75. Count Lamieu

1.5K 233 90
                                    

"Apa yang Anda lakukan di sini, Yang Mulia?"

Suaraku bergema dalam ruang kosong yang sudah aku tinggali selama kurang lebih satu bulan ini. Dan di hadapanku saat ini, ada seseorang yang memasuki kamarku tanpa izin, seolah dia memang tinggal di dalamnya semenjak lama.

Aku menutup pintu kamarku, lalu menghampiri sosok yang membelakangiku itu.

Aku baru saja kembali dari kediaman Vernon setelah selesai mengintrogasi Viscount Vernon. Karena tuan yang disebut oleh para bawahan telah mati karena sihir gelap, maka proses pengintrogasian dan penyelidikan sudah dinyatakan selesai. Lagipula, ketika tepat diketahui bahwa para staf pelelangan, anak-anak yang diperjualbelikan, serta Viscount Vernon mati karena sihir gelap, sudah dipastikan bahwa kita tidak akan bisa tahu siapa yang benar-benar bertanggung jawab atas kematian mereka.

Maka dari itu, laporan Alois kepada Raja Adria juga agak menggantung seolah tak memiliki akhir yang jelas.

Saat aku menelisik rupa orang itu yang membelakangiku, sibuk memandangi panorama malam di balik jendela, dia pun mulai memutar tubuhnya. Membuatku akhirnya bisa melihat wajahnya yang rupawan, diwarnai oleh indahnya bola mata hijau muda, yang kemudian sorotnya disiram oleh purnama dari angkasa sana.

Kai de Adria tersenyum. "Aku masuk dengan sihir teleportasi."

Aku memasnag ekspresi, ya, lalu? Apa masalahku dan kenapa kamu masuk tanpa izin?

Kai tertawa kecil melihat reaksiku. "Maafkan aku karena tidak meminta izin untuk masuk ke ruanganmu. Saat ini, aku bahkan makin tidak diperbolehkan untuk keluar dari istanaku." Kai menatapku tepat di bola mata. Walau dia memiliki sorot tenang dalam tatapannya, aku tahu mulai ada yang pecah berantakan di baliknya. "Kamu pasti sudah tahu rumor yang menyebar, bukan?"

"... Ya," ujarku, lalu aku memutar tubuh dan memutuskan untuk duduk di atas sofa. Kai mengikuti diam-diam. Kami pun duduk berhadapan dalam kegelapan, cahaya luna telah berusaha untuk mengatasi gelapnya malam, tetapi usahanya tak cukup sehingga aku hanya bisa menatap wajah Kai dengan samar-samar.

"Putra Mahkota Adria telah melakukan kriminalitas dengan melakukan acara amal berkedok meracuni?" sambungku.

Kai tertawa kaku. "Jangan mengatakannya dengan seperti itu, Tuan Kelith. Kamu seolah menyiratkan bahwa aku benar-benar seorang kriminal." Kai lalu menghela napasnya berat, diurutnya dahi Kai yang agak mengerut karena stres. "Aku saat ini merasa sangat bingung. Aku berniat untuk membersihkan namaku, bukan untuk semakin menodainya."

Itu yang aku harapkan. Aku hanya berharap bahwa nama Kai bersih setelah insiden di mana lampu gantung itu jatuh. Akan tetapi rupanya, namanya malah semakin jelek di mata para rakyat Adria karena rumor buruk yang beredar itu.

Mengatakan jika masalah ini merepotkan, sudah pasti. Permainan takhta ini benar-benar menguras pikiran dan batin. Jika aku menjadi Kai, aku pasti sudah memutuskan untuk pergi jauh dari istana setelah mengepak banyak harta sebanyak mungkin, lalu hidup bahagia sebagai rakyat biasa di desa pinggiran. Hanya saja, mungkin Kai memiliki ambisi tersendiri sehingga dia tak mundur pada impiannya tersebut.

"Yang Mulia, apakah Anda bisa menceritakan pada saya apa yang sebenarnya terjadi?" tanyaku.

Aku sebenarnya tak ingin terlibat dengan masalah ini. Hanya saja, setelah memikirkannya, hukuman Kai mengenai acara amal itu separuh ideku, Kai juga ikut memikirkannya hingga aku tidak bersalah sepenuhnya. Akan tetapi, aku juga harus bertanggung jawab atas apa yang telah kulakukan sebagai seorang pria sejati.

Suddenly, I Became the Hero's FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang