[Jennar] Mabuk

93.1K 4.2K 138
                                    

"Ya, besok gue hubungin lagi."

...

"Selamat malam--"

"Zel?"

Sepertinya kata-kata Azel terputus karena aku memanggilnya. Azel yang berdiri di balkon kamar memunggungiku dengan cepat menjauhkan ponselnya dan berbalik. Mungkin tadi ada temannya yang menelepon. Tapi siapa juga yang menelepon nyaris tengah malam begini?

"Kenapa, Pumpkin?" tanya Azel sambil beranjak duduk di sebelahku.

Aku menggeleng kecil dan meraih segelas air mineral. Setelah menandaskan satu gelas, aku kembali menatap Azel yang kini tengah melamun.

"Nggak tidur?" tanyaku. "Katanya tadi mau nyelesein kerjaan. Udah selesai?"

Azel menggeleng, pandangannya terlihat tak fokus saat aku bertanya padanya. Apa ada masalah dengan pekerjaannya?

"Sedikit lagi," jawabnya. "lanjut tidur lagi. Kamu baru tidur satu jam."

Aku mengangguk mengiyakan. Azel menyelimutiku hingga dagu dan mengecup keningku. "Good night, Pumpkin."

Dan tak harus menunggu lama, aku langsung terlelap kembali.

♥♥♥

"Aku pergi dulu ya."

"Mau kemana?" tanyaku dengan heran ketika melihatnya sudah rapi.

Azel tidak menjawabku, hanya menghampiriku yang sedang sibuk membalas SMS mertua dan orangtuaku yang menanyakan kabar kami. Azel beranjak duduk di sebelahku, dagunya diletakkan di bahuku untuk mengintip layar ponselku.

"Mereka nanyain cucu?" tanya Azel yang dijawabku oleh dengusan kecil.

"Ya gitu deh."

"Ya udah ayo bikin," ajak Azel dengan semangat. Membuatku langsung menjauh darinya hanya untuk menjitak kepalanya.

"Kamu nih mainnya kekerasan gini sih," gerutunya. "kalo aku bales jitak kamu gimana?"

"Ya nggak apa-apa," sahutku sambil mengedikkan bahu. "peremouan jaman sekarang nggak selemah yang kamu kira lho. Makanya, jangan suka menindas perempuan seenaknya."

Azel tertawa dan meraih pinggangku, memelukku dengan erat sambil mencium kedua pipiku. "Aku nggak suka main kekerasan, Pumpkin."

"Bagus lah."

"Tapi..."

"Apa?"

Aku menoleh ke arahnya, sekarang raut wajah Azel terlihat serius. "Tadi malem Desy nelepon aku."

Aku tercekat, siapa juga yang nggak kaget kalau perempuan yang dicintai suamimu ternyata menghubungi suamimu lagi?

Tapi aku cepat-cepat memasang ekspresi yang netral, supaya Azel tidak menyadari setitik kegelisahan yang entah bagaimana sekarang sedang mencoba menggerogotiku.

"Dia... minta bantuan ke kita--terutama kamu."

Aku menaikkan sebelah alisku sambil menunjuk ke diriku sendiri. "Aku?"

"Dia mau bercerai dan mau kamu yang jadi pengacaranya di persidangannya nanti."

Kalau dia mau aku yang jadi pengacaranya, kenapa dia menghubungi Azel? Sejak kapan Azel jadi asisten atau juru bicaraku?

Walaupun ada berbagai pertanyaan mengenai itu yang mengusikku, aku tetap memilih untuk bersikap biasa. "Dia yang mau cerai? Bukannya Desy sama suaminya itu baru nikah empat tahun ya?"

Kini Azel mengelus rambutku perlahan laku menyahut pelan. "Kan aku udah bilang, waktu bukan penentu segalanya, Pumpkin."

"Ya iya sih, mungkin lebih baik kalau nanti aku yang hubungin dia langsung."

A Little AgreementWhere stories live. Discover now