[ 19. ]

15.2K 3.1K 1K
                                    


Hai,

aku enggak salah publish ya
memang nongol siang bolong begini
karena kerjaku masuk siang sampai malam nanti :")

.

pas 2.000 kata untuk bab ini
selamat membaca

thank you~

🍯

[ 19. ]

Sasono Moeljo Memorial Park
Bangunjiwo, Bantul

Pasarean kagem ahli waris saking keluargo Tn. Tubagus Adiprodjo Ruslantama kaping setunggal.
(area pemakaman khusus keluarga Tn. Tubagus Adiprodjo Ruslantama ke-1)

Eyang Taher Pramodya Ruslantama adalah keturunan ketujuh dari seorang tokoh masyarakat, pemilik padepokan silat Adiprodjo yang dahulu begitu berpengaruh dalam menyiapkan prajurit-prajurit berkualitas, membantu pengusiran para penjajah dari wilayah Yogyakarta. Oleh karena itu, area makam keluarga Ruslantama sangatlah luas, nyaris mengelilingi sebuah bukit kecil dengan bentangan kebun bambu dan pohon jati sebagai pemandangan.

Makam Thomas ada di sisi timur, dekat dengan makam leluhur tertua, yang membedakan hanyalah penanda nisannya. Para leluhur Ruslantama terdahulu masih menggunakan kijing yang dipahat dari batu, sementara milik Thomas berupa plakat granit yang tertanam pada sebidang tanah berumput.

nyawiji dhateng bhumi
satunggaling jiwo andhap marang gusti
THOMAS PRAMODYA
RUSLANTAMA

Tsabitah memperhatikan setiap orang yang berkumpul, mengelilingi makam kakaknya. Ini adalah kali pertama, keluarga Ruslantama dan Kanantya kembali lengkap dalam berziarah, membuatnya mengucap syukur dalam hati. Tsabitah tahu, kebersamaan ini akan membuat Thomas bahagia.

"Jadi, Tante Bita punya kakak, iya, Mama? Tetapi sudah meninggal?" tanya Ravel yang jelas penasaran.

"Iya, namanya Om Tommy," jawab Lyre lirih kemudian sewaktu para orang tua beralih berlutut di rerumputan, ia mengarahkan Ravel. "Sekarang semuanya harus berdoa, Ravel mau sama Opa dokter atau Om Esa?"

"Sama Om Esa," jawab Ravel lantas beralih ke dekapan Esa, menyimak saat diberi tahu posisi tangan untuk berdoa dan menirukan sebisanya.

Tsabitah ikut berdoa sembari menahan senyum, Ravel cukup lancar mengikuti lantunan doa yang perlahan dipimpin oleh Eyang Taher. Saat mengaminkan doa terakhir dan menyadari Esa mulai meneteskan air mata, Ravel tidak kikuk beralih memeluk.

Tsabitah sudah tidak pernah menangis setiap berkunjung ke makam sang kakak. Rasa kangen yang tidak terobati memang membawa kesedihan, namun setelah waktu berlalu, air matanya seakan lebih mudah membeku dan sisi emosionalnya semakin terkendali.

"Itu tulisannya apa artinya, Eyang?" tanya Ravel sembari bergeser untuk menempeli Eyang Taher yang duduk di kursi lipat.

"Bersatu dengan bumi, satu jiwa menghadap Tuhannya ..." Eyang Taher mengelus kepala Ravel lembut, menjelaskan perlahan, "Orang yang meninggal raganya bersatu dengan bumi, tetapi jiwanya atau ruhnya nanti akan menghadap Tuhan Yang Maha Kuasa."

Ravel mengangguk, teralihkan gundukan kecil di sisi kanan makam Thomas yang ikut ditaburi kelopak bunga mawar. "Itu apa, kenapa kecil aja?"

REPUTATIONWhere stories live. Discover now