Journal - 10

40.9K 4.1K 130
                                    

Dua hari berlalu begitu cepat dan aku masih berada di rumah Dea.

Bedanya, aku tidak bersekolah dahulu sekaligus tidak pergi ke mansion Hamardean. Aku masih tidak sanggup jika Tiffany tahu apa yang terjadi dan memboyong keenam sahabat gilanya ke sini (yang entah kenapa mengumumkan pada semua orang aku sahabat mereka juga).

"Lo beneran gak mau ngasih tau mereka?" tanya Dea ketika kami berdua meng-stalk akun twitter Diska.

Sial, tinggal beberapa hari sebelum pesta ulang tahun Diska dimulai.

"Kagak. Males."

Ponsel monokromku (benda itu selamat karena aku selalu membawanya kemanapun di tas) bergetar. Dengan cepat aku mengambilnya.

Sender : Raga

'Tibs, hari ini jadi kan kita nyari kado buat sepupu gue?'

...

GUE LUPA.

"Anjir," aku menyenggol Dea tanpa mengalihkan pandangan daro layar ponsel, "De, liat iniii buru."

"Apaan sih?"

"GUE LUPA!"

"Iya lupa apaan?"

"Pokoknya GUE LUPA."

Dea menatapku seolah aku orang gila yang bebas dari rumah sakit jiwa dan sekarang.mengesot di kamarnya. Tatapannya horror.

"Apaan dah?"

Aku langsung memberi Dea ponselku, dia mengambilnya dan membaca isi pesan tersebut. Aku dengan cemas menggigiti kuku jariku.

Sial. Sial. Sial. Aku harus apa?

"Yaudah," kata Dea sambil mengangkat kedua bahunya, "sana jalan."

"Gak bisa gitu dong-"

"Gebetan lo gak ada sangkut pautnya dengan masalah ini kan?"

Oh ... iyaya.

*

Aku berkata pada Raga untuk bertemu di depan pintu mall yang dijanjikannya. Mana mungkin aku menyuruhnya pergi ke puing-puing tak berguna rumahku?

Kami memutari mall dan demi tuhan tidak ada kejadian romantis apapun. Berpegangan tangan pun tidak. Raga hanya terfokus pada hadiah yang ingin diberikan pada sepupunya.

"Lo bad mood ya?" tanya Raga.

Aku menonjok-nonjok boneka babi berwajah songong yang ada di etalase toko souvenir ini. Mataku lalu melirik Raga yang sudah membawa sekantung plastik belanjaan.

'Iyalah gue bad mood. Dicuekin dari tadi' alih-alih berkata seperti itu aku hanya tersenyum sok manis di hadapan Raga, "biasa aja."

"Kok kayak anmut gitu?" kening Raga berkerut bingung.

IYA GUE ANMUT EMANG NAPA?

"Biasa aja, lo lebay sumpah," kataku sambil keluar dari toko neraka itu, tapi sedetik kemudian aku langsung berbalik.

Ya Tuhan, tadi demi apapun aku melihat Hillary! Berjalan bersama Lance.

"Kenapa lo?" tanya Raga, mengerutkan kening ketika aku mencoba bersembunyi di antara deretan boneka-boneka.

Ingin rasanya aku menjadi salah satu boneka babi berwajah songong sekarang!

Semoga mereka jangan ke sini...

Jangan ke sini...

Mereka masuk ke toko ini. Duarrr.

"Tibby!" seru Raga semakin kencang ketika aku masih meringkuk tak berdaya di sana.

ST [4] - Tibby's JournalWhere stories live. Discover now