[Jennar] Pembuktian

91.4K 4.3K 156
                                    

Inhale.

Exhale.

Inhale.

Exhale.

Aku memijit pelipisku sambil melakukan hal tersebut. Lama kelamaan aku jadi bisa sedikit rileks daripada saat di lift tadi.

Jujur, hari pertama bekerja yang sangat emosional. Anggap aku kekanak-kanakkan, tapi aku benar-benar nggak suka Azel yang menganggap "mimpi make out"-nya itu. Bicaranya sangat enteng seakan itu hanya mimpi biasa atau sekedar wet dream.

Bah!

Belum lagi dengan kata-katanya di lift tadi. Kenapa sih dia jadi seperti itu? Hanya karena aku diam? Memangnya apa bedanya kalau aku bicara terus atau diam? Aku hanya ingin dia memikirkan kejadian semalan dengan diamnya aku. Tapi kurasa salah, karena pemikiran perempuan dan lelaki itu benar-benar beda.

Sekarang, apa yang harus aku lakukan?

"Bengong mulu, Neng."

Aku mendelik kesal pada si pengganggu lamunanku. Siapa lagi kalo bukan Jose--teman satu firma hukumku, dimana tempat kami berdua bekerja sebagai pengacara. "Ngapain lo di sini? Bukannya udah pindah ke Wisala Group?"

Jose nyengir lebar sambil duduk di hadapanku dengan santai. Jose memang dua bulan ini ditarik ke Wisala Group untuk menjadi legal consultant dalam waktu sementara. "Pengen ngeliat temen gue yang baru masuk setelah honeymoon."

"Halah, basi," tukasku malas. Jujur, aku sedang malas berinteraksi dengan siapapun.

Untung saja jadwal temuku dengan Desy itu besok. Aku nggak bisa membayangkan bagaimana aku harus memasang berlapis-lapis topeng untuk menutupi wajahku yang muram.

"Lo kenapa sih? Malam pertama nggak berjalan lancar?" tanya Jose dengan kepo--terbukti dengan kedua alis yang diangkat naik seakan sebuah kode untukku bercerita padanya.

"Maaf ya, malam pertama itu bukan konsumsi publik."

"Bilang aja kalo nggak berhasil." ejeknya.

"Terserah lo."

"Tumben lo ganti penampilan begini."

Aku menghentikan kegiatanku yang tadinya sedang meneliti dokumenku. Aku menghela napas. Bukan Jose yang pertama kali mengatakan hal tersebut. Kulepas boleroku dan menaruhnya dengan asal di atas tasku. "Pengen ganti style aja. Bosen begitu-gitu doang."

"Hm, usaha pembuktian, eh?"

"Gue nggak merasa harus membuktikan apapun," sahutku dengan datar.

Namun di kepala Jose pasti sudah bersarang berbagai hipotesa nyelenehnya itu. Ya, aku nggak bisa melarang dia untuk berpikir apapun. Tapi yang pasti, aku berubah seperti ini bukan untuk siapa-siapa dan apa-apa. Hanya saja, dengan banyaknya kejadian tak terduga di hidupku, aku berpikir mungkin dengan mengganti style-ku bisa membuat diriku merasa seperti baru dan lebih tenang.

Dan yeah, aku nggak merasa risih kok dengan memakai rok--bukannya celana panjang yang biasa kupakai.

"Lo berubah gini biar Azel nyadar kan kalo lo itu worth it dari semua cewek di muka bumi ini?"

"Astaga, alasan paling konyol sepanjang masa."

"Atau," Jose mengusap dagunya perlahan, berlagak berpikir sebelum kembali berkata, "lo berubah untuk membuktikan pada diri lo sendiri--kalau lo bisa lebih dari cewek yang ada di masa lalu Azel."

Kali ini aku tertawa, tapi aku tau kalau tawaku itu sumbang dan sangat ketahuan kalau itu palsu. Walaupun tidak benar sepenuhnya, pernyataan tersebut benar-benar menohokku. Benarkah aku seperti itu?

A Little AgreementWhere stories live. Discover now