15. PEKERJAAN MALAM

52.3K 1.2K 262
                                    

BACA DARI AWAL YA KARENA BANYAK YANG DIRUBAH!!!

Erna keluar dengan kostum yang bisa membuat mata dan mulut pria menganga melihatnya. Dari atas kepala sampai kakinya, semua serba merah dan berkelip-kelip.

Baju atasan dengan belahan atas yang rendah, hingga memperlihatkan dua tonjolan di bagian atas tubuhnya, dipakainya dengan percaya diri, tanpa perlu menutupnya dengan jaket atau kain tambahan. Roknya pun tampak cetar dan menarik perhatian. Rok terkutuk itu panjangnya hanya beberapa senti saja dari pinggulnya sehingga ketika dia membungkuk sedikit saja, kita bisa melihat dalaman yang dipakainya.

Namun yang membuatnya terlihat makin aneh adalah rambut palsu pirangnya dan make up wanita itu yang tebal dan serba berwarna-warni. Ada banyak yang membuatku muak dari penampilan Erna kali ini. Padahal aku bukan tipe orang yang suka menghakimi seseorang dari pakaiannya. Mau dia pakai rok mini atau tak berbusana sekalipun, bukanlah urusanku. Tapi ini temanku sendiri dan aku tahu tujuan sahabatku itu kenapa berpakaian seperti itu. Dia ingin menarik perhatian para pria dan berharap ada yang membelinya serta membayarnya karena berpakaian seperti itu. Lalu bagaimana aku bisa tenang-tenang aja dan tak menasehatinya???

Jaket yang kupakai, aku lepas dari badanku dan kusampirkan ke bahu Erna yang terbuka. Erna yang berjalan mendahuluiku terlihat terkejut dan langsung menepis jaket itu dari badannya. "An, kamu itu ngapain dari tadi nungguin di sini! Pulang sana... aku mau kerja tau."

"Aku mau ikut! Aku mau lihat dengan mata kepalaku sendiri seberapa hebatnya sih pekerjaan yang kau agung-agungkan itu!" jawabku dengan percaya diri. Aku begitu yakin, jika aku berusaha, aku bisa membujuk Erna untuk berhenti dari tempat terkutuk itu hari ini juga.

Langkah Erna terhenti seketika. Dengan dramatisnya dia berbalik dan mengibaskan rambut wig panjangnya ke arahku. Gerakan matanya yang memandangku dari atas ke bawah, jelas sekali ditunjukkannya untuk merendahkan aku. Erna memang pandai untuk menjatuhkan kepercaya dirian seseorang. Tapi tidak dengan aku. Tak semudah itu aku diintimindasi olehnya. Aku tau aku mampu menghadapi kegilaan Erna hari ini.

"Kamu pikir aku kerja di cafe apa?! Tempat ini beda dengan tempat-tempat yang kau datangi! Detik kau masuk, nggak akan semudah itu kau keluar! Jangan salahkan aku kalau kau nanti diserang orang di sana. Aku sudah kasih tau lho ya!" Matanya merendahkanku lagi, disertai senyuman sinis di bibir merahnya.

"Kamu nggak usah kuatir! Aku bisa menanganinya sendiri!" Sebenarnya aku nggak percaya kalau Erna akan diam saja kalau terjadi sesuatu yang buruk padaku di sana.

Erna mengibaskan rambutnya lagi dan berjalan keluar dari gerbang kos-kosan dengan memamerkan lenggak-lenggoknya pinggulnya yang berirama. Dengan terburu-buru, aku kembali ke arah sepeda motorku yang kuparkirkan saat kulihat Erna sudah naik ke dalam van yang akan mengantarkannya ke tempat kerjanya.

Tidak mudah memang mengikuti van di tengah-tengah ramainya laju kendaraan. Tapi untungnya, aku sudah berpengalaman menyetir motor dengan cepat dan mengikuti kendaraan lain seperti ini. Kelakuan Alex dalam berkendara di jalanan lah yang menempahku jadi seperti ini. Dia soalnya seringkali menyuruhku mengikutinya dari belakang kalau mau kemana-mana, itupun dengan laju motor yang kencang pula. Alhasil, aku harus terbiasa cepat kalau nggak mau ketinggalan dari dia.

Van berwarna hitam itu terlihat berhenti di sebuah gedung berwarna hijau lumut dengan lampu kelap-kelip yang di pasang di kanan kirinya. Aku merasa geli saat melihat nama bar itu. Ironis sekali, bar yang juga menjual penjaja cinta seperti ini, dinamai dengan nama yang bertolak belakang dari kenyataan di dalamnya. Virgin Flowers, nama yang terpampang di atas jalan masuk ke dalam bar itu.

