Chapter 7

1.9K 175 2
                                    

9 Mei (Day 5)

Selesai mengikat sepatu, aku bergegas lari menyusul teman-temanku. Pagi ini cerah, udara tidak terlalu dingin dan sempurna untuk jalan-jalan ke gunung. Kami berjalan sambil mengobrol dengan berisik. Di puncak, matahari terasa panas menyengat dan kami mengambil foto-foto disana, memanfaatkan pencahayaan alami tersebut. Tiba-tiba handphoneku bergetar beberapa kali. Aku menyalakannya. 5 sms dari Niall. Aku tersenyum sendiri ketika membukanya.

            Niall: ho Adriane!

            Niall: Aku udah tamat baca Deeper plus The Fault in Our Stars.

            Niall: Jangan salahin aku kalo aku ga nangis. Soalnya aku ga doyan cowok, sih.

            Niall: Adriane?

            Niall: Telepon aku kalo kamu baca ini, ASAP!

Jadi itulah yang aku lakukan. Aku meneleponnya dari puncak gunung. Tanpa disangka, teleponku masuk ke voice mail. Jadi aku meninggalkan pesan untuknya. “Niall, aku lagi di gunung. Disini ga ada sinyal. Maafin aku ya!”

Sheila menyikutku di rusuk. Aku hanya memutar mata, pura-pura bahwa itu bukan apa-apa.

**

Niall

Aku membuka pintu rumah, terengah-engah. Mama menatapku sambil tersenyum seperti biasa. Aku membuka baju basket yang kupakai lari pagi langsung detik itu juga.

Aku menghampiri meja makan, mengintip, lalu pergi ke wastafel untuk cuci tangan. Masih berkeringat, aku melahap apa yang ada di meja.

“Gross,” komentar mama. Aku cuma nyengir.

Setelah itu aku pergi ke kamar dan mandi. Waktu keluar, mama sedang menonton berita di tv. Aku membawa handphone dan mengecek apa ada balasan atau missed call dari Adriane. Ternyata ada voice mail, dan aku langsung menyesal karena pergi tanpa membawa handphoneku. Aku menekan voice mail tersebut dan terdengarlah suara Adriane.

“Niall, aku lagi di gunung. Disini ga ada sinyal. Maafin aku ya!”

Aku hanya tersenyum mendengarnya dan duduk di sebelah mama. Mama menoleh kearahku.

“Siapa?”

“Adriane, temen baru, ma.”

Lalu aku menceritakan semuanya, mulai dari pertama kali aku melihatnya menangis, dan kesukaannya terhadap buku. Selesai aku bercerita, mama tersenyum dan mengangguk.

“Mungkin sekarang susah loh, Niall, buat nemu cewek yang punya feelings kayak gitu.”

Aku hanya tercenung mendengar perkataan mama.

**

12 Mei (Day 8)

Pagi itu aku dan Niall janjian di toko buku. Niall membeli sebuah novel, dan aku hanya memilih majalah. Setelah itu kami pergi ke rumahku. Kosong, seperti biasa, tapi aku tahu… aku tahu saja kalau Niall tidak akan pernah berbuat aneh-aneh. Kami menonton tv, makan, mengobrol tentang novel, lalu menonton film, karena aku bukan tipikal gamers, padahal aku tahu itulah yang biasa dilakukan cowok di rumah teman.

“Pause,” kata Niall.

Aku memencet tombol pause. “Kenapa?”

“Menurut kamu dia jahat?”

“Iya, tapi dia kerja sama orang yang lebih jahat lagi atau gimana lah.”

“Yaudah, lanjutin lagi.”

“Okay.”

“Okay,”

Aku menatapnya. “Oh, my God, stop flirting with me!” kataku, mengutip The Fault In Our Stars.

Niall nyengir jahil. “Maybe okay will be our always,” balasnya, masih mengutip novel yang sama.

Aku menatapnya tak percaya, lalu mataku terasa panas dan aku mulai menangis.

“Oh shit, Ad, are you actually crying?!” Niall panik. Aku tertawa, menghapus air di ujung mataku.

“I know. This is ridiculous; I’m going to stop now.”

“Okay.”

“Stop it. Aku masih belum move on dari Augustus, okay?”

“Kamu bilang kata itu lagi.”

“Oh, iya.”

“Mungkin aku bisa bantu kamu move on.”

Kami terdiam sesaat, lalu tertawa keras. Aku merebut bungkus snack dari tangannya dan kami meneruskan film.

30 Days of Niall [Adriall #1]Where stories live. Discover now