Bab 14 : Sarpasapta

20 7 1
                                    

Bulbul berlari kencang menggendong Srikandi di punggungnya. Dia berlari menuju ke arah gurun agar makhluk itu tak melukai manusia. Srikandi perlahan tersadar meski kepala gadis itu terasa seakan berputar dan ingin muntah.

"Kau sudah sadar?" Bulbul menegur Srikandi yang memeluk rambut lebatnya.

"Aku merasa seperti mabuk," sahut Srikandi lemas.

"Kau terkena racun Sarpasapta. Itu racun halusinasi. Jika kau bukan utusan Sura Selatan, kau pasti sudah jadi gila! Kendalikan kesadaranmu! Aku sudah menggiringnya ke tempat aman." Bulbul lantas berhenti dan menunduk agar Srikandi turun dari punggungnya.

Gadis bersurai biru itu sempoyongan, memegangi kening yang terasa berat. Penglihatan Srikandi masih berkunang-kunang, tetapi ia berusaha berdiri tegak berpegangan pada tubuh Bulbul. Tampak sosok Sarpasapta mendekat dalam radius 300 meter. Makhluk laut itu tak mampu menandingi kecepatan Bulbul walau tubuhnya sangat besar.

"Apa aku mampu melawannya?" Srikandi bergumam.

"Tak ada waktu, siapkan dirimu! Manfaatkan apa pun yang kau temui!" peringat Bulbul.

Gadis bermanik biru laut itu menangkap tamanan gurun serupa kaktus tetapi berdaun. Ia lantas memusatkan energi di tangan kanan. Mengambil energi dari tanaman yang tumbuh di sekeliling. Ia pun membentuk ratusan jarum es berukuran setengah meter. Bersamaan dengan kaktus berdaun yang berubah menjadi kering.

Sarpasapta mendekat hendak mengeluarkan racun dari kepalanya yang lain. Makhluk itu menggeram bak seekor naga yang dilanda amarah. Srikandi mengarahkan ratusan jarum es ke tubuh si makhluk hitam. Namun, senjata yang ia buat tak menggores sedikit pun sisik Sarpasapta yang demikian tebal dan kokoh. Gadis itu gemetar, ia tak tahan untuk berlari dari hadapan monster yang seakan menjadi malaikat maut. Namun, ia tak memiliki pilihan. Hanya mampu mengerahkan segala cara menghadapi musuh dalam hasil yang belum pasti.

Serangan demi serangan ia kerahkan, tetapi tak mampu barang sedikit pun menggores tubuh makhluk itu. Tenaga Srikandi hampir terkuras. Tanaman sekeliling yang beralaskan tanah gersang tak mampu membuatnya mencari inti kekuatan. Berkali-kali pula Sarpasapta menyerang dengan semburan bisa beracun. Berkali-kali pula ia menghindar demi menyelamatkan nyawa yang hanya tersisa satu-satunya.

Dalam gontai, ia berharap ada seseorang yang dapat menolong atau membawakan sumber air agar dirinya bisa kembali pulih. Namun, angan tetaplah angan. Tak ada yang mampu menolong selain keyakinannya sendiri.

"Aku baru di utus menjadi utusan Sura Selatan, kenapa tugasku lebih berat ketimbang SM tingkat Cendrawasih?" Atensinya membentuk rasa tidak terima terhadap perintah yang ia emban. Ia merasa tak akan sanggup melawan Sarpasapta yang demikian sulit dikalahkan oleh seorang pengguna kanuragan pemula.

"Cih! Persetan! Mati pun, matilah!" Srikandi melompat setinggi leher Sarpasapta, ia membentuk trisula es dan mengalirkan sisa energi yang ia simpan, udara sekitar menjadi dingin menusuk. Ia menggertakkan gigi lalu berteriak penuh rasa mendidih menebas leher sang makhluk hitam.

Namun, begitu menyentuh Sarpasapta tubuh Srikandi terpental sejauh puluhan meter. Ia merasa tubuhnya seakan remuk, tetapi bangkit segera untuk melihat hasil serangannya. Nihil. Ia hanya menggores sedikit kulit Sarpasapta yang bahkan tak membuat makhluk itu merasakan rasa sakit sedikitpun.

"Argh! Ini mustahil untuk kuselesaikan!" Ia berteriak penuh keputusasaan.

Sarpasapta pun melancarkan balasan dengan mengeluarkan racun dari kepalanya yang ketujuh. Racun itu berupa asam yang melelehkan apa pun. Srikandi menutup mata sebab tak memiliki kesempatan untuk menghindar. Namun, embusan angin secepat kilat meraih tubuhnya.

Perlahan ia membuka mata dan menyadari tengah berada di udara. Kaki gadis itu berpijak pada pusaran angin serupa gasing yang membawanya berdiri di angkasa. Hampir saja ia terjatuh saking terkejut. Namun, rasa terkejut yang ia rasa belum usai tat kala melihat ratusan PM dengan beragam senjata tempur mengepung Sarpasapta. Di depan mereka berdiri seorang pria dalam balutan pakaian serba putih dan turban. Tatapannya dingin. Berdiri tegap layaknya komandan pasukan. Mengacungkan tangan ke atas, lantas menunjuk ke arah Sarpasapta. Dalam hitungan detik, rentetan mesiu dari pasukan PM meluncur menghajar tubuh makhluk hitam itu.

"Woy! Kandi! Kemari!" Teriakan tak asing membuat Srikandi menoleh ke arah Garin yang berdiri di samping Bulbul.

Ia tak tahu cara turun, tetapi angin berbentuk gasing itu seketika mengantarnya ke hadapan Garin. Begitu berada satu meter di permukaan tanah, gasing itu pun raib bagaikan udara. Srikandi tersandung sebab terkejut. Ia kebingungan menatap bala bantuan dan Garin yang seketika ada di depannya.

"Kenapa kau bisa kemari?" selidik Srikandi.

***

Empat hari lalu, Pulau Iwak

"Kenapa kita datang ke Pulau Iwak, Raden?" Garin terheran melihat sang majikan yang tampak mencari sesuatu.

"Aku mendapat wangsit mengenai petunjuk keberadaan anakku dan Srikandi di pulau ini." Raden Dwi Atmojo berjalan menyusuri rerumputan pendek yang di hiasi bunga nan indah.

Garin berjalan di belakang mengikuti. Namun, tiba-tiba ia mendengar sesuatu berbisik di telinga. "Wahai, anak muda!"

Suara itu lirih dan terdengar beberapa kali. Namun, ketika mencari arah sumber panggilan ia tak menemukan apa pun. Sampai seekor kelinci putih bertanduk unicorn muncul dari balik reremputan. Mereka saling bertatapan, lantas seakan tersihir Garin mengikuti makhluk itu hingga terpisah dari Raden Dwi Atmojo.

Sampailah ia di sebuah padang berisikan bunga langka yang biasa digunakan para tabib manunggal untuk obat-obatan. Kelinci itu duduk di sebuah batu seolah menunggu kedatangan Garin.

"Jika kau mencari gadis yang ditawan Tengkorak Hitam ia akan sampai di pesisir Senlin esok pagi. Jika kau mencari gadis yang tengah mengemban tugas besar, ia berada di sisi tenggara Sunyoto," ucap kelinci bertanduk itu.

Mendengar makhluk itu berbicara Garin terjungkal kaget. Ia hanya membeku dan tak bergerak ketika makhluk itu mendekat dan berdiri tepat di depannya.

"Bawa pasukan PM dan seorang SM keturunan Kyai dari Cidewa Hideung saat mengejar jejak gadis yang mengemban tugas besar. Hanya dia yang mampu membantu gadis itu melawan ketakutannya." Kelinci itu lantas menghilang seketika.

Garin yang tersadar, bergegas berdiri. Ia berlari mencari keberadaan Raden Dwi Atmojo untuk menyampaikan pesan tersebut.

"Srikandi dalam bahaya!" imbuhnya cemas.

Kisah Negeri Manunggal Spin-off : Sang Pemanggil Badai  Where stories live. Discover now