77. Terhubung Kembali

1.1K 197 66
                                    

Aku membuka mataku ketika merasakan seseorang mengguncang tubuhku. Walau kelopak mataku terasa masih berat, aku memutuskan untuk bangun.

Di sampingku, aku bisa melihat helaian rambut familier yang agak menutupi matanya karena dia sedang menundukkan kepalanya, tangannya masih mengguncangku secara halus, memintaku untuk segera bangun.

"Ayah, bangunlah."

Benar, aku harus bangun. Mencoba untuk mengumpulkan nyawaku, aku mengubah posisi berbaring menjadi duduk. Tidak lupa aku menghapus iler dan belek di mata.

"Ian, jam berapa sekararang?" tanyaku sambil masih menggosok mata sekilas. Rasanya berat sekali saat harus bangun dari tidurku yang nyenyak. Sebab, sudah lama rasanya aku tidak bisa tidur dengan lelap seperti itu karena terlalu banyak beban pikiran soal kehancuran Adria atau Archer. Lagipula, agak malas untuk bangun tidur hari ini ketika tahu kalau aku akan menjalani hari yang berat.

"Semangatlah, Kelith! Kamu pasti bisa."

"Sekarang pukul delapan pagi, Ayah."

Hah? Siapa tadi yang bicara bersamaan dengan jawabannya Dillian? Suaranya agak bergema di otakku, dan itu bukan suara Pixy atau Sora, bahkan aku tidak melihat roh angin itu di dekatku saat ini.

"Kelith, ini aku, Étoile. Jangan-jangan, kamu lupa kalau kita masih terhubung dan bisa berkomunikasi, hm?"

Aku mengerjap. Iya juga, si dewa sialan itu masih bisa menghubungiku dan bicara secara langsung padaku. Kupikir dia akan langsung pergi dan hilang setelah membantuku membunuh Felix. Tapi dia datang lagi rupanya.

"Aku dan kamu masih akan terus terhubung selama aku belum memberimu suatu perintah yang pernah aku sebutkan dan kamu berhasil melaksanakannya."

Ekspresiku agak masam. Dia ini pernah mengatakan padaku saat menyucikan jiwaku secara paksa, bahwa aku harus mematuhi satu perintahnya. Dan sampai saat ini, aku bahkan tidak tahu perintah apa yang akan dia berikan padaku. Tidak tahu apakah itu akan memberatkanku atau tidak. Memikirkannya hanya membuat suasana hatiku memburuk.

"Jadi, apa maksud kedatanganmu ini?" tanyaku dalam hati.

Dillian—saat ini sedang meracik teh dengan air panas di dalam teko—tidak tahu jika aku dan dewa bintang sedang berkomunikasi, karena ini juga hal yang rahasia. Bisa heboh jika Dillian tahu kalau aku dapat terhubung dengan dewa.

Gerakan jemari Dillian begitu halus saat dia meracik tehnya, menuangkan air panas, dan menuangkannya ke dalam cangkir mewah milik Lorenzo. Aku yakin dia mempelajari hal ini di dapur sambil memperhatikan pelayan senior. Bagaimana cara dia melakukannya sangat bagus, menyesuaikan etiket.

Aku menerima uluran cangkir teh dari Dillian ketika dia menyerahkannya padaku. Aku bergumam terima kasih sambil tersenyum kecil pada Dillian sebelum sedikit menyesapnya. Aroma teh jasmin langsung menguar dan memanjakan penciuman, membuat pikiranku agak rileks, dan sensasi hangat ikut mengalir di kerongkonganku.

Dillian memiliki cangkir tehnya sendiri dan duduk di hadapanku.

"Kejam sekali kamu bicara padaku seperti itu~" balas Étoile dengan nada geli. "Aku agak kesal saat kamu bertanya mengenai racun pada Lorenzo, padahal aku bisa langsung tahu apa racun yang meracuni sebagian besar rakyat di wilayah pinggiran."

Aku mengerutkan dahi. Bagaimana bisa aku tahu kalau Étoile dapat mendeteksi racun jika dia saja tidak memberi tahunya padaku. 

"Oke, jadi apa yang kamu tahu?" tanyaku, memutuskan untuk tak berpikir lebih jauh.

"Memang benar bahwa perkiraan Lorenzo mengenai racun yang menyebabkan demam dan muntah darah yang akan berlangsung selama satu bulan itu. Akan tetapi, ada yang tidak diketahui oleh Lorenzo, yaitu selepas tiba hari ketiga puluh yang dikatakan itu, orang yang mengonsumsi racun itu akan langsung mati."

Suddenly, I Became the Hero's FatherDär berättelser lever. Upptäck nu