3

12.4K 670 5
                                    

"Apa yang anda lakukan di sini?" bentak seseorang dari arah belakang.

Cecillia hampir saja melepaskan mangkuk takar tepung yang sedang dipegangnya sebelum berbalik. Ritta sedang melotot melihat ke arahnya, lalu memelototi pelayan-pelayan yang kini bergerak gelisah di bawah tatapan Ritta.

Cecillia meletakkan mangkuk takar. Melap tangannya yang bernoda tepung di gaun barunya, dan meninggalkan jejak putih.

Ritta mendengus kesal, menepuk-nepuk gaun Cecillia untuk menghilangkan noda tepung itu.

"Aku ingin membuat kue."

Ritta kembali memicing pada dua pelayan yang kini menunduk semakin dalam. Tidak berani mengangkat pandangan lagi pada kepala pelayan yang sedang murka tersebut.

"Dan mereka akan dapat hukuman karena ini," ketus Ritta.

Cecillia panik. "Tidak, aku mohon jangan. Mereka sudah melarangku, tapi aku yang memaksa," bela Cecillia agar kedua pelayan itu tidak terkena hukuman akibat kesalahannya yang memaksa untuk membuat kue, dan menolak saat pelayan-pelayan itu menawarkan membuat kue untuknya tanpa bantuan. Tapi Cecillia tidak terbiasa dengan semua kebiasaan barunya yang tidak diperbolehkan untuk memasak, mencuci atau bahkan mengganti pakaiannya sendiri. Cecillia jadi merasa seperti orang cacat yang tidak bisa melakukan apa pun dengan tangannya.

"Siapa pun yang memulai tetap kami yang akan mendapat hukuman atas apa yang anda lakukan, jika anda mencegah kami melakukan tugas kami," jelas Ritta ketus.

Cecillia mengembuskan napas berat dan menunduk sedih. "Aku minta maaf. Aku sungguh tidak bermaksud membuat kalian semua mendapat masalah. Aku hanya .... Aku hanya kesepian dan merasa seperti orang cacat. Ini bukan diriku."

Ritta menyipit. "Orang cacat?"

Cecillia mengangguk. Duduk di kursi dapur dengan tenang, membuat ketiga pelayan itu memucat. Kursi dapur bukanlah salah satu kursi yang bisa dibilang bersih, jika duduk menggunakan gaun mahal seperti yang sedang digunakan Cecillia.

"Aku terbiasa melakukan semuanya sendiri. Aku punya dua tangan yang sehat, tapi semua kebiasaan di sini membuatku merasa seperti tidak punya tangan. Kalian menggantikan bajuku setiap malam. Bukan, tapi setiap aku ganti baju. Ini bukan diriku." Keluh Cecillia lelah dengan merentangkan tangannya agar ketiga pelayan itu melihat gaunnya yang mahal, bagus, dan berat.

Ritta mengamati wajah sedih Cecillia sebelum berdehem. "Sebaiknya kita keluar dari sini. Jika Pangeran Dante melihat anda menyelinap kemari, maka hukuman untuk kami tidak akan pernah bisa dihindarkan," bimbing Ritta dengan memegang lengan Cecillia untuk menuju perpustakaan, dan membantu menuangkan teh hangat yang baru saja dibawakan oleh seorang pelayan.

"Bertahanlah. Anda akan terbiasa dengan kebiasaan di sini, jika membiarkan kami melakukan tugas kami." Ritta dengan menyodorkan gelas teh itu pada Cecillia.

"Terima kasih." Cecillia menerima cangkir porselen cantik itu sebelum menyesapnya.

"Satu lagi, tolong jangan terlalu sering meminta maaf atau berterima kasih pada kami. Lebih baik lagi untuk jangan pernah mengatakannya sama sekali."

Ritta kembali mendesah saat melihat Cecillia meletakkan cangkir porselen itu dengan ceroboh. Tehnya tumpah di atas meja sebelum menatap Ritta dengan mata keras kepala. Ritta sudah mengenal ekspresi itu. "Tapi kenapa?"

"Karena kami dibayar untuk melakukan tugas ini. Kami tidak melakukannya dengan cuma-cuma, jadi jangan merasa kami melakukan sebuah kebaikan. Kami hanya butuh bayaran kami, tapi kami akan mendapat masalah jika Ratu Bettary mendengar anda meminta maaf atau berterima kasih pada kami."

Revisi Bastard PrinceWhere stories live. Discover now