22

7.2K 414 5
                                    

Willis menggemeretakan giginya. Membuang bantal yang dari tadi digunakannya untuk menutupi telinga. Willis kesal mendengar suara lenguhan dan jerit tertahan dari kamar seberang. Dasar suami istri.

Willis beranjak dari rumah. Suara-suara seperti itu justru membangkitkan rasa bersalahnya pada Joanna. Jelas Joanna tidak menikmati percintaan mereka malam itu. Mungkin hanya Willis yang menikmatinya. Yang Willis ingat adalah jerit kesakitan Joanna saat dirinya menerobos masuk dengan paksa. Lalu keesokan pagi wanita itu menghilang begitu saja, seolah tidak terjadi apa-apa.

Entah kenapa, Willis kesal jika terus menerus mengingat bahwa Joanna tidak berusaha mencarinya. Tapi kenapa harus Joanna yang mencarinya? Kenapa tidak bajingan keparat ini saja yang mencari karena sudah menidurinya? Entahlah. Yang Willis sesalkan, bagaimana jika Joanna ternyata memang hamil? Bukan karena Willis tidak mau bertanggung jawab, Willis hanya khawatir. Untuk mendapatkan uang makan atau menyewa tempat tinggal saja sepertinya mereka—Joanna dan Janete—kesulitan, lalu bagaimana jika Joanna hamil? Siapa yang akan memberikan makanan sehat untuknya? Siapa yang akan memberinya perhatian? Siapa yang akan peduli pada rasa lelahnya? Dan siapa yang akan membantunya mendapatkan uang saat wanita itu melahirkan?

Kenapa wanita itu begitu bodoh dengan tidak bertahan sampai Willis bangun, sehingga Willis bisa memikirkan cara untuk mereka berdua jika saja Joanna benar-benar hamil.

Cara apa? Willis bertanya sendiri.

Willis mengusap wajahnya dengan letih.

"Wiski?" tawar seseorang.

Willis berbalik dan mendapati Dante mengulurkan sebotol wiski. Willis tertawa pahit. Sekarang apa pun yang dilakukan orang lain yang awalnya biasa saja untuk Willis, kini mulai dikait-kaitkannya dengan Joanna. Terutama Wiski keparat.

"Tidak, terima kasih. Terakhir kali aku meminum wiski, efek penyesalahku bertahan hingga detik ini," tolak Willis.

Dante tergelak pelan dan menegak wiskinya. "Kau terlalu berlebihan."

"Jelas akan jadi berlebihan, jika di depanmu ada wiski dan wanita. Dua-duanya punya dampak yang tidak akan pernah kau ketahui," ketus Willis.

Dante kembali tertawa. "Aku tahu. Baru saja aku merasakan dampaknya, dan itu sama sekali tidak buruk." Dante mengangkat alisnya menantang untuk membantah perkataannya.

Willis hanya bisa mendengus, lalu tergelak pelan saat menyadari maksud Dante adalah bercinta dengan Cecillia. "Cecillia sudah tidur?"

Dante mengangguk. "Kau belum memberi selamat pada kami atas kehamilan Cecillia," tuntut Dante.

Willis merebut botol wiski dari tangan Dante. Menegaknya, lalu mengeryit akibat panas di tenggorokannya terasa menyengat. "Selamat untuk kalian."

"Dan aku ingat, tadi kau bilang tidak mau minum wiski."

"Itu jelas karena kau bukan wanita yang sedang berada di depanku, dan beraroma lili," jawab Willis.

Dante mengangkat alisnya. "Dan apa yang sudah dilakukan wanita beraroma lili ini, sehingga membuatmu demikian kacau?"

Willis menegak sekali lagi dan menggoyangkan botol wiski itu di depan wajah Dante. "Bukan dia yang melakukannya, tapi aku."

"Kau? Memangnya apa yang bisa dilakukan laki-laki sepertimu?" ledek Dante.

"Bersikap kurang ajar. Menjadi bajingan. Berperilaku tidak menyenangkan. Apa pun yang terlintas di kepalamu," jawab Willis dengan melantur.

Dante sadar Willis sudah mulai mabuk, lalu mengambil kembali botol wiski yang sudah setengah kosong. "Kau melakukan semuanya?"

Willis mengangguk. "Aku sangat menyesal."

"Menyesal menidurinya?"

Willis mengangguk sebelum menggeleng dan mengerang. "Aku tidak tahu ... aku tidak tahu apa yang kurasakan. Aku hanya tahu aku tidak bersikap baik padanya, dan saat aku terbangun ke esokan harinya, dia menghilang. Aku tidak bisa menemukannya."

Dante tertawa pelan. "Kau? Tidak bisa menemukannya? Itu omong kosong atau apa? Kau pencari jejak terbaik yang dimiliki Paxton," puji Dante, terdengar seperti sindiran juga.

"Aku ... takut. Aku tidak siap. Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan jika bertemu dengannya lagi."

"Saat itu?" tambah Dante, membuat Willis mengangguk. "Lalu apa saat ini kau ingin bertemu dengan Joanna?"

"Aku hanya ingin tahu apa dia baik-baik saja, apa dia mengandung anakku. Atau apakah dia punya tempat tinggal dan makanan yang cukup. Aku tidak benar-benar ingin menjadi bajingan, kau tahu." Willis berbalik dan bersandar di pagar beranda rumahnya sebelum muntah.

Membuat Dante mendekat dan memukul-mukul punggung Willis.

Willis menepis tangan Dante. "Jangan menyentuhku. Kau bukan istriku, Paxton."

Dante tergelak dan beranjak kembali. "Baiklah, semoga kau bisa kembali ke kamarmu tanpa tertidur di beranda." Dante kembali ke kamar untuk naik ke atas ranjang, lalu mendengar Willis bernyanyi menyedihkan di halaman depan dengan nada sumbang dan suara orang mabuk.

Cecillia menggeliat dan memeluk perut Dante, membuat Dante mengusap rambut Cecillia dengan sayang. "Dari mana saja?" tanya Cecillia dengan mata mengantuk.

"Kamar mandi, Sayang. Kembalilah tidur."

"Hm," jawab Cecillia sebelum kembali tertidur pulas di pelukan Dante.

Revisi Bastard PrinceWhere stories live. Discover now