangat dan ia mengecup puncak kepala gadis itu. 
Hanya pria itu yang peduli padanya, hanya pria itu yang menyiapkan dadanya untuk (namakamu) tangisi. Kenapa bukan Iqbaal? Kenapa pria itu tidak mencoba mengejarnya atau membuatnya lebih tenang dari amarahnya?
Iqbaal memang pria yang keterlaluan. Kenapa ia tidak memarahi Steffi agar rasa marah (namakamu) sedikit terbalaskan? Kenapa pria itu tidak muncul di depannya untuk meminta maaf? Segitu tidak punya hatikah Iqbaal? (namakamu) benar-benar menyesal pernah bertemu dan berkomunikasi dengan pria itu.
Seharusnya mereka tidak perlu menjadi stranger, kalau bisa tidak perlu saling kenal!
“Aldi... makasih.” Ucap (namakamu) sembari mendongak ke wajah Aldi.
Pria itu merenggangkan pelukannya, lalu ia mengusap air mata (namakamu) dengan jemarinya. Dan saat gadis itu memejamkan matanya, pria itu mengecup kelopak mata (namakamu) bergantian. 
Sayangnya, air mata gadis itu mengalir lagi. Ia memeluk Aldi sebelum pria itu sempat menghapuskan air matanya lagi. (namakamu) membutuhkan dada Aldi saat ini, ia masih ingin menangis.
“Gua ngerti perasaan lo. Dan gua minta maaf, (namakamu).”
“Hiks, maaf kenapa? Lo ga salah—“
“Seharusnya gua ga bawa lo ke rumah Iqbaal waktu itu, pasti kalian ga mungkin ngelakuin hal yang kayak di video tadi. Maafin gua, abisnya gua gatau lagi harus bawa lo kemana."
"Gua ga tau rumah lo, dan di rumah gua ada kakak laki-laki gua. Gua bawa lo ke rumah Iqbaal, karena gua pikir disana ada cewek—Steffi.”
“JANGAN SEBUT NAMA MEREKA LAGI, ALD! HATI GUE SAKIT!”
‘Dan hati gua jauh lebih sakit, (namakamu). Gua peduli sama lo, gua kesini untuk nenangin lo, tapi lo malah sama cowok lain.'
'Bahkan lo benci untuk denger nama gua? Gua harus ngelakuin apa?’
Aldi mengangkat dagu (namakamu) agar mendongak ke arahnya, lalu pria itu menempelkan bibirnya di dahi (namakamu). Menahannya cukup lama sampai tangisannya berubah menjadi isakkan kecil.
Iqbaal yang melihat mereka hanya bisa menghela nafas. Ia punya inisiatif tersendiri untuk memperbaik keadaan, meskipun hanya sedikit. Ia mengeluarkan ponsel dengan tangan kanannya, lalu menelepon seseorang untuk dimintai bantuan.
‘Bengkel HighSix, ada yang bisa kami bantu?’
“Bisa tolong mobil saya yang bannya bocor semua? Karena saya ga bawa satu ban serep pun.”
‘Oh, tentu saja. Kami akan mengirim petugas untuk mengganti bannya. Silahkan sebutkan nama, tempat, dan jenis kendaraan anda.’
“Iqbaal Dhiafakhri. Di lahan parkir hotel Victoria eX, mobil BMW sport merah dengan plat ‘B 1402 N’”
‘Baiklah, petugas kami akan tiba beberapa saat lagi. Be patient’
“Secepatnya saya tunggu, terima kasih.”
Tanpa Iqbaal tahu, ketika ia sedang sibuk dengan ponselnya, pria yang sedang memeluk (namakamu) itu menatapnya dengan dingin. Pria itu tahu bahwa Iqbaal akan menemui (namakamu), maka ia mendahuluinya. Tidak peduli jika Cassie melihat, lagipula gadis itu akan mengerti jika Aldi hanya sedang menenangkan sahabatnya.
Aldi menyunggingkan senyum miring ke arah Iqbaal, yang tanpa sadar (namakamu) mengikuti arah tatapannya. Nafas gadis itu sempat tercekat ketika pria itu berdiri tak jauh darinya. 
Dan dalam waktu beberapa detik, pria itu mengalihkan pandangan dari ponsel. Ia mengalihkan pandangan tepat ke matanya. Ada cukup banyak rasa bersalah yang tergambar di matanya, tapi pria itu langsung membalikkan badan dan pergi meninggalkan lahan parkir.
“Gua bakal memperbaiki keadaan, sekaligus memperbaiki apa yang terjadi diantara kita berdua, (namakamu). Tolong jangan benci gua lagi...” lirih Iqbaal sembari terus berjalan dengan bahu yang lemas.
