[ 40. ]

14.5K 2.9K 938
                                    

Hai,
Akhirnya tiba di cooling phase, wakakakaka jujur capek juga menuliskan karakter toxic saat moodku pengin yang uwu loveydovey, haha~

Pas 2.100 kata untuk Bab ini,
sedikit ya dibanding bab sebelum-sebelumnya, ya tapi daripada enggak update ... eaaa 🤧

Oke, selamat membaca
Thank you

🍯

[ 40. ]

"Inge! Itu apa-apaan, kenapa bukan kamu yang temani Theo dan Bita? Kenapa malah Esa itu ikutan masuk mobilnya sama Lukito!!!" Ny. Inggrid berseru tidak terima saat putrinya justru melangkah kembali ke area pintu masuk restoran. Mobil juga perlahan meninggalkan parkiran.

Inge Aubree Razi menahan sang Ibu yang akan beranjak. "Ibu enggak akan ke rumah sakit, aku juga enggak, kita akan bicara serius!"

"Anakmu bengek-anfal begitu, kamu masih mentingin hal lain? Itu pastiin Bita ditangani dokter yang bener, jangan sama—"

"Anakku bersama tiga orang lelaki yang paling bisa kupercayai untuk menjaganya ... ayahnya, Papa Lukinya, dan calon suaminya." Inge menggeleng cepat, segera berbicara lagi sebelum sang ibu menyanggahnya. "Ibu sudah keterlaluan hari ini dan kita enggak akan meninggalkan restoran sampai Ibu minta maaf ke Bapak, juga keluarga Pradipandya."

"Inge!" seru Ny. Inggrid kesal.

"Ibu!!!" Inge tidak kalah berseru sampai membuat ibunya terkesiap.

Ny. Inggrid memang terkejut, itu karena anak perempuannya ini terbilang penurut, amat royal dan selama ini selalu memudahkan hidupnya. Inge juga tidak pernah meninggikan suara terhadapnya sampai seperti kali ini, tampak murka.

Inge menggandeng lengan sang Ibu kembali ke ruang pertemuan, menatap wajah-wajah khawatir yang menanti penjelasan.

"Bita bagaimana?" tanya Soraya yang kini membantu Ravel makan, menyuwirkan bagian dada ayam kremes.

"Aman, mulai sadar pas masuk mobil tapi Esa tetap maunya bawa ke Rumah Sakit dulu ... Bita mau tapi minta ditungguin terus. Esa enggak boleh kemana-mana," ujar Inge lalu meringis kecil. "Ayahnya langsung curiga, entah pingsan beneran enggak yang tadi itu."

Soraya ikut meringis dan menatap Ny. Inggrid yang masih menatap muram. "Ibu, monggo dhahar ..." [Ibu, dipersilakan makan.]

"Bisa-bisanya malah makan kalian ini!" gerutu Ny. Inggrid meski kembali duduk di tempat semula.

"Bita beneran sudah sadar tadi?" tanya Kinar yang sengaja belum menyentuh sajian makanan yang terhidang.

"Iya, dia pasti kaget, baru tahu punya keponakan ... waktu mulai sadar juga panggil Mamas dulu." Inge kembali duduk dan mempersilakan. "Dua puluh tujuh tahun mendampingi Bita melalui masa-masa seperti hari ini, hal terbaik untuk mendukung pemulihannya adalah dengan tetap sehat dan kuat. Oleh karena itu silakan sajian makanan utamanya dinikmati."

"Bapak udah bilang gitu tadi, Nge, tapi cuma Ravel sama Lyre yang langsung manut," ungkap Eyang Taher yang menikmati makan malamnya sambil didampingi oleh Rika.

Lyre tersenyum kecil dan mengelus perut. "Adiknya Ravel laper terus kalau Mamanya udah lihat makanan."

"Papanya Ravel sama Om-Tantenya, ayo ikutan makan ... Mama Yaya serius banget lho atur menu makanannya sampai memastikan bahannya juga," ujar Inge membuat Kagendra langsung menurunkan ponsel.

"Serius, Ma?" tanya Kagendra yang kemudian membentangkan serbet ke atas pangkuan.

Soraya mengangguk. "Iya, kebetulan kenal sama pemilik restorannya jadi mudah untuk saling menyesuaikan. Ayo, Waffa sama Dede juga, udahan ponselnya, makan dulu."

REPUTATIONWhere stories live. Discover now