Ku parkirkan motorku di depan toko swalayan yang ada di seberang bar itu. Selain gratis, aku bisa mengawasi motorku langsung dari dalam bar. Lagian, aku nggak bakal lama kok. Aku cuma ingin bicara dengan si empunya bar ini, supaya bisa membebaskan sahabatku.

Awalnya si penjaga di depan menghadangku untuk masuk. Untunglah, saat aku menyebut nama Erna, penjaga itu langsung mengerti dan segera mempersilahkanku masuk. Pria paruh baya itu bahkan mengantarkanku sampai ke dalam sebuah kamar dan menyuruhku menunggu di sana. Dengan riang aku pun mengikutinya ke dalam dan menunggu.

Baru saja aku masuk lima menit, aku langsung nggak tahan. Bau parfum menyengat yang bercampur dengan rokok serta musik yang terlalu keras, hampir saja membuatku menyerah dan kabur keluar begitu saja.

Baru saja aku mengarahkan pandanganku ke sekitar ruangan kecil nan remang-remang itu dan berusaha memperhatikan apa saja yang ada di sana, tiba-tiba pintu dibuka dari luar dan seorang wanita paruh bayar berwajah menawan masuk seraya memamerkan senyumannya padaku.

"Halo... temannya Erna ya?!" sapanya ramah sambil menjabat tanganku hangat. "Gimana... mau langsung kerja hari ini atau mau kerja besok dan tanya-tanya dulu?!"

"Oh... bukan... bukan! Saya kesini bukan untuk bekerja! Saya bukan wanita kayak gitu!" Aku berdiri seketika dan menggerak-gerakkan tanganku menolak kesalah pahaman wanita itu.

"Wanita kayak gitu?!!" Kayaknya kata-kataku membuat wanita itu tersinggung, karena raut wajah ramahnya seketika berubah marah dan curiga. "Emangnya wanita macam apa kamu? Lagian... kok bisa-bisanya berani datang ke tempat ini, kalau tujuannya bukan untuk cari kerjaan?! Atau jangan-jangan kamu penyuka sesama jenis, iya?!"

"Bukan. Saya datang kesini dengan tujuan yang sama sekali tak ada hubungannya dengan bisnis penjaja cinta yang kalian tawarkan! Saya datang untuk membebaskan teman saya, Erna. Saya juga nggak tau kok saya diantarkan ke sini sama bapak-bapak tadi. Padahal saya sebenernya mau ketemu pemilik sebenarnya bar ini!" Untuk membuat diriku terlihat tak terintimidasi, aku menatap balik wanita itu tajam.

Wanita itu lantas tertawa. Seraya mengeluarkan rokok dari tasnya, dia berkata, "Saya bosnya! Ada modal berapa rupanya kamu mau ngeluarin Erna? Asal tau aja... Erna itu primadona di sini. Detik dia keluar dari sini, kamu harus bayar uang ganti rugi pemeliharaan dia selama ini di sini!"

Hal ini cukup membuatku terkejut. Aku pikir keluar atau resign dari bar sama seperti resign dari kantor atau tempat kerja biasanya. Cukup dengan surat pengunduran diri saja dan tak perlu membayar apa-apa. Tapi ya... mungkin aku bisa sedikit minta keringanan uang ganti rugi itu. Pokoknya yang penting, Erna keluar dulu dari tempat ini.

"Berapa emangnya yang harus saya bayar?!" tantangku sengit.

Sekali lagi, wanita itu tertawa. Dia mengeluarkan kertas dan menunjukkanku rincian pengeluarannya yang tampaknya habis digunakan untuk mempercantik dan mempromosikan Erna untuk pelanggan-pelanggan yang tertarik.

"Seratus juta?! Ganti rugi apa kok bisa sebanyak itu?! Kamu nipu saya ya! Wong dandanan Erna sama baju-bajunya persis seperti cewek murahan gitu kok sampai seratus juta totalnya," protesku tak terima.

"Lho memang itu tujuannya. Kalau kayak wanita baik-baik ya siapa yang mau beli? Lagian kamu pikir uang itu untuk itu aja! Dia juga kan butuh biaya operasi sana sini untuk mempercantik wajah dan tubuhnya! Kalau nggak gitu, mana bisa bagian dadanya bisa lebih besar dari yang dulu. Bibirnya itu juga baru di filler untuk bisa se-aduhai itu. Dan semua itu nggak murah!"

"Ha! Nggak ada bedanya gitu. Lagipula Erna dulu sudah cantik, buat apa dipoles jadi nggak karu-karuan gitu. Nggak bisa! Ngawur itu yang kamu minta!"

Wanita di depanku itu terlihat kesal dan langsung memanggil anak buahnya. "Nar... panggilkan Erna, Nar! Bilang suruh menghadap mama gitu di bawah!"

***

PERNIKAHAN PARO WAKTU  [#wattys2022]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang