[Azel] Jangan Pergi dari Gue

101K 4.6K 150
                                    

♡♡♡ AZEL ♡♡♡

Pasti ada yang nggak beres.

Mungkin kata-kataku sebelum tadi meninggalkan Jennar yang membuatnya hanya diam tanpa bicara sedikitpun. Atau mungkin ini semua karena Rendra?

Aku nggak tau, dan aku benci untuk menebak-nebak perasaan seseorang. Satu detik kita bisa menebak bahwa dia bahagia, satu detik berikutnya ia akan menangis pilu. Maka dari itu, aku terlalu ekspresif karena aku benci jika harus menebak-nebak perasaan seseorang.

Tak bisakah Jennar seperti itu? Setidaknya, tunjukkan apa yang ia rasakan. Apa dikiranya aku nggak mau membantu dia? Apa dikiranya karena kami ini partner in crime berlabel suami-istri, aku akan membiarkannya mengurus perasaannya sendiri?

Nggak, aku nggak seperti itu. Dan harus dengan cara apalagi aku meyakinkan Jennar? Seabsurd apapun alasan kami menikah, aku sudah bertekad untuk menjadikan pernikahan kami senormal seharusnya. Langkah pertama untuk mewujudkan hal itu adalah dengan terbuka atas perasaaan masing-masing.

"Makan dulu ya, Jen?"

Jennar hanya mengangguk, aku menghela napas lalu mengarahkan mobilku ke arah Kemang menuju restoran favorit kami berdua. "Gue nggak suka lo diem kayak gini," gumamku sambil menyalakan music player mobil.

Terdengar Jennar mengembuskan napasnya berat lalu bergumam. "Terus lo mau gue kayak gimana? Diem dulu ah, Zel. Gue lagi pengen diem."

"Tadi Rendra ngomong apaan aja emang sama lo? Dia nyatain perasaannya?"

"..."

"Jen?" panggilku ketika tidak mendengar suaranya sama sekali untuk menjawab pertanyaan asalku itu.

Lampu mobil yang sengaja kunyalakan jelas membantuku untuk melihat setetes air mata yang muncul di sudut kelopak matanya. Satu tanganku hendak menghapus air matanya namun Jennar lebih cepat. Ia menghapus setitik air mata itu sambil tetap menatap ke arah jalanan yang macet karena ini adalah jam pulang kantor.

"Nangis kalo lo mau nangis, Jen."

"I don't need that. Jangan bertindak seakan gue selemah itu deh. Kalo lo begini karena kemaren liat gue nangis, lo salah berpikir berarti. Kemaren gue cuma capek aja, makanya lebih sensi."

"Bull." tukasku.

"Whatever, Clumsy."

"You should know that you are beautiful when you get mad on me. Apalagi kalo lo ngatain gue clumsy, entah kenapa gue makin clumsy karena ngeliat lo yang jadi seksi dan... rawwr gitu."

"Gombal, amit-amit ih."

Aku tertawa, larut dalam tawa Jennar akibat kata-kataku barusan. Terserah dia mau jijik atau menganggap gombal kata-kataku barusan. Tapi setidaknya, apa yang aku katakan itu adalah benar adanya.

Sebodoh apapun aku di matanya, aku tetap suka melihatnya tertawa.

♥♥♥

Mau tak mau senyum itu tentu menular padaku. Kali ini kami sedang menikmati makan malam di rumah. Iya, setelah di mobil tadi Jennar berhasil tertawa dan awan mendung menyingkir dari benaknya, Jennar meminta untuk pergi ke supermarket dan makan malam di rumah.

Sebelumnya aku sering makan masakan Jennar--saat SMA dulu ia sering membawa bekal masakannya dan saat bekerja kami sering makan malam di apartemennya. Tapi aku selalu suka masakannya. Brokoli yang paling kubenci entah bagaimana ceritanya bisa jadi sangat enak ketika dia yang masak.

...

...

Tunggu, apa kata-kataku barusan terdengar seperti orang yang sedang... err, jatuh cinta?

A Little AgreementWhere stories live. Discover now