Bab 20 : Pecahan Permata

17 7 7
                                    

"Srikandi!" panggil Zain

"Srikandi!" Garin mengguncang bahu gadis bersurai biru itu.

Srikandi yang tampak seperti orang tak sadarkan diri, terhenyak meremas kepingan permata yang ia pegang. Tangan kiri gadis itu gemetar hebat disertai wajah berlinang air mata. Ia mendapatkan kesadaran kembali.

Kini pandangannya terpaku pada Zain yang menatap gelisah. "Darimana kau mendapatkan benda ini?" pekiknya sesak.

"Seorang musafir yang kutemui di Kadipaten Pancer. Ia tidak mengatakan siapa nama dan berasal darimana, serta alasan kenapa benda itu harus kuberikan padamu." Zain terdengar sedikit cemas. "Kau mengetahui benda apa itu?" tanyanya.

Srikandi tak menjawab, ia bergegas berdiri dengan perasaan berkecamuk yang dalam. Ia merasa kini dadanya robek dan terkonyak begitu dalam. Perasaan sesak yang menggelayut terasa seperti beban berpuluh ton yang bertumpu di pundaknya. Tungkai jenjang gadis itu bahkan terasa lemas tak karuan.

"Benda ini milik seseorang," jawab Srikandi mengingat Ningrum dalam dirinya. "Pasti ada tujuan kenapa benda ini sampai padaku. Aku harus mencari tahu," gumam gadis itu. Ia lantas jatuh terduduk menggenggam erat gulungan kain usang.

"Apa hanya ini tujuanmu datang menemuiku?" Srikandi mengalihkan pembicaraan agar pikirannya bisa kembali jernih.

"Ya, hanya itu." Zain menjawab singkat.

"Kenapa kau bisa tahu Srikandi ada di sini?" cecar Garin.

"Oh, tentu karena Raden Dwi Atmojo yang memberitahuku. Kau sendiri sepertinya sangat luang sampai berakhir di sini? Bukankah kau tangan kanan Raden Dwi Atmojo?" Zain tersenyum skeptis.

"Aku bertugas menjaga Srikandi. Dan itu bukan urusanmu. Kau tampaknya sangat tertarik pada urusanku, ya?" Garin melipat tangan.

Zain terkekeh. "Kurasa kau yang sangat tertarik pada urusanku sampai penasaran bertanya, padahal aku tak ada kepentingan denganmu."

"Hei, jaga mulutmu!" geram Garin.

Zain tak menjawab dan hanya mengangkat bahunya tanda tak peduli.

Srikandi merasa pening akan tingkah Garin yang tiba-tiba aneh. "Sudahi perdebatan tak berarti kalian. Kalau urusan kalian sudah selesai sebaiknya pergilah!"

"Urusanku memang sudah selesai. Aku akan pamit," ucap Zain undur diri.

Gadis bermanik biru yang teringat memiliki tujuan pada Zain segera mencegah kepergian pemuda itu. "Tunggu! Ada yang masih ingin kutanyakan padamu." Tangan kirinya menarik lengan baju Zain tanpa sadar. Buru-buru gadis itu menepis pegangannya. "Maaf," ucapnya malu.

Zain menatap tangan kanan Srikandi yang terbalut perban. "Tangan kananmu masih...."

Srikandi menyembunyikan tangan kanannya ke belakang. "Ini memang sudah tak dapat dikembalikan seperti semula."

"Bukankah kau utusan Sura Selatan? Apa beliau tidak bisa memulihkan tanganmu?" Ucapan Zain agaknya cukup menyambar bagi Srikandi.

"Ada beberapa hal yang memang mesti kuselesaikan sendiri," jawab Srikandi dingin.

"Lantas katakan, apa yang ingin kau bicarakan?" Zain kembali duduk.

"Apa kau tahu mengenai kasus pembunuhan beberapa waktu lalu di Cidewa Hideung?" selidik Srikandi.

Garin seketika membulatkan mata. Ia tak mengira Srikandi akan bertanya mengenai kasus pembantaian keluarganya. Namun, raut wajah Zain tiba-tiba tampak tegang. Bibirnya membisu tak langsung menjawab pertanyaan Srikandi. Pemuda yang beraura dingin itu terlihat gugup kesulitan menjawab. Membuat Srikandi semakin bertanya-tanya dan penasaran.

Kisah Negeri Manunggal Spin-off : Sang Pemanggil Badai  Where stories live. Discover now