***
Steffi tidak mau diajak berbicara ketika mereka sampai di rumah. Gadis itu langsung masuk ke dalam kamar dan menguncinya rapat-rapat. Iqbaal tidak bisa berbuat apa-apa. 
Setelah ia pergi ke dokter untuk menggips tangan kirinya, pria itu harus menerima amarah om Patrick yang meledak. Bahkan pria paruh baya itu menendang sofa hingga terbalik di hadapan Iqbaal.
Dan di minggu pagi ini, semuanya berubah drastis dari kebiasaan sebelumnya. Tidak ada om Patrick ataupun Steffi yang makan bersamanya di meja makan. 
Tidak ada suara cempreng Steffi yang menyuruhnya berhati-hati saat mengendarai skateboard keluar rumah. Ah, pria itu tidak mood mengendarai skateboarnya, bahkan ia malas sekali untuk bangun tidur dan keluar dari kamarnya. 
“Gua harus minta penjelasan dari Steffi mengenai video itu. Kenapa dia ga bilang kalo dia liat gua sama (namakamu) di kamar?"
"Kenapa dia nyembunyiin sesuatu yang sama sekali ga keduga sama gua?”
Iqbaal menjambak rambutnya frustasi, ia benar-benar butuh refreshing untuk semua masalah ini. Ia harus punya cara agar keadaannya kembali seperti semula. 
Besok ia sudah bersekolah lagi, maka Iqbaal harus bisa membuat teman-temannya kembali care padanya. Setidaknya membuat mereka tidak memberikan tatapan ilfeel, sinis, tidak percaya, atau jenis tatapan buruk lainnya.
Dalam satu tarikan nafas, pria itu mengetikkan sesuatu di ponselnya. Ia mengirimi seseorang pesan singkat, yang mungkin saja bisa sedikit mengobati luka di hatinya. Iqbaal berharap seseorang disana itu juga tengah memikirkan keadaannya, dan mau membalas pesannya.
Pria itu memilih untuk kembali ke dalam kamarnya. Ia mengeluarkan gitar akustik yang selama ini ia simpan dalam lemari. Sudah cukup lama ia tidak memainkan gitar itu semenjak ia mendalami teknik skateboard.
Sekarang, pria itu memangku gitarnya sembari bersandar pada badan kasur. Ia menyiapkan kamera ponsel di hadapannya untuk merekam, seperti kebiasaannya satu tahun lalu.
Iqbaal mencoba memetik senar gitarnya terlebih dahulu, lalu membenarkan nada-nada yang sumbang. Dulu, ia hafal sekali chord gitar dan lagu ini, tapi mungkin sekarang ia sudah lupa beberapa nadanya. 
Sebelumnya, pria itu pernah merekam ia sedang mengcover lagu seseorang dan diupload ke youtube dengan akun ‘Baale1999’. Ia akan melakukannya lagi, tidak peduli dengan viewers atau komen orang nantinya.
Ia menekan tombol rekam video sekarang.
JRENG JRENG
“Halo guys, ketemu lagi sama gua Iqbaal Dhiafakhri."
"Kali ini gua bakal ngecover lagu dari band kesukaan gua yang namanya Blink 182. And here you go for ‘I Miss You’! Enjoyyy”
‘Don’t waste your time on me
You’re already
The voice inside my head
I miss you, I miss you’
Sebelum Iqbaal mengakhiri lagu yang berdurasi 3 menitan itu, ia mengedipkan sebelah mata ke arah kamera. Hanya bonus untuk mereka yang bersedia memutar videonya di youtube nanti.
Tapi ia juga berharap kedipan matanya itu dapat meluluhkan seseorang yang sebelumnya sudah ia beritahu untuk menunggu videonya diupload.
“Dan buat seseorang yang nonton gua disana, gua bener-bener kangen lo. Wait for next cover guys, thank you.”
Beberapa menit setelah Iqbaal mengupload video itu ke youtube, ponselnya berdering tanda pesan masuk. 
Awalnya ia malas membuka isinya, namun setelah membaca nama si pengirim, semangatnya langsung membara. Ia tersenyum dan membaca pesan itu sembari terlentang di kasurnya.
‘From : (namakamu) Love kiss emotikon
Maaf lo belum gue terima, tapi gue hargai cara lo minta maafnya—yaitu dengan upload video cover lo dan ngetag inisial nama gue di judulnya. Sumpah, gue benci banget sama lo smile emotikon ‘
***
“Seharusnya lo percaya gue dari awal.”
