Bab 15

15.7K 1.5K 51
                                    

Teruntuk kalian yang suka dibilang emak-emak padahal umur belum 20 tahun, jangan minder.
Itu kecantikanmu yang cuman bisa dilihat oleh orang-orang matang dan mapan bukan oleh para pemotek hati.

-SV2E (Stella Versi Emak-emak)-

>><<

Ludes, des, des! Semua makanan habis dan berakhir di pencernaan Gi maupun Aria. Gi senang karena Aria tidak ada jaim-jaimnya selama bersamanya. Muramnya Aria sudah hilang ketika Gi mengajaknya bergosip tentang apa saja yang ia ketahui. Sesekali Gi menceritakan jatuh bangunnya selama ini.

Aria menjadi tahu kalau apa yang Gi dapatkan itu adalah murni jerih payahnya. Walau Gi lahir di keluarga yang berkecukupan, Gi tak mau manja. Begitu lulus S1 dia langsung mengajar di SMP tempat Aria sekolah dulu. Maunya mengajar di SMP Jakarta namun ditolak karena salah satu pelamar masih ada hubungan dengan pihak sekolah, Gi ditolak dan berakhir kembali ke Samarinda.

Merasa kurang puas dengan apa yang ia dapatkan sekarang, ia memilih lanjut kuliah ketika Aria masih duduk di kelas 7 semseter dua. Selama menimba ilmu, ia menjadi guru les untuk menambah uang jajan. Selesai kuliah S2 ia mencoba mengajukan diri menjadi dosen namun lagi-lagi ditolak. Gi memberi batas waktu bila satu tahun dari wisuda magister ia tak kunjung mendapat pekerjaan lebih tetap, Gi akan kembali sekolah. Dan Tuhan lebih berkenan Gi untuk melanjutkan S3.

Selama sekolah pun, Gi kembali memasang target. Bila tidak mendapatkan pekerjaan di sana, Gi akan kembali ke Indonesia dan membuka usaha tempat les dengan modal pinjaman dari bank. Namun Tuhan berencana lain, Gi dipanggil bekerja di universitas swasta Tangerang yang namanya sudah dikenal masyarakat Indonesia dan tanpa pikir panjang Gi menerima penawaran itu hingga seperti sekarang. Menjadi dosen tetap dan calon kandidat ketua jurusan. Aria cuman bisa kagum dengan semangat Gi. Pantang menyerah hingga ia bisa merasakan buah dari keringatnya.

"Apa sih yang bikin Bapak tu ngebet banget sekolah? Biasanya orang merasa cukup S2," tanya Aria.

"Ya. Karena masih nganggur gak jelas. Cuman jadi guru les, bisa hidup sih bisa. Tapi masa iya penghasilan cuman dari situ? Saya mikirnya kalau cuman jadi guru les, belum ngelamar saya udah ditolak jadi mantu. Jadi saya pasang target, belum kerja? Sekolah lagi."

"Kalau seandainya, pas lulus S3 gak dapat tawaran kerja. Masa iya Bapak sekolah lagi?"

"Ya. Saya ngelamar kerja atau coba ikut seleksi PNS."

Gi kembali minum minumannya lalu menatap Aria yang masih terpukau. "Jelas banget ya masa depan, Bapak? Udah ditata gitu sampe mikir cadangannya."

Gi tersenyum lembut. "Harus, Ia. Saya laki-kaki. Harus punya visi misi yang jelas supaya kalau sudah berumahtangga saya tahu harus ngapain aja supaya keluarga saya sejahtera sampai anak nanti lulus kuliah."

Aria menatap Gi sedikit lekat. Merasa tertarik dengan jawaban Gi tadi, Aria malah menjadi kepo dengan keinginan Gi mengenai hidup berkeluarga.

"Berarti Bapak ada planning dong untuk kehidupan keluarga Bapak sendiri sekarang?"

"Ada." Gi menyengir menampilkan senyum manis yang bisa membuat orang melihatnya senang sendiri.

"Plannya apaan?"

"Anak kalau bisa cuman dua, paling banyak. Nanti kalau anak sekolah yang bahasa pengantarnya Inggris, bukan karena gak cinta bahasa sendiri. Tapi biar dia lancar dan bisa sekolah ke luar negri, kalau bisa. Dua tahun sekali bisa ngajak keluarga liburan ke mana gitu, buat quality time." Gi membagi rencananya.

Pesawat KertasWhere stories live. Discover now