23. PINGGANG CALON ISTRI

11.5K 803 146
                                    

“Mana bajuku! Cepat… aku harus balik lagi ke café!” Salah satu karyawan mama mengangguk dan pergi dengan ketakutan.
 
“Kamu itu baru aja datang, bukannya nyapa papa mama dan Anna dulu. Eh… malah langsung marah-marah. Dimana sopan-santunmu?!”
 
Aku benci mendengarkan teguran mama tadi. Seakan-akan aku dipaksakan bersikap baik saat di depan Anna. Mungkin lebih baik aku memberontak. Toh aku sudah setuju dengan pernikahan konyol ini. Buat apa repot-repot menyenangkan mereka lagi.
 
Dengan malas, aku berjalan dan duduk di samping Anna. Wanita itu tampak sibuk dengan ponselnya. Kesal aku melihat itu. Aku tadi diomelin tentang sopan-santun. Eh… cewek ini malah dengan tidak sopannya main ponsel di hadapan calon suaminya. Bukannya sebagai calon istri dia harusnya hormat dan tersenyum dulu saat calon suaminya datang dan duduk di sampingnya. Karena semakin kesal, tanganku merampas ponsel itu dan menyimpannya di kantong celanaku.“Berhenti main ponsel, kalau aku lagi di sini!”
 
Tak memperdulikan pandangan mama papa yang mencemoohku dan Anna yang tampak bingung, aku berdiri dan mengambil baju yang disiapkan untukku. Walaupun aku benci melakukan ini, tapi karna tak mau terlihat jelek di acara pernikahan nanti, terpaksa deh… aku masuk dan mencoba baju itu.
 
Tak ada yang spesial. Aku memang sering banget pakai baju dari butik mama ini, jadi ya… sama aja bagusnya dan tak terlalu spesial. Toh… cuma pernikahan sementara. Aku tak perlu terlalu memperhatikan detail-detail seperti jas atau baju pernikahan seperti ini. Tinggal hadir di gereja, ngucapin sumpah, nongol di resepsi, trus pulang. Moga-moga aja nggak terlalu lama nanti waktunya. Karna semakin lama acaranya, semakin mudah emosiku terpancing.
 
“Lex… aku mau pulang. Balikin dulu ponselku!” Suara Anna tiba-tiba mengagetkanku. Kukira dia masuk ke tempat ganti saat aku baru saja berganti baju. Ternyata, cewek itu cuma berteriak dari luar.
 
“Mau kemana emangnya kamu?! Masak aku dipaksa datang cepat-cepat trus kamu malah seenaknya pergi?! Tunggu aku pulang dulu, baru kau boleh pulang. Lagian kata mama tadi suruh ngambil cincin dulu di toko perhiasan. Males aku kalau disuruh ke sana sendirian!” protesku sambil memelototinya setelah aku keluar dari kamar ganti.
 
“Aku harus berkunjung ke rumah muridku hari ini. Nanti kalau kelamaan di sini, ntar kemalaman baru sampai di sana. Daerah sana gelap banget kalau uda jam enam malam ke atas,"jawab Anna seraya melihat ke arah jam tangannya terus-menerus.
 
“Nanti aku yang ngantar… pakai mobil lebih aman!”
 
Dasar keras kepala, mulutnya malah melawanku, “Nggak usah! Ntar motorku mau ditaruh mana?! Pokoknya balikin dulu ponselku.”
 
“Cerewet! Motor nanti bisa dibalikin ke rumahmu sama sopir mama! Bisa nggak sih dengerin kata-kata orang sedikit saja! Belum nikah aja, udah ngelawan terus. Kan dibilangi aku nggak bisa ke toko perhiasan sendiri. Tante yang jualan itu selalu banyak tanya. Aku nggak bisa ngatasinnya sendiri!”omelku sambil memasukkan lebih dalam ponsel Anna ke kantong celanaku.
 
“Menyebalkan! Terserah kamulah. Mulutmu yang suka ngatur-ngatur nggak berubah sedikitpun!”
 
Hampir saja aku menarik bibir judesnya itu saking jengkelnya. Aku sudah cukup bersabar, dia malah melawanku. Lihat saja, belum selesai aku mengomelinya saja, dia sudah pergi dan memamerkan muka sedihnya di depan mama papa. Benar-benar aktris hebat!
 
“Ayo… sudah selesai kan urusan ini. Kita ke toko dulu trus ke tempat muridmu itu. Setelah itu, mampir ke café bentar untuk lihat laporan karyawan.”Dengan berat hati, aku mengulurkan tanganku untuk menggandengnya. Aku berkorban supaya nanti cewek ini nggak mencak-mencak sepanjang perjalanan.
 
Sial! Dia malah melengos dan meninggalkanku begitu saja. Papa dan mama tertawa melihat itu. Mereka malah mengejekku karna kalah sama Anna.
 
“Kapok! Siapa suruh kamu kasar banget tadi. Oh ya… mama ada kirim foto Anna tadi dengan gaun pengantinnya. Kamu kan belum liat tadi. Jadi mama foto dan kirim ke kamu. Biar nanti kamu bisa lihat kalau kamu ada waktu.”  
 
“Nggak akan! Begitu aku buka pasti aku hapus nanti. Udahlah ma pa, aku pergi dulu!” jawabku, berpamitan seadanya dengan papa mamaku. Aku tak suka terlalu formal dan mengumbar kasih sayang saat bersama orang tuaku.
 
“Jalannya jangan cepat-cepat!” protes Anna yang berjalan di belakangku sambil setengah berlari. Saat aku menoleh, tak ayal, aku jadi kasihan juga melihatnya bahkan hampir terpleset dan terjatuh gara-gara jenis sepatu yang dipakainya tak begitu bagus untuk dibuat berlari. Ditambah lagi, lantai Mall yang licin, jadi tak mudah untuk dibuat berlari atau berjalan cepat-cepat.
 
Aku menghela nafas kesal dan berhenti berjalan untuk menunggunya. Dengan susah payah, Anna berjalan untuk sampai di tempatku berdiri. Kalau begini terus, bisa kelamaan nanti sampai ke toko perhiasaan. Terpaksa… sekali lagi aku bilang ini cuma terpaksa… lenganku melingkar ke pinggang Anna hingga membuat cewek itu terkejut. Tubuh wanita itu sangat mungil dan pinggangnya juga ramping, sehingga memudahkanku untuk merangkulnya dan membawanya berjalan beriringan denganku. “Jangan salah paham! Aku nggak mau aja sampai kelamaan ke toko itu. Jalanmu uda kayak penguin, lama banget, sampai capek aku nungguinnya!”
 
“Ya aku tahu! Lain kali aku nggak akan pakai sepatu terkutuk ini jika jalan-jalan denganmu!” gerutu Anna sambil ikut-ikutan melingkarkan lengannya ke pinggangku.
 
“Nggak akan ada lain kali. Ini yang terakhir,” jawabku sambil mempercepat langkah kakiku. Wanita terkutuk! Tangannya berani-beraninya menyentuh pinggangku. Benar-benar tak punya etika sedikitpun. Harusnya wanita baik-baik itu, biasanya pemalu dan tak sembarangan menyentuh pria.
 

.

 
“Kenapa? Mukamu kok manyun gitu?!”

Lalu lintas sedang lengang dan tak macet seperti biasanya. Tapi entah kenapa raut wajah cewek ini kok malah jadi sendu gitu setelah keluar dari rumah muridnya. Aku memang tak mengikutinya ke dalam, jadi tak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
 
“Muridku itu kasihan. Ternyata dia absen selama seminggu itu karena keluarganya sudah tak bisa lagi untuk bayar uang sekolah. Apalagi bapaknya yang jadi tulang punggung keluarga, sekarang malah sakitnya kambuh dan tak bisa bekerja lagi.”
 
“Itulah hidup! Mau diapain lagi. Atau kalau mau perusahaan papa bisa membantunya memberikan beasiswa. Kamu tinggal telpon aja. Toh kamu kan uda jadi kesayangan papa.”
 
Tak kusangka, Anna tiba-tiba memeluk lenganku. Padahal aku sedang dalam keadaan menyetir. Alhasil mobilnya jadi melenceng dari jalur seketika, saking kagetnya. “Kamu apaan sih! Kamu mau kita mati bersama di sini! Lain kali jangan seenaknya saja menyentuhku!”
 
“Sorry… tadi aku saking senengnya. Aku nggak nyangka, kau bisa memberikan ide yang cemerlang seperti itu. Tadi aku memang sudah memberikannya uang untuk membayar uang sekolah bulan ini dan bulan depan. Tapi bagaimana dengan bulan-bulan berikutnya, pikirku. Ternyata… ada cara yang mudah seperti itu to. Hebat kamu, lex!”Anna mengacungkan dua jempolnya beserta senyumnya yang menggemaskan itu seperti biasanya.
 
Aku hampir saja ikut tersenyum. Tapi akhirnya aku sadar kalau itu hanya salah satu triknya aja untuk menggodaku. Lihat saja… detik aku jatuh dalam perangkapnya, sifat yang sebenarnya pasti terlihat langsung.
 
“Apapun itu… pokoknya jangan menyentuhku. Sekali lagi kau menyentuhku, akan kuturunkan kau sampai sini!”
 
Senyum Anna langsung berubah menjadi kemarahan setelah mendengarkan perkataanku. “Kasar banget! Memangnya aku melecehkanmu, apa?! Aku kan cuma menyentuh lenganmu saja. Lagipula… kalau memang kau mau menurunkanku di sini, coba saja! Aku juga nggak sudi satu mobil denganmu, dari tadi dihina sama dimarah-marahi terus!”
 
“Oke. Turunlah kalau begitu.” Mobilku kupinggirkan ke pinggir jalan setelah aku mengatakan itu. “Aku juga nggak butuh penumpang yang gatel kayak kamu! Turun!”
 
Mata Anna terbelalak menantangku. Dengan angkuh, dia membuka pintu mobil dan keluar. “Dasar gila! Kukutuk banmu kempes di jalan!” amuknya sesaat sebelum pintu tertutup.
 
Busyet! Mau keluar… keluar aja nggak usah pakai ngutuk-ngutuk segala. Lagian mana mempan kutukan cewek seperti dia. Mana ada orang jahat, kutukannya jadi berhasil. Kuinjak pedal gas dan kupercepat laju mobilku. Hari ini hidupku sudah terlalu banyak drama sejak pagi. Aku ingin segera tidur dan bangun dengan melupakan mulut lancang si Doraemon jelek itu!
 
Oh ya… foto si jelek tadi belum kuhapus. Lebih baik kuhapus sekarang. Aku tak mau wajah si jelek itu nangkring lama di galeriku. Kuambil ponsel dari saku bajuku dan kubuka foto yang dikirimkan mama tadi padaku. Seharusnya aku langsung menghapusnya. Tapi entah kenapa, aku malah salah klik dan tak sengaja membuat foto itu terbuka begitu saja.
 
Aku berharap membencinya, atau bahkan jijik melihat foto itu. Sialnya… tidak! Tak pernah aku lihat, pengantin bisa seimut ini. Lihat saja tampangnya hahaha… kayak boneka sungguh. Pakai aplikasi apa mama ini, hingga si jelek itu tampak menggemaskan seperti ini. Baju pengantinnya juga cocok, pas banget kayak baju putri-putri dongeng yang pernah aku baca waktu kecil dulu.
 
Aku lupa aku sedang menyetir. Hampir saja aku menabrak pembatas jalan dan membahayakan diriku sendiri. Ini gara-gara foto terkutuk si jelek tadi. Aku rasa si jelek itu sengaja berpose imut untuk mencelakakanku. Oke… besok aku pasti hapus foto itu. Tidak sekarang, tapi besok. Aku mau menggunakan foto itu untuk bahan tertawaan kalau aku lagi sedang stres. Ya… itu memang alasannya. Hanya sebagai bahan tertawaan aja!
 
 
***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PERNIKAHAN PARO WAKTU  [#wattys2022]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang