Dua Puluh Dua

6.7K 1.1K 91
                                    

Gellan!

Gellan!

Gellan!

Kamu dengar suara Papa?!

Dokter! Tolong anak saya!

Tolong selamatkan dia!

Saya akan melakukan apapun untuk itu!

Tolong jangan menyerah! Gellan! Jangan tinggalin Papa!

Di alam bawah sadarnya Gellan mendengar suara-suara.

Suara yang seharusnya sangat ia benci, namun entah sejak kapan menjadi suara yang sangat ia rindukan.

"Kamu mau ikut Mama atau Papa?"

Ah, dia ingat kalimat ini.

Mamanya mengatakannya setelah acara perceraian itu selesai.

"Katanya uang itu bisa membeli segalanya, tapi kenapa aku tidak bisa membeli hati ibumu?"

Waktu itu sebenarnya Gellan ingin mengatakan sesuatu namun, ia terlalu malas berurusan dengan Papanya sehingga ia memilih pergi dan masuk ke kamar.

"Bianva, gue suka lo, ayo kita pacaran."

Itu adalah hari diamna ia menyatakan perasaannya pada Bianva.

"Gellan! Gue ditolak cewek! Masa dia bilang gue terlalu miskin untuk jadi pacarnya!"

Itu curhatan Hery tentang penolakan yang ia terima dari cewek yang entah ke berapa.

"Lan, lo baik-baik aja?"

Lalu ada Zain, meksipun terlihat cuek, ia selalu tahu kapan Gellan sedang tidak baik-baik saja.

"Cita-cita gue main cewek, minum-minum, dan tebar pesona di mana-mana! WAHAHAHA!"

Itu ada kalimat pertama yang Yasghir katakan padanya setelah ia kalah balapan dari Gellan.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi tapi, karena kita sama-sama kesepian aku akan menemani kamu duduk disini."

Siapa yang mengatakan hal itu padanya?

Gellan!

Detik itu juga kedua mata Gellan terbuka.

Hal pertama yang ia rasakan adalah rasa pusing yang teramat sangat dan kelumpuhan di seluruh tubuhnya.

"Gellan kamu sadar! Akhirnya kamu sadar!"

Papanya ada disini dan raut wajahnya terlihat sangat bahagia.

"Dokter, Putra saya sudah sadar, dia akan baik-baik saja kan?"

Dokter yang menangani Gellan mengangguk setuju. "Syukurlah kamu sudah sadar, bagaimana perasaan kamu? Ada yang sakit?"

Gellan menggelengkan kepalanya, entah kenapa ia merasa linglung.

Ia tidak bisa memikirkan apapun, rasanya seperti ia kehilangan semua ingatannya.

Bibir Gellan bergerak-gerak, ia ingin mengatakan sesuatu.

"Suster buka Alat Bantu pernapasannya."

Sekarang Gellan bisa berbicara dengan baik.

"Pa-pa..." Panggil Gellan.

Vier merunduk, ia mendekatkan telinganya pada bibir Gellan. "Kenapa? Kamu membutuhkan sesuatu?"

Gellan mengangguk kecil. "Gellan..." Dengan susah payah ia mengatakannya. "Minta maaf." Hanya itu yang ia pikirkan saat ini.

Your Guardian Angel (The End)Where stories live. Discover now