9. PATAH HATI

47.2K 1.2K 110
                                    

BACA DARI AWAL KARENA BANYAK YANG DIRUBAH!!!

Anna's point of view.

Berjam-jam lamanya, aku mengunci diri di kamar dan menangis sejadi-jadinya. Saking lamanya aku menangis, sampai akhirnya aku kecapean dan jatuh tertidur. Keesokan harinya, aku di bangunkan oleh suara ketukan di pintu kamarku.

"An... jam berapa ini! Mau sampai jam berapa kamu tidur?!" panggil mamaku sambil mengetuk pintuku dengan keras.

Terkejut dengan kegaduhan yang di buat mamaku, aku berteriak balik sambil menaruh bantal menutupi kepalaku,"Sebentar lagi ma. Lagian ini kan hari minggu!"

"Iya mama tau. Tapi ada temenmu tuh yang datang. Makanya cepetan bangun!" Gedoran di pintuku terdengar semakin keras. Begitulah mamaku. Setiap pagiku selalu diwarnai gedoran di pintu beserta omelan mamaku sekaligus. Sudah satu paket itu.

"Ha? Temen? Siapa?" Aku langsung melempar bantal yng ada di atas kepalaku, ke samping dan memegang kedua mataku yang bengkak dan terasa perih. Aku pasti tampak menyedihkan di mata orang lain sekarang ini.

"Alex sama pacarnya tuh... Ayo cepat bangun dan mandi, biar mama suruh temen-temenmu sarapan bareng mama dulu!"

Pacar? Ah mungkin maksud mama adalah Erna, pikirku. Moodku langsung anjlok mendengar itu.

Terdengar suara mama yang mencoba beramah tamah dengan Erna dan Alex. Mama bahkan terdengar memuji Erna berkali-kali. Kelihatan benar mama lupa tentang sahabatku itu. Memang sih Erna dulu sering main kerumahku, tapi anehnya hanya satu kali saja dia pernah bertemu mamaku. Itulah sebabnya mamaku sekarang sulit mengenali sosoknya yang baru.

Arrrrgghhhh....kenapa sih mesti hari ini mereka datang dan memamerkan hubungannya di depanku. Aku masih belum siap! Lagipula aku harus bilang apa kalau ditanya soal mataku yang kelihatan merah dan bengkak. Masak aku harus bilang kalau baru disengat tawon! Ingin sekali aku berbohong dan bilang kalau aku sakit dan tak bisa menemui mereka. Tapi ujung-ujungnya pasti ketauan juga sih kebohonganku. Masalahnya, mamaku sudah tau kalau aku baik-baik saja. Bisa-bisa mama malah ngamuk dan menjewerku di depan Alex dan Erna.

Ahhhh... terserahlah! Aku sudah tak perduli lagi. Toh semuanya sudah berakhir bagiku. Jika ditanya, ya aku jawab sekenanya aja. Salah siapa datang di saat moodku sedang jelek.

Aku lekas-lekas mandi dan berdandan sekenanya. Tapi belum selesai aku menyisir rambutku tiba-tiba terdengar ketukan lagi.

"Tunggu bentar ma... aku lagi sisiran." teriakku sambil mempercepat gerakan menyisirku.

"Ini aku Alex. Aku mau ngomong sesuatu. Aku boleh masuk, kan?"

Mendengar itu sisir yang kupegang tiba-tiba terlepas dari tanganku. Aku panik dan ingin kabur rasanya. Tapi Alex terus-terusan mengetuk pintu kamarku, hingga aku mau tidak mau terpaksa membukakan pintu.

"Lama banget buka pintunya. Kamu lagi nga... Lho, matamu kenapa? Kamu... menangis? Kenapa?" serunya sambil menyentuh mataku yang bengkak dengan lembut.

Ingin menangis rasanya. Aku pun menggigit bibirku kuat-kuat untuk menahan air mataku yang hampir menyeruak keluar.

"I...ni tangisan ba...hagiiiaa merayakan kembalinya Erna," jawabku membohonginya. Mana mungkin juga kan aku memberitahunya yang sesungguhnya.

"Wow... baik sekali. Aku juga senang dia kembali. Serasa penderitaan dan beban yang kurasakan selama ini terangkat seketika dari hidupku. Makanya... hari ini aku dan Erna mengunjungimu. Aku mau kamu jadi orang pertama yang tahu. Lagian kamu kan sahabat dan mak comblang kami. Sudah seharusnya kamu tau kalau kami berdua sudah berbaikan dan memutuskan balikan lagi," cerocosnya dengan riang.

Melihatnya bahagia seperti itu, membuatku tak tahan. Tangisku tiba-tiba pecah. Alex yang melihat air mata yang jatuh dari pipiku, jadi bingung seraya berkata, "Lho, kok tiba-tiba nangis to?! Kalau kayak gini terus, matamu bisa sakit, An. Tunggu bentar biar kukompres dulu matamu, biar bengkaknya berkurang."

Setelah itu Alex segera mengambil handuk kecil dari lemariku dan segayung air dari kamar mandi di kamarku. Perlahan-lahan dia mengompres mataku sambil tersenyum memandangku.

"Jelek banget! Kayak alien hahahaha," ledeknya sambil meneruskan mengompres mataku. Aku ingin menjotosnya karena mengolok-ngolokku. "Jangan menangis lagi An... aku paling benci melihatmu menangis. Kalau kau menangis aku pasti merasa aku penyebabnya." Suara Alex terdengar melembut dan tak ada canda lagi di sana.

Aku mengangguk dan berkata, "Memang kau penyebabnya!"

"Aku? Salah...apa aku An?" tanyanya dengat raut muka terkejut.

Aku terdiam sejenak sambil terus memandangi pria yang tidak akan mungkin aku miliki ini. Rasa sayang seketika membuncah dari dalam diriku. Wahh...sedemikian sakitnya pun aku karena dia, tapi ajaibnya hatiku masih saja menyayanginya. Benar-benar tidak adil!

"Bercanda!" jawabku singkat, menyembunyikan rasa sakitku.

"Huh dasar! Hampir saja aku kena serangan jantung, tau!" serunya sambil beranjak ingin membuang air sisa kompresan ke kamar mandi. Namun sebelum sempat dia pergi, aku memegang erat bagian belakang kemejanya. Dia pun berbalik memandangku. Perlahan aku mendekatinya dan menaruh kepalaku di perutnya. Tak terasa air mataku menetes kembali.

"Kau tetap sahabatku kan Lex? Tidak ada yang berubah kan diantara kita?" Pelukanku semakin erat dan air mataku pun semakin deras berjatuhan. Walaupun sebentar, aku ingin memeluk Alex untuk terakhir kalinya. Dia sudah jadi milik orang lain. Setelah ini, dia takkan bisa memeluk cowok yang ada di hadapannya ini.

"Gila apa?! Nggak mungkinlah! Semuanya tetap sama seperti sebelum aku jadian lagi dengan Erna," janjinya sambil melingkarkan tangannya dan memelukku erat.

Namun janji hanya tinggal janji. Alex makin lama makin jarang bisa di temui. Kalaupun bertemu, pasti selalu di dampingi oleh Erna. Alhasil, aku malah jadi merasa seperti rumput pengganggu saja di tengah-tengah asmara mereka yang berbunga-bunga. Pernah saking jarangnya bisa bertemu Alex, aku pun mencoba menghubunginya lewat telepon, berharap bisa mengobati kerinduaanku dengan mendengar suaranya. Sayangnya, jawabannya selalu 'nanti aku telpon lagi ya'.

Sedih sekali rasanya. Aku merasa di campakkan dan tidak di perlukan lagi. Hal ini berlanjut sampai berbulan-bulan lamanya. Sampai suatu hari dia tiba-tiba meneleponku. Suaranya terdengar riang dan bahagia. Dia berkata bahwa seluruh keluarganya mengundangku makan malam bersama nanti malam dan mereka berpesan kalau aku tidak boleh tidak datang.

"Memangnya ada acara apa? Kok pakai ngundang aku segala?" tanyaku agak cuek. Aku masih marah karena tidak dihiraukannya selama ini.

"Datang aja... nanti kamu juga tau." Suara Alex sangat bersemangat dan agak mencurigakan.

"Jam berapa acaranya?"

"Jam 6 seperti biasa. Eh... uda dulu ya ini aku harus nemenin Erna beli baju. Pokoknya kamu harus datang lho. Jangan lupa!" Aku pun langsung menutup telponku. Mendengar suaranya yang manis saat memanggil nama Erna, tak ayal membuatku muak.

Sebenernya aku malas datang ke undangan itu. Tapi karna mama dan papa Alex yang ngundang, aku pun merasa tidak sopan jika menolaknya.

Maka dengan hati yang gelisah, Aku mempersiapkan diriku dan berangkat ke acara itu. Semoga saja bukanlah acara yang penting, yang membuat tamu sepertiku tak kikuk berada di dalamnya.

***

PERNIKAHAN PARO WAKTU  [#wattys2022]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang