[ 18. ]

15.3K 3.3K 1.1K
                                    

hai,

aku nulis ini karena aku berharap banyak pada dunia literasi dan pembaca yang semakin berbudi

so, guys
semisal kalian dapat rekomendasi cerita ya, entah dari facebook, twit/x, instagram, grup WA, please dibiasakan searching ke situs LEGAL tempat penulis asli publish karya tersebut

kalau harus beli ya silakan beli ketika ada uangnya, ketika enggak ada uang ya tinggalin, cari cerita gratis lain.

.

sakit hati banget lho aku, dikasih share chatan para penikmat bajakan, pada request untuk copas/screenshot ceritaku di KK-Joylada
atuhlah enggak wajib baca kok segitunya mau jadi penjahat & merugikan orang

Aku beneran bukan pemaaf!
puluhan dm pengakuan, kesialan yang kemudian dirasain; susah dapat kerja, belum lulus-lulus, hp satu-satunya rusak. I ignore & just delete them all.

.

Yuk, bisa yuk, sama-sama anti pembajakan & menjadi pembaca yang bangga karena mengerti kualitas buku/tulisan yang dibacanya itu legal.

.

2.414 kata untuk bab dadakan ini,
happy reading \(^o^)/


🍯

[ 18. ]

"Perjodohan."
Esa mengulang satu kata itu dengan ekspresi wajah yang sarat kebingungan. Ia dan Lyre masih ada di ruang makan, sang ayah ditemani Ravel beralih mengurus iguana, sementara ibunya sibuk bertelepon di dapur.

"Kalau yang ada omongan dari pihak Ruslantama dulu, berarti Bita juga oke dong, iya 'kan?" tanya Lyre, tidak menutupi antusiasme kala menatap sang kakak.

Esa geleng kepala. "Itu enggak masuk akal, iya 'kan?"

"Justru masuk akal banget!"

"Kamu nih, kalau udah males jadi bahan bercandaanku di rumah, jangan lantas sembarang excited sama—"

"Aku enggak sembarang excited, ini Bita ... dia bukan orang asing di keluarga kita." Lyre mempertahankan senyum semringahnya. "Dia dekat sama Mama dan Papa, lebih dekat dibanding kita selama delapan tahun terakhir dan lebih dari itu, dia benar-benar udah dewasa. She's an adult—"

"Stop saying that!" keluh Esa, entah kenapa menyebut kata 'adult' atau dewasa bersamaan dengan nama Tsabitah menimbulkan kegelisahan tersendiri. Ia harus sebisa mungkin mengontrol pikiran agar tetap jernih sekaligus bersih.

"Saying what? Yang aku omongin bener, aku setuju sama perjodohan ini."

Esa memejamkan mata selama tiga detik. "Bukan kamu yang harus memutuskan persetujuan tentang perjodohan, Re..."

"Kalau Bita sendiri yang minta, emang Mas Esa bisa nolak?" tanya Lyre lalu bersedekap, menatap lekat tepat di manik mata sang kakak yang kembali terlihat. "Mas Esa tuh enggak bisa nolak Bita ... diantara Mas Esa sama Mas Tom, kalau urusannya kudu ngasih pengertian serius ke Bita, yang bisa ngomong cuma Mas Tom, Mas Esa iya-iya aja, belum kalau Bita nangis, makin enggak tega."

"Ya, tapi, dia itu adikku lho, masa—"

"Adiknya Mas Esa cuma aku!"

Esa hampir tertawa karena Lyre mengatakan itu dengan pelototan mata galak. "Ini bukan waktu yang tepat buat personal klaim dan kamu tahu dari dulu kalau Bita memang adiknya Mas Esa juga."

REPUTATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang