61. Berpihak

1.6K 327 63
                                    

"Menilai dari reaksimu, sepertinya aku sudah sangat mengganggumu." Kai menutup pintu kamar dengan rapat, senyumannya luruh, dan ekspresinya berubah menjadi lebih serius. "Tapi, aku harus membicarakan hal yang sangat penting denganmu saat ini juga, Tuan Kelith."

Suara langkah kaki Kai yang menghampiriku terdengar halus, hingga jika tak didengar secara jeli, bunyinya akan sangat samar di telingaku.

Tak. Bunyi lentera bercahaya oranye yang disimpan di atas nakas membuatku mengalihkan pandanganku ke sana. Cahayanya yang benderang membuat pupil mataku mengecil akibat sinarnya yang menembus retina. Pandanganku masih agak memburam saat aku menyapukan pandanganku pada Kai yang duduk di samping ranjang. Di atas sofa tunggal yang masih belum dipindahkan setelah kunjungan terakhir di ruangan ini.

"Hal penting apa yang membuat Yang Mulia Putra Mahkota harus mengunjungi saya di pada waktu seperti ini?" tanyaku dengan sorot tenang.

Bola mata hijau muda Kai menelisik wajahku, dia berniat untuk membuat kontak mata denganku, tapi aku menghindarinya karena tak ingin jatuh pada manipulasinya.

"Apakah adikku mengunjungimu hari ini?"

"Tentu saja."

"Dan apakah dia mengatakan sesuatu mengenai hukuman yang harus diberikan padaku?"

Kai, seolah dia dan Alioth merupakan dua pasang puzzle yang seharusnya menyatu, seolah-olah dia dan Alioth berbagi jiwa, hingga Kai bisa mengerti apa yang Alioth pikirkan.

"... Ya."

"Sudah kuduga." Kai mengembuskan napasnya. "Kami berdua mengenal sifat Yang Mulia Raja, baik luar dan dalam. Maka dari itu, adikku pasti sudah mengantisipasi mengenai hukuman apa yang tepat bagiku setelah menilai sifat Yang Mulia Raja."

"Apakah maksudnya adalah dengan Yang Mulia Raja yang memintaku untuk memberikan Anda hukuman yang tepat?"

Kai mengangguk. "Benar. Setelah kamu pulih, Yang Mulia Raja akan memintamu untuk memberikan hukuman yang tepat bagiku berdasarkan luka yang kamu derita. Dan saat ini, aku sedang mengalami masa kurungan di ruangan kamarku, tapi tentu saja, aku ingin segera menemuimu untuk mengatakan ini."

Jeda. Kai memantapkan dirinya sebelum dia bicara padaku. "Apakah kamu sudah memilih, di pihak mana kamu berada?"

Aku menekan rasa berdebar di dada karena pengetahuan tentang novel itu tiba-tiba masuk ke dalam benakku. Di dalam novel, pertanyaan yang Kai utarakan itu sebenarnya ditujukan kepada Dillian. Pada saat itu, Dillian telah selesai membasmi para monster dan membunuh Felix. Selepas itu, dia kembali ke kediaman Archer, esoknya mendapatkan penghargaan dari keluarga kerajaan sebagai langkah awal Dillian untuk menjadi seorang pahlawan. Kemudian, Kai dan Alioth yang saat ini tengah memperebutkan serta mengamankan sebuah posisi, telah secara terang-terangan berusaha untuk menarik atensi Dillian untuk segera memilih antara Kai atau Alioth. Dukungan Dillian Archer, Duke Archer yang dulunya dikenal selalu netral terhadap suksesi takhta, akan menjadi sokongan yang kuat terhadap salah satu pangeran apabila dia memilih. Ditambah, ada gelar baru tersemat dalam nama Dillian sebagai seorang pahlawan masa kini, yang telah menyelamatkan Adria dari gelombang monster.

Pada masa itu, Dillian diajukan pertanyaan serupa oleh Kai, tapi Dillian menjawab dengan tenang, "Maafkan saya, Yang Mulia."

Kai tentu saja kecewa atas jawaban Dillian. Meski hanya jawaban singkat yang Dillian utarakan, Kai tidak bodoh dengan berpura-pura tak memahami jawaban Dillian.

Rupanya pada saat itu, Dillian telah ditarik oleh pangeran kedua. Alioth de Adria sudah berhasil menarik Dillian menjadi tangan kanannya.

Aku menatap Kai, yang kini masih memperhatikanku dengan tatapan gelisah di kedua bola matanya, yang meski aku tahu jikalau dia memang berupaya untuk menyembunyikannya saat ini, dia tak terlalu pandai dalam melakukannya.

Suddenly, I Became the Hero's FatherWhere stories live. Discover now