Prolog

86.2K 4.3K 54
                                    

Setiap orang pasti punya kriteria ideal untuk pasangannya, dan seiring bertambahnya umur dan tambahnya pengalaman hidup, berubah juga pandanganku tentang pria.

Misalnya karena umur. Waktu kecil karena sering melihat film-film Barbie atau cerita dongeng lainnya, seperti cinderella, putri salju, putri tidur, dan putri lainnya. Terkadang aku berharap ada seorang pangeran yang datang menyelamatkan aku dengan kuda putihnya. Atau membangunkan aku dengan cinta sejatinya. Tapi diantara cerita para putri itu aku lebih menyukai putri Jasmine dari film Aladdin. Dan kalau disuruh memilih ingin jadi putri yang seperti apa, aku ingin menjadi putri Jasmine.

Alasannya, karena aku enggak mau jadi pembantu untuk ibu tiri dan kakak-kakak tiri yang jahat. Aku enggak mau diberi apel beracun. Aku enggak mau dikutuk untuk tidur selama-lamanya. Aku juga enggak mau tinggal bersama monster, meskipun dia sebenarnya adalah seorang pangeran tampan sekalipun. Dan aku juga enggak mau jadi putri duyung. Alasannya sederhana, karena aku enggak bisa berenang.

Tapi meski aku ingin jadi putri Jasmine, bukan berarti aku mau dinikahi secara paksa dengan pria jelek penggila kekuasaan. Cuman, kalau dilihat dari segi bagaimana para putri berjuang untuk hidupnya, aku lebih memilih ketangguhan putri Jasmine.

Walaupun ada orang yang beranggapan putri Jasmine terlalu berani dan sedikit agak kasar dibanding putri-putri lain yang selalu digambarkan lemah lembut dan feminim, tapi aku menyukai keberaniannya itu.

Alasan lain aku menyukai putri Jasmine adalah karena aku ingin mempunyai kucing besar seperti Rajah. Dan aku juga lebih memilih pangeran dengan karpet terbang dibanding kuda putih. Wuiiisss... Bisa terbang kemanapun!

Tapi untuk pangeran sendiri, aku enggak punya pangeran yang menjadi tipe ideal aku. Sayangnya, meskipun aku menyukai putri Jasmine, aku enggak jatuh cinta dengan Aladdin seperti putri Jasmine. Pangeran Aladdin sendiri sebenarnya bukan seorang pangeran, tapi karena dia mempunyai jin dan lampu ajaibnya Aladdin bisa menjadi pangeran meski cuman sementara.

Semakin bertambah umur, cerita putri-putri itu hanya jadi bagian masa lalu saja. Dan aku semakin mengerti bahwa menemukan seseorang yang sangat mencintai kamu bagaikan dialah belahan jiwa kamu itu enggak semudah di cerita dongeng. Karena itu kriteria pria ideal untuk aku juga jadi berubah menjadi lebih manusiawi dan sama sekali enggak perlu ada aura seorang pangeran.

Orang bilang kesalahan menjadi pelajaran hidup yang sangat berharga, dan kamu bisa belajar dari masa lalu agar tidak terulang lagi mengambil langkah yang salah. Aku setuju dengan ucapan itu. Karena itu terjadi pada aku.

Entah mungkin karena umur aku yang masih muda, dan masih agak dibayang-bayangi indahnya cinta di negeri dongeng.
Aku pernah mendapatkan cinta pertama yang buruk. Kalau aku pikir-pikir lagi mungkin saat itu belum bisa dibilang cinta pertama, masih seperti cinta monyet. Alias jatuh cinta sama monyet!

Upss... Maaf kalau terlalu kasar. Maklum terbawa suasana kalau ingat saat itu lagi.

Tapi harus aku akui, dia itu pacar pertamaku. Pria kedua setelah ayah yang pernah menggenggam tangan dan membelai rambut aku. Aku yang dibutakan karena cinta, tetap akan melihat pria itu meskipun dia melakukan hal buruk di depanku. Dan bodohnya lagi, aku tetap percaya semua omongannya ketika aku mempertanyakan perasaannya kepadaku. UGH!!!

Aku tahu aku sangat bodoh waktu itu. Tapi siapa sih yang enggak pernah melalui kejadian seperti ini. Kesalahan itu terjadi karena kamu menyesali apa yang kamu perbuat sebelumnya. Dan aku juga enggak tahu kalau aku akan menyukai orang yang salah. Lagipula enggak seharusnya aku mengharapkan lebih dari pria yang sama-sama masih belum menemukan jati dirinya seperti aku, untuk memberikan cinta yang besar seperti di cerita dongeng.

Dan juga, kata orang, cinta pertama atau pacar pertama itu enggak pernah akan berhasil untuk selamanya.

Semenjak itu aku jadi merasa kurang beruntung dengan pria. Entah aku ditinggal, dibohongi, atau dimanfaatin, aku belum pernah bisa bertemu dengan pria yang benar-benar mencintai dan menyayangi aku apa adanya.

Aku pernah punya dua pria yang sangat mencintai aku dan enggak pernah menyakiti aku. Tapi mereka berdua sudah meninggalkan dunia ini. Mereka adalah ayah dan kakek aku, alias ayahnya ayahku.

Ayah meninggal ketika aku SMP, sementara kakek meninggal ketika aku lulus SMA. Hanya mereka, pria yang memberikan aku cinta yang tulus, karena itu aku sangat kehilangan mereka.

Ketika aku di sakiti oleh seorang pria untuk pertama kalinya kakek bilang, aku enggak boleh menyerah dan berhenti percaya kalau suatu saat nanti akan ada pria yang bisa menemani aku di saat susah maupun senang. Dan aku masih mengingat ucapan kakek itu sampai sekarang. Sayangnya, ayah sudah pergi sebelum sempat mengajarkan aku tentang pria. Aku bisa saja tanya sama ibu tentang pria atau percintaan. Tapi menilai pria dari sudut pandang wanita dan dari sudut pandang pria pasti ada beberapa perbedaan. Aku enggak punya saudara atau teman laki-laki. Di tempat kerja aku juga hampir semua wanita, karena aku kerja di majalah wanita. Haha!

Ahhh... Pria... Aku benar-benar masih enggak bisa mengerti pola pikir mereka itu.


Tertarik baca kelanjutannya? Silahkan dilanjut. Enjoy!

SEMPURNA [END]Where stories live. Discover now