“Gua minta maaf, karena mau gimanapun dia adik gua, (namakamu). Dia satu-satunya keluarga yang gua miliki dan yang bisa gua percaya.”
“Tapi nyatanya? Kepercayaan lo disia-siain gitu aja kan?”
“Ayolah, tinggal maafin gua aja apa susahnya sih? Gua udah coba cara ini-itu untuk dapetin maaf lo, tapi... kenapa lo tetep ga mau maafin gua?”
“Hahaha” (namakamu) tertawa sinis. 
“Gue juga udah coba cara ini-itu supaya temen-temen kita percaya kalo yang ada di video itu cuma salah paham. Tapi kenapa mereka ga mau percaya juga?”
“Itu beda masalahnya, (namakamu). Kalo lo maafin gua, gua bakal bantu kita—lo dan gua—keluar dari masalah ini."
"Gua bakal buat mereka percaya kalo kita sama-sama mabok waktu itu. Gua bisa buat mereka kembali kayak dulu.”
(namakamu) menatap Iqbaal cukup intens, mereka membolos pelajaran kedua di hari ini. Sekarang, mereka berada di kantin dengan beberapa kursi yang terisi oleh siswa yang malas belajar. Keduanya juga bisa dikategorikan siswa malas belajar, lagipula keadaan kelas tidak mendukung. 
Semua siswa di kelas seolah tidak menganggap keberadaan mereka, namun membicarakan keduanya dengan suara yang dibesar-besarkan.
Tatapan sinis selalu didapatkan keduanya, mereka benar-benar merasa terhina jika berada di kelas. Iqbaal sempat punya ide agar keduanya pindah sekolah, namun (namakamu) menolak karena sang mama tidak setuju.
Iqbaal menghela nafas, masih adakah cara yang dapat dilakukan untuk membuat teman-temannya kembali seperti semula?
“Emang lo udah mikirin cara untuk ngebuat mereka balik lagi kayak dulu, hah?”
Iqbaal menaikkan sebelah alis sembari menggigit bibir bawahnya, ciri-ciri orang yang belum menyiapkan rencana apa-apa. (namakamu) memutar matanya dengan malas. Pria yang tiga kancing kemeja teratasnya terbuka ini memang menyebalkan. 
Gadis itu tidak akan mau berbicara dengannya lagi kalau saja tadi Iqbaal tidak mengancam ‘Lo harus mau ngomong sama gua, (namakamu). Atau gua bakal nari Touch My Body di depan lo? Bahkan di depan anak-anak kelas!’.
Iqbaal menjentikkan jarinya di depan wajah (namakamu), pria itu tersenyum miring. 
“Kita berlagak jadi pahlawan aja di kelas.”
“Maksud lo?” (namakamu) mengernyitkan dahinya.
“Ya, jadi kita bikin teror palsu untuk kelas kita sendiri. Terus kita jadi pahlawan dengan cara mecahin teror itu, pasti mereka bakal balik kayak dulu lagi sama kita."
"Seenggaknya mereka bakal terpesona dan bangga dengan kehadiran gua di kelas itu.” jelas Iqbaal yang diakhiri dengan menyeruput es tehnya.
(namakamu) mengangguk pelan dan tersenyum lebar. Iqbaal yang melihat idenya sepertinya disetujui oleh gadis itu, ikut tersenyum lebar. Namun beberapa saat kemudian (namakamu) langsung menarik kerah baju pria itu, dan menatap matanya dengan sangat mengerikan.
“LO ITU MAU NYELESAIN MASALAH ATAU NAMBAH MASALAH BARU, HAH?”
Iqbaal menepis tangan (namakamu) dari kerah bajunya, senyuman lebar pria itu berubah menjadi seringaian tajam. Ia melipat kedua tangan di depan dada sembari menatap (namakamu) yang mengangkat sebelah alis ke arahnya.
“Gua udah duga kalo lo bakal pura-pura setuju, tapi tau-tau narik kerah baju gua.” Kata Iqbaal. “gua punya plan yang jauh lebih baik.”
“Apa?”
Iqbaal mendesah kecil, ia mengetuk-ngetukkan sepatunya ke tanah. Berusaha mengulur waktu agar (namakamu) merasa penasaran. 
Tapi sayangnya gadis itu tidak merasa penasaran sedikit pun. (namakamu) mendengus dan langsung mengeluarkan ponsel dari saku kemejanya, ia tidak menghiraukan Iqbaal.
“Okay, (namakamu). Plan-nya adalah..."
"Kita harus berlaku sebagai orang pacaran di kelas. Dengan begitu mau mereka bilang kita menjijikkan pun gapapa, karena kita punya satu alasan untuk ciuman, pelukan, nari bareng, jalan bareng, atau pake kostum couple—dan alasan itu adalah kita pacaran, siapa yang mau ngeles lagi?”
Raut wajah (namakamu) berubah terkejut, ia menjatuhkan ponselnya ke atas meja kantin. Ia menatap Iqbaal sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. 
Haruskah mereka berlaku seperti orang berpacaran? Bukannya itu membuat teman-teman mereka semakin ilfeel? Apa Iqbaal masih punya otak untuk menjalankan plan keduanya itu?
“Lo gil—“
“Masih inget peraturan ketua kelas kan?”
Iqbaal menghembuskan nafas panjang, lalu ia memajukan kepalanya ke arah telinga (namakamu).
“Setiap bawahan harus mau mendengar ucapan sang raja, (namakamu).”
Seketika, bulu kuduk (namakamu) merinding. Iqbaal membisikkan kalimat itu dengan penuh penekanan dan desahan, bagaimana mungkin (namakamu) tidak ilfeel dengan sikapnya? Tapi mau bagaimana lagi, gadis itu harus mengikuti plan yang dimaksud Iqbaal. Ini demi kebaikan keduanya, meski (namakamu) tidak yakin reaksi teman-temannya akan baik.
“Kapan lo mau ngakuin ke mereka kalo kita—pura-pura—pacaran?”
“Lebih cepat, lebih baik. Tapi sebelumnya, lo deal kan kalo kita harus pura-pura pacaran nantinya?”
“Ya...” jawab (namakamu) singkat dan datar.
“Kalo gitu, cium pipi gua sebagai tanda kalo lo deal.” 
Iqbaal menampakkan senyum menggodanya. “dan satu lagi, Iqbaal Dhiafakhri tidak akan menerima penolakkan dalam bentuk apapun.”
***
Iqbaal menggenggam tangan (namakamu) saat mereka memasuki kelas. Meski agak gugup, (namakamu) menyembunyikan rona pipinya dari hadapan Iqbaal. 
Ia tegaskan dalam hati bahwa ia tidak akan takluk pada Iqbaal, mereka hanya berpura-pura pacaran. Sekalipun mereka sudah berciuman, saling menggenggam, sering mengobrol, tidak akan membuat (namakamu) jatuh cinta pada pria itu.
Dan suasana kelas yang tadinya ramai, berubah hening saat keduanya masuk ke dalam kelas. Tatapan tajam kembali dijatuhkan pada keduanya, tapi mereka tidak akan merasa sebal lagi seperti tadi. 
“EKHEM... EKHEM... Guys, gua minta perhatian kalian sebentar.”
Iqbaal berdeham keras, ia tetap menggenggam tangan (namakamu) dan berdiri di tengah-tengah kelas. Semua pandangan tertuju pada mereka, karena bagaimana pun Iqbaal masih cukup dihormati sebagai ketua kelas.
(namakamu) dapat merasakan tatapan dari Dianty, Salsha, dan BD yang agak dingin. Namun gadis berusaha menahan diri untuk meluapkan rasa kesalnya, plan antara dirinya dan Iqbaal ini harus segera dijalankan.
“Kalo lo mau kita semua liat lo ciuman di depan kelas, kita ga bakal sudi, Baal!” 
“Siapa juga yang mau ciuman? Bilang aja kalo lo pengen gua cium disini.” Jawab Iqbaal dengan tatapan remeh.
“Langsung to the point aja, buang waktu tau ga?”
“Gua cuma mau kasih kalian penjelasan...”
“Buat apa? Jelas-jelas kemaren kita liat di video itu kalo si (namakamu) jalang udah—“
(namakamu) membulatkan matanya, “GUE BUKAN JALANG! Jaga ya mulut lo!” ia menunjuk marah gadis populer yang baru saja tertawa sinis padanya.
Iqbaal mengeratkan genggamannya pada (namakamu), bermaksud menyuruh gadis itu tenang. Tapi siapa sih yang tidak akan marah kalo dirinya dipanggil jalang? Okay, gadis itu harus menahan emosinya kalau ingin masalah ini cepat selesai.
“Masalah video itu. Sebenernya, (namakamu) sama sekali ga niat untuk nyium gua. Asal kalian tahu, sebelum dia nyium gua, kita sama-sama minum alkohol karena masalah keluarga masing-masing."
"Gua emang masih pacaran sama Fay, tapi lo tau kalo gua ini badger? Gua ga terlalu serius sama dia, karena dia ga bisa ngasih solusi ataupun hibur gua disaat ada masalah.”
