Journal - 13

39.5K 3.7K 70
                                    

"Ups."

"Sori."

"Gak apa-apa."

Aku gak bisa mengatur suaraku untuk terdengar tenang di hadapan Landon yang tadi baru saja menabrak bahuku. Ini pagi hari yang biasa di mansion lima bersaudara, dan jantungku terus berdetak gak jelas saat Landon berada di radius lima meter.

Ini bukan salahku kan ya. Siapa suruh nyium-nyium pas di Puncak? Jadi awkward moment gini kan gak enak. Eh, kok aku jadi peduli? Ya udahlah, cuman Landon ini bukan siapa-siapa. Awkward juga gak berpengaruh padaku.

"Tibby-" Landon manggil, hampir saja aku jantungan karena suaranya pas banget di belakangku.

"Wawawawa! Papoy papoy!" jeritku.

Aku bergeser ke samping refleks, berbalik dan lagi-lagi terkejut.

"Demi tu---han gue kaget!" jeritku kesal.

Kemeja Landon lagi-lagi menghalangi penglihatanku. Aku mendongak, menatap mata hazel Landon sinis.

"Mau lo apa sih?"

Landon mengerjap, "buat kemaren malem, anggep aja gak pernah terjadi."

"O-oke."

Kenapa rasanya sakit saat Landon bilang kayak gitu? Maksudku, ciuman itu kan benar-benar ada. Kenapa aku harus menganggapnya tidak ada?

Duh. Kenapa jadi kayak gini coba?

*

Mungkin peristiwa ulang tahun Diska mengena bagi semua orang sampai-sampai banyak yang memperhatikan "SELURUH" gerak-gerikku. Aku merasa seperti artis yang dikejar paparazzi gila atau apa jika mereka melihatku. Tapi ketika aku berbalik untuk melotot pada mereka, secara tiba-tiba mereka pura-pura sibuk dengan urusannya.

Semenjak hari itu aku juga menjauhi Landon, akan ada suatu moment awkward saat kami bersama. Dia juga sepertinya mengerti aku butuh waktu maka Landon sering absen saat jam makan. Tentu saja yang mengetahui ini hanya Tiffany karena dia bisa membaca pikiranku.

Lusa kemarin Mama menelepon dan bertanya tentang keadaanku. Aku tak sampai hati memberitahu pada beliau, rumah kami kebakaran dan hangus karena suara Mama di ujung telepon terdengar senang. Kata Mama, Papa diterima kerja di sana.

God, apa yang harus kukatakan pada Mama dan Papa kalau aku dibantu teman-teman untuk menyewa rumah kontrakan? (note : rumah yang sangat amat besar).

Sekarang, pikiranku hanya terpaku bagaimana caranya membuat si kunyuk Diska itu bungkam. Aku ingin semuanya combo attack.

Dia harus malu.

Dia harus mengingat kejadian itu.

Dan terpenting dia harus ditertawakan.

Tapi sampai sekarang aku masih tidak tahu apa yang harus kulakukan.

Sampai sebuah kertas brosur dari club berita membagikannya dan jatuh ke tanganku dengan mulus.

Kami berdelapan (sangat banyak memang, tapi serius aku tak punya diksi lain), membaca brosur itu bersama-sama. Carmen yang pertama bersuara.

"Apa lo berpikir yang gue pikir?" tanya Carmen.

"Gue berpikir yang lo pikir," sahutku sambil menyeringai.

"Aku bingung berpikir itu apa," sambung Kiera dengan polos.

Semua orang langsung menyoraki Kiera bolot. Tapi tak lama, dehaman Tiffany menyadarkan kami. Dia tersenyum padaku, jenis senyum yang benar-benar terencana.

"Kiera harus membantu untuk mengasah bakat menyanyimu, By." semua orang berhigh-five pada Tiffany sementara aku ikut menyeringai.

That day...gonna be awesome.

*

"Hai, By," saat jam olahraga hampir berakhir dan kami bisa beristirahat sebentar, seseorang memanggilku. Ternyata suara itu milik Raga.

"Eh elo Ga. Kenapa?" tanyaku santai, yah, mau bagaimana lagi kami memang dekat since operasi tempat duduk di kelas diganti oleh wali kami dan akhirnya aku dan Raga sebangku.

"Mau nonton gak?"

"Nonton apaan?" tanyaku sambil mengernyit, "kayaknya gue gak bisa, Ga. Lo tau kan gue-"

"Gue yang traktir," sahut Raga cepat.

Aku mengerutkan kening semakin dalam dan Raga menjelaskan lagi.

"Anggep aja sebagai tanda terima kasih gue karena udah nemenin beli kado buat sepupu gue."

"Nevermind, Bro."

"Lo mau kan?"

"Mau?" aku bertanya polos, begitu melihat wajah Raga yang seperti menahan buang air besar aku tertawa. "Oke, di mana?"

*

Sebenarnya aku ingin menolak ajakan Raga tapi rasanya gak tega nge-PHP-in dia dengan nolak ajakannya. Mau gimana lagi gitu ya, kayaknya si Raga pengen banget aku ikut. Eh. Mulai ge er.

"Lo masih mikirin pas Diska nge-bash lo di depan semua orang ya?" tanya Raga tiba-tiba ketika kami berjalan menuju bioskop.

Aku mengernyit, "enggaklah paling gue ngerencanain gimana caranya biar Diska gak songong lagi."

"Gimana?" tanya Raga sok kepo.

Kali ini aku tersenyum sok misterius, "rahasia. Tapi nanti lo mau bantuin gue kan?"

"Sip," Raga mengacungkan kedua jempolnya dan mengacak-acak rambutku.

Kami sudah membeli dua tiket untuk menonton film dan duduk di soffa sementara obrolan terus berlanjut. Saat mataku melihat sekelebat bayangan orang berambut cokelat dan sepatu nike, aku menegang. Dia baru masuk ke bioskop bersama...

Yang pasti Landon bareng cewek, gatau pasti siapa.

What the fck.

*

[A/N]

Dan tiba-tiba tibbi g a l a u

sori kalo ada taipo (re:typo), percaya deh itu disengaja oke

ST [4] - Tibby's JournalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang