04. Sebuah Pertanda

77 8 0
                                    

"Huaaaa Mamaaa!!"

Di sepanjang jalan setapak, terlihat seorang gadis kecil berkisar umur enam tahun tengah menangis tersedu. Sepasang kaki mungilnya terus menyusuri pinggiran jalan yang masih jarang dari bangunan tinggi menjulang. Hanya ada beberapa rumah tua dengan arsitekur Belanda juga kebun yang ditanami umbi-umbian.

 Hanya ada beberapa rumah tua dengan arsitekur Belanda juga kebun yang ditanami umbi-umbian

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Mamaaa!! Riri mau pulanggg!!"

Gadis kecil dengan rambut dikucir dua itu masih menangis sesenggukan sembari terus memanggil ibunya. Namun tak lama kemudian tangisnya mulai mereda ketika melihat kerumunan antrian di salah satu rumah di depannya. Rumah itu berupa bangunan tua Belanda yang sudah direnovasi sedemikian rupa dan diberi aksen khas keraton Jawa.

Kedipan mata gadis kecil itu mengerjap beberapa kali sebelum menghampiri antrian disebrang jalan sana. Kedua alisnya sedikit mencuat ketika sedari tadi ia hanya melihat pakaian dan perbendaan kuno. Tidak seperti yang ia lihat sebelumnya.

"Yang sudah silakan ke arah kanan dan untuk yang belum diperiksa silakan antre disebelah kiri"

Setelah mendengar seruan tersebut, gadis kecil ini semakin penasaran. Tanpa membuang waktu, ia segera menghampiri antrian yang banyak dipenuhi oleh orang dewasa. Diantaranya juga ada beberapa yang membawa anak-anak mereka.

"Roti" Gumamnya ketika melihat tumpukan roti di atas sebuah meja.

Krueekk.

Bagus. Tak lama kemudian perut gadis kecil itu memekik cukup kencang. "Riri lapar" Sambungnya menghampiri meja.

Karena tidak ada pengawasan di meja berisikan roti itu, si gadis kecil tanpa permisi mengambil sebongkah roti yang cukup besar. Namun ketika hendak memakannya, ada sebuah tangan yang menahannya.

Tap!

Kaget sekaligus takut, gadis kecil itu mendongak dan mendapatkan seorang anak kecil laki-laki sedang memegang tangannya. Usia anak itu tak jauh darinya, mungkin kisaran delapan tahun. Anak itu mengenakan pakaian adat jawa lengkap dengan blangkon berhias di kepalanya.

"Hei, kamu mau mencuri ya?!" Serunya dengan suara sedikit kencang.

Gadis kecil itu menggeleng sembari memperkuat genggamannya pada roti. "Engga! Riri cuma lapar. Nyariin Mama dari tadi tapi engga ketemu"

Mendengar suara bising dari arah belakang antrian, seorang pria dewasa dengan setelan jas dan celana putih berdiri lalu segera menghampiri dua anak yang sedang bersitegang. Pria jangkung nan tampan itu begitu gagah sebagai kaum pribumi. Namanya Adiwilaga.

"Romo, anak ini mau mencuri!!"

"Engga! Riri bukan nyuri, cuma ngambil aja!!"

Adiwilaga jongkok. Ia mensejajarkan tingginya dengan kedua anak tersebut. Ia tersenyum ramah pada si gadis kecil kemudian beralih seraya mengganti ekspresinya menjadi tegas pada anak laki-laki disebelahnya. Pada anaknya.

BANDOENG DIKALA MALAM [ON GOING]Where stories live. Discover now