Iqbaal membasahi bibirnya sejenak, ia tahu teman-temannya masih jengkel terhadapnya. Terlihat dari wajah mereka yang mengatakan ‘Bullshit’ terhadap Iqbaal.
“Dan kenapa (namakamu) ada di kamar gua? Karena... gua yang minta dia untuk dateng ke rumah.” ucap Iqbaal sambil memejamkan matanya, ia harap apa yang ia ucapkan itu tidak memberi dampak buruk nantinya.
“Gua yang salah. Seharusnya gua juga gausah bales ciuman dia, tapi lo tau gimana rasanya mabok? Lo lupa segalanya! Lupa apa yang lagi terjadi, dan ga peduli sama akibatnya."
"Gua harap kalian ngerti perasaan kita. Disini gua mau bilang kalo, kita udah resmi pacaran. Setelah ciuman itu, gua nembak dia dan udah pasti diterima. Kebetulan besoknya Fay minta putus, jadi gua iyain aja.”
“Ohhhhh” beberapa dari teman Iqbaal mulai percaya, dan tatapan mereka terlihat melunak.
“Terus gimana sama (namakamu) yang nari TMB dengan seksinya di depan lo?”
Iqbaal menggigit bibirnya, ia lupa akan hal itu. Namun, (namakamu) balik meremas tangannya dan pura-pura terkekeh kecil. 
“K-kalo itu, sebenernya kita mau ikut kontes dance cover di suatu acara. I-iya kan, Baal?”
“Enggg” Iqbaal menyengir polos. “gua emang cowok, tapi ya ga ada salahnya kan kalo gua suka nari Touch My Body?”
“BAHAHAHAHAHAHAHA”
“BUKTIIN! BUKTIIN! BUKTIIN!”
(namakamu) berbisik di telinga Iqbaal, “Lo bisa nari TMB kan, Baal? Waktu di ruang seni kan lo juga ikut nari?”
Iqbaal menelan ludahnya lambat-lambat, ia senang tapi sedih juga. Teman-temannya sudah mulai memberikan tatapan bercanda padanya, dan mereka mulai melemparkan senyum pada Iqbaal. 
Tapi Iqbaal diminta untuk membuktikan tarian TMB itu dihadapan mereka. Image-nya sebagai Badger boy hancur sudah, tapi bagaimana lagi agar mereka bisa kembali bersikap biasa seperti dulu?
Sebelum Iqbaal menjawab, (namakamu) langsung berucap. “Nyalain musiknya dulu aja... Iqbaal emang agak pemalu, dia kan badger boy hahaha”
Dan dalam waktu beberapa detik, tubuh Iqbaal langsung menegang. (namakamu) melepaskan genggaman tangannya dan mendorong tubuhnya agar bergoyang. Iqbaal menghirup nafas sedalam-dalamnya, ia menyesal sudah membiarkan (namakamu) menjawab tentang Touch My Body itu.
“Demi kita, Baal. Lo mau semuanya percaya kan kalo—“
“Okay. Demi K-I-T-A.”
“Touch my body urin jogeumssik ppareuge 
Oh everybody pureun haneul boda nopi jigeum
i rideumi joha tteugeoun taeyangarae neowana 
My body body Touch ma body”
Lagunya memang membuat kita semua ingin menari. Karena siswa-siswa yang duduk juga menggerakan tubuh seirama dengan musiknya.
Tanpa sadar Iqbaal mulai menggerakan bagian tubuhnya. Bermula dari sekitar pinggul, lalu dadanya yang bidang, sampai ia memutar badan dan mengibas rambutnya.
Sejujurnya, Iqbaal menghafalkan tarian itu sejak (namakamu) memeragakan pertama kali di depannya. Tidak sia-sia jika ia lumayan hafal dan punya pesona yang menggoda. 
Karena hanya dengan menggigit bibir, mengedipkan mata, mengangkat dagu tinggi-tinggi, dan membuka seluruh kancing seragamnya... para gadis-gadis itu langsung histeris.
“My body body Touch ma body 
Touch ma body My body 
My body yeah
My body My body”
Iqbaal mengakhiri tariannya itu dengan menjilat bibir bawahnya dan mengusap leher belakangnya yang basah. Ia juga mengucapkan
"Touch My Body, girlssss” 
Diiringi dengan desahan yang membuat teriakan para gadis di kelas itu memecahkan telinga. Begitu pula dengan (namakamu). Ia berjalan mendekat ke arah Iqbaal dan menyentuh dada pria itu dengan senyuman manis.
“And I will touch you first, Baal.”

Bersambung...

Sweet Bad DreamsWhere stories live. Discover now