Chapter 14

1.3K 128 2
                                    

Niall

Kalau sebelum ini Adriane jarang pulang malam, habislah aku ketika mamanya tahu. Am I the bad guy now? I might be. Still worth it, though. Seeing her face this close..

Aku bersandar di pembatas jalan layang, memperhatikan Adriane tercenung menatap landscape kota yang disinari cahaya jingga dari matahari yang mendekati garis horizon.

Angin mengacak-acak rambut kami. Aku melepas jaket dan dengan sengaja, menyampirkannya di bahu Adriane dengan gaya. Jual pesona sedikit boleh deh, ya.

Adriane menatapku dengan mata cokelat gelapnya, pandangannya bertanya.

“Nggak apa-apa nih?” katanya, menarik jaket lebih erat membungkus tubuhnya.

Aku mengangkat bahu. “Apa-apa sih. Aku juga kedinginan. Tapi aku harus jaga image ‘cowok baik dan kece’ aku kan?” Aku tertawa melihat Adriane memutar mata.

“Meskipun aslinya nggak ada?” cetusnya mengejek. Aku menarik sejumput rambutnya dan dia balas memukul bahuku.

Setelah itu hanya ada keheningan canggung. Sinar matahari membuat warna matanya terlihat lebih terang, dan aku mengalihkan pandangan. Disini bukan tempat terbaik sepanjang masa, tapi apa lagi yang bisa aku lakukan? Banyak orang lain yang cuma berdiri seperti aku dan Adriane. Kebanyakan sih couple.

“Adriane—“

“Niall—“

“Um, kamu dulu,”

Adriane menghela nafas. Aku ikut ikutan menghela nafas dramatis juga. Di dalam, hatiku menolak santai. Apa dia mau mengatakan hal yang sama? Is this the moment? Or…

“Kamu sekolah dimana nanti?”

Bukan yang diharapkan. Mungkin memang tidak akan pernah terjadi. Pertanyaannya adalah batu sandungan untuk pertanyaanku, tapi aku sadar aku harus jawab. Aku menggeleng.

“Aku belum tahu pasti, Ad. Kamu?” aku memaksakan cengiran. “optimis lulus emang?”

“Optimis lah! Tapi itu gimana nanti nilainya aja.”

Keheningan canggung lagi. Aku akhirnya memutuskan untuk merangkul bahu Adriane, seperti seorang sahabat. Bukan lebih.

“Ad, pulang aja yuk.”

**

25 Mei (Day 21)

“WE WERE BORN FOR THIS!”

Aku menghentakkan kaki sesuai dengan irama musik yang menggelegar dari speaker portable di ruang tengah rumah Adriane.

“Okay so you think you’re readyyy,”

“Okay so you say this with me, GO!”

Ting tong!

Bel tiba-tiba berbunyi mengalahkan suara Hayley dari Paramore. Adriane melirik menggoda ke arah sahabatnya, Sheila. Seketika itu juga aku tahu pasti siapa yang berdiri di pintu.

“Mau ngebukain pintu nggak, girlie?” Adriane menyikut Sheila dengan sengaja selagi dia meraih hp dan menekan tombol pause. Sheila menggeleng tapi tidak bisa menyembunyikan senyum lebarnya. Sementara aku? Aku lega akhirnya ada cowok yang datang. Adriane menyeret Sheila ke arah pintu depan.

This is going to be awkward…

**

Author's POV

Hey yang baca! (Aku harap bukan cuma Sheila aja yang baca).

Maaf lama banget lanjutin fanfictionnya, selain aku males aku juga jadi rada sibuk... because i'm a highschool student now! And tbh it's not that exciting. The subjects are monsterous, really.

Anyways, terima kasih (lagi) udah baca cerita ini sampe sejauh ini! Aku barusan liat fanfiction lain tentang Niall Horan dan awalnya sama banget, ketemu di toko buku gitu terus kenalan, tapi percaya deh aku gasuka sama yang namanya plagiat dan obviously aku gamau jadi plagiat! Kalo boleh disebutin judul fanfic itu 'Truly Madly Deeply', dan yang nulis adalah wattpad user FirliOfficial, fanfic dia keren kok, awalnya sangat sangat mirip sama awal cerita ini, tapi sumpah Firli, dimanapun kamu berada, aku nggak ngikutin kamu yaa. Peace off ;)

Satu hal lagi, maafkan aku kalo cerita ini lama lama jadi garing. Percaya deh, aku udah nyiapin ending yang seru, tapi dimana mana seru itu relatif ;) (aku juga ga tau kenapa bilang tulisan aku sendiri seru, narsisme deh.) Intinya jangan bosen, semua comment pasti dijawab, semua vote diapresiasi, love you readers!!

30 Days of Niall [Adriall #1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang