4. Hampir kehilangan

49.8K 2.5K 25
                                    

'Jangan terbawa hati.'
...
2
8
2
...


Perlahan sepasang mata terbuka dari lelap tidurnya, menatap wajah tenang seseorang yang masih berada dialam mimpi.

Nayla tersenyum menatap wajah Arlan, ia sedikit tidak percaya karna semalam menghabiskan waktu bersama pangeran tampan ini, ia juga tidak percaya bahwa bibir manisnya ini mengecupnya beberapa kali.

"Vanya.. Emh," Dan Nayla tidak percaya bahwa dalam keadaan setengah sadarpun Vanya berada ditahta tertinggi hati Arlan.

Sepanjang malam, sepanjang semuanya berlangsung Arlan hanya memanggil nama Vanya dan Vanya, itu sedikit menyakitkan untuknya.

'Wajar kok mas arlan manggil mbak vanya kan dia istrinya,' tertampar dari bisikan otaknya membuat Nayla kembali menutup matanya.

Arlan menggeliat kecil kemudian memeluk Nayla dengan mata yang masih tertutup.

Arlan meraba punggung dan rambut panjang yang ada ditangannya kemudian memaksakan matanya untuk terbuka semua, Vanya memiliki rambut pendek!

Dengan kepala yang masih cukup berat Arlan melirik seseorang yang tengah memeluknya.

DUAR!

Matanya terbelalak, jantungnya juga bergejolak hebat, dengan cepat ia mendorong Nayla kemudian bangkit dari ranjang memakai celana pendek yang ia kenakan semalam dengan rusuh.

"Shit! Fuck you bit*h!" Umpatan Arlan membuat Nayla segera bangkit dari baringnya, duduk diatas ranjang menutupi tubuhnya dengan selimut.

"Kenapa gue bisa tidur sama lo? Kenapa?!" Bentak Arlan

"Mas arlan, masih pagi jangan..-"

"Gue ga peduli anj*ng!" Arlan menjambak rambutnya merasa frustrasi, jelas ia merasa telah berkhianat pada Vanya

"Lo perempuan apaan sih hah? Lo rela gue tidurin demi duit?!"

"Ini kan kesepakatan aku sama mbak vanya,"

"Gue juga buat kesepakatan sama dia, sebulan lo ga hamil semuanya selesai tapi lo malah... Lo campurin apa keminuman gue?" Suara Arlan berubah, geram dan dingin menjadi satu

"Aku ga campurin apa-apa,"

"Ga mungkin!"

"Aku ga campurin apa-apa, mas Arlan yang tergoda sama ak--"

PLAK!

Nayla terdiam dengan rasa panas yang menjalar dipipinya.

Arlan lebih mendekat, mencengkram kuat wajah Nayla penuh amarah.

"Gue ga pernah ketemu jalang yang serendah lo, lo satu-satunya jalang yang paling rendah yang pernah gue temuin!"

Arlan menghempas wajah Nayla kepinggir setelah itu pergi dengan hentakan kaki kasarnya.

Nayla menyentuh pipinya, sakit dan perih menjadi satu disana.

Nayla menangis sejadi-jadinya, 24 tahun ia hidup kata kotor itu tidak pernah ia dengar untuk dirinya sendiri dan kini ia mendengarnya jelas penuh kebencian.

Setelah menghabiskan waktu hampir 30menit untuk menangis Nayla memutuskan untuk membersihkan diri dan pergi dari Vila ini, mencari ketenangan untuk hatinya.

Disisi bumi belahan lain Arlan sedang berada diayunan yang tak jauh dari Vila, sejak kemarin ia tau tempat ini.

Pikirannya terus memutar apa yang baru saja terjadi tadi malam, semuanya!

Kringgg!

Arlan mengangkat panggilan dengan malas.

'Mas,'

Mendengar suara dari seberang sana membuat rasa senang Arlan memuncak.

"Sayang, aku kangen,

'Kamu apain Nayla mas? Kamu beneran mau pisah sama aku ya?'

"Ma-maksud kamu?"

'Nayla batalin pekerjaannya mas, terus sekarang gimana mas? Hiks.. Kita udah ga punya kesempatan lagi,'

Arlan terdiam seketika.

"Aku ga pernah bisa sama perempuan lain, sayang."

'Bahkan walaupun demi kebaikan kita? Aku ga ngerti sama kamu mas, aku kecewa.'

Panggilan terputus sebelah pihak, Arlan menggeram kesal melayangkan pukulan pada pohon kelapa didekatnya.

Mendengar isakan tangis dari sang istri membuat hatinya sakit, mau tak mau Arlan harus pergi membujuk Nayla.

Arlan hanya melihat ruangan kosong divila, sudah rapi tidak porak poranda seperti sebelumnya.

"Nay,"

"Nay!"

"Nayla!"

Namun nihil Arlan tidak menemukan Nayla, ia mengambil dompet dan kunci mobil kemudian pergi dari Vila.

"Nayla ga mungkin jauh dari sini," guman Arlan kemudian melanjutkan perjalanan kepantai yang berada didekat Vila ia menginap.

"Mas liat perempuan pendeknya segini, rambutnya sepanjang ini ga?" Tanya arlan
"Ga liat mas,"

Arlan hampir frustasi, sudah hampir sejam ia mencari Nayla namun hasilnya tetap saja nihil.

"Mom have you seen my wife? She us short and has this long hair," Arlan memberikan petunjuk untuk bertanya pada wanita bule di pantai

"She wears a big shirt?" **(dia memakai kemeja besar?)

Arlan diam, jelas ia tidak tau apa yang dipakai oleh Nayla.

"Yes, do you looked her?"

Wanita bule itu menunjuk kearah pohon kelapa.

"Thank you ma'am."

Karna hanya itu petunjuknya Arlan menurut, menghampiri seseorang dibalik pohon kelapa.

Rambut hitam panjang dengan kemeja yang kebesaran (?)

"Nay," perlahan ia mendongkak. Arlan bernafas lega akhirnya ia menemukan Nayla

"Ayo pulang."

Nayla hanya diam dan kembali menunduk.

Arlan ikut jongkok dengannya, "Maaf kalo gue tadi keterlaluan, tolong jangan dibatalain kesepakatan lo sama vanya."

Nayla tetap diam.

"Gue sayang banget sama vanya, gue bisa kasih apapun buat dia, gue bisa turutin semuanya buat dia, gue ga bisa buat dia kecewa, gue ga bisa liat air matanya netes, gue mohon sama lo, nay."

Nayla menatap mata Arlan yang memancarkan ketulusan, beruntung sekali Vanya dimiliki oleh suami yang begitu mencintainya.

Arlan membalas tatapan Nayla. "Cuman lo harapan Vanya, gue tarik kata-kata gue tadi pagi, lo perempuan hebat, dari rahim lo bisa ngelahirin kebahagiaan gue sama vanya,"

Arlan menarik tangan Nayla, menggenggam dengan erat. "Tolong, demi vanya."

Nayla tersentuh, perlahan ia mengangguk, menyetujui apa yang Arlan katakan.

"Makasih nay," Arlan menarik tubuh kecilnya masuk kedalam pelukan hangatnya.

Ada sesuatu yang mendebarkan, jauh didalam sana, tanpa siapapun yang tau.

'Jangan melibatkan hati ya, nay. Nantinya sakit.'

~282~

Happy reading semuaaa!
Jangan lupa vote dan komennya 🙏❤

282 day [PO]Where stories live. Discover now