Chapter 8

1.8K 151 1
                                    

13 Mei (Day 9)

Niall

“Popcorn karamelnya dua,”

“Sama milo,”

“Dua.”

Aku dan Adriane berpandangan. Sejak kapan kita saling melengkapi waktu berbicara? Ugh. Aku mengangkat bahu dan membayar pesanan kami. Aku dan Adriane lalu berjalan mencari teater tempat kami akan nonton.

Suasana di dalam teater bioskop remang-remang dan mereka sudah mulai menayangkan trailer-trailer film. Aku dan Adriane menuju ke seat paling atas belakang dan aku berdiri dengan sabar menunggu Adriane duduk.

Lelet banget sih.

Kami lalu menonton filmnya yang ternyata keren banget tapi Adriane nggak terlalu suka. Sementara kami memutari mall cari tempat makan yang enak, Adriane terus terusan protes dan mengomentari bagian bagian dari film tadi dan aku selalu bisa menyangkalnya dengan sukses.

“Tapi semuanya tuh terlalu kebetulan. Mungkin aja kalo ceweknya ga cantik sih ga akan diselamatin,” Adriane masih melancarkan protesnya sambil melihat menu.

Aku tertawa. “Ya udah sih, kalo kamu yang kejebak juga mungkin ga akan aku selamatin kalo kamu ga mau, soalnya kamu jelek.”

Adriane berusaha menonjokku dari seberang meja dan aku mengelak sambil menertawakannya.

“Makanya udah dong protesnya, yang jelas kan filmnya lebih bagus dari Eragon.”

“Beda level kali. Eragon tuh… ya pokoknya aku kasian deh sama penulisnya. Setiap hari aku berdoa semoga filmnya di re-make,” jawab Adriane sok dramatis. “Tapi aku belum buat dream cast sih, belum kepikir.”

“Gimana kalo aku yang jadi Eragon, kamu jadi Orik?” usulku menyebutkan nama sang hero dan teman kurcacinya. Adriane sukses menonjok dadaku kali ini. “Aduh, kenapa? Rambutku aslinya coklat, kan sama kayak Eragon di buku.”

“Tonjokkan barusan bukan buat itu, tapi buat Orik!”

“Terus kenapa aku yang kena?”

Adriane mengerang frustasi. “Ngomongin yang lain aja yuk,” katanya menyerah. Aku tertawa dan mengulurkan tangan untuk menarik lembut rambut hitam panjangnya. Tapi dari ujung mataku aku melihat waiter mendekati kami, jadi aku mengurungkan niat awalku dan menutupinya dengan mengambil tisu di depan Adriane.

**

Adriane

Aku hampir memprotesnya lagi karena mengambil tisuku tapi aku mendadak canggung. Aku memperhatikan wajah gantengnya, bibirnya saat menyebutkan nama makanan pada waiter. Aku menarik nafas berat. Aku dan Niall cuma sahabat. Kita bahkan—

“How about you, Miss?”

Aku menengadah ke arah waiter yang tersenyum dan mengerjap, menunjuk menu asal-asalan. Pria itu mengangguk dan berjalan pergi.

“Kenapa? Waiter-nya ganteng ya?” tanya Niall dengan cengiran khasnya tersungging. Aku memutar mata.

Apa yang ada di pikiranku tadi? Dia. Exactly.

What is happening?

30 Days of Niall [Adriall #1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang