○ Satu pihak

434 52 53
                                    

Happy reading
.
.
.
.
.

Suara kenalpot begitu keras hingga suara Valentino teredam didalamnya. Berulang kali berteriak tapi tak dapat di dengar.

"RENO!"

"Woy, bentar lagi mereka juga selesai. Gue kasian sama suara lu, keburu keselek jakun" ucap salah satu penonton yang menepuk pundak Valentino agar berhenti.

"Gak ada waktu lagi! Gak usah sok ngatur lu" pekik Valentino yang menghempas tangan itu.

"Biasa aja dong lu, berisik kuping gue denger suara teriak-teriak lu"

Pertengkaran mereka di dengar oleh sekelilingnya, hingga pandangan Marki mulai melihat kearah cela yang menampakkan wajah Valentino yang sedang beradu mulut dengan orang disebelahnya.

Marki yang akhirnya menyelesaikan putaran terakhir dan kembali berputar menuju tanah. Melepaskan helmnya dan keluar dari tong setan itu.

"Len" panggil Marki yang diikuti oleh Reno dan yang lain.

"Gue butuh bantuan lu bang, lu juga ren" ujar Valentino berlari kearah Marki.

"Kenapa lagi?"

"Sas—"

"Lu buat masalah lagi sama si Sasya len?" Putus Reno yang geram.

"Bukan gue! Dia yang mulai!"

"Ren, lu diem dulu. Biar si Valen ngomong" ujar Marki sebagai penengah walau ia harus mendapatkan celetukkan bibir Reno yang menahan amarahnya.

"Ini tentang abang gue, Sasya mau nyelakain abang gue di cafe awan. Dan gue gak mungkin bisa ngelawan sendiri, tolong gue sekali ini. Gue gak mau abang gue celaka lagi, karena pasti gue yang bakal disalahin"

"Sejak kapan lu jadi perduli sama abang lu? Bukannya lu benci ya sama dia?"

"Gue..." lapangan itu hening dengan suara jangkrik yang saling bersahut sahutan.

"Gue gak benci sama abang gue, gue cuman benci kalo cuma dia yang dapet perhatian dari orang tua gue" jawab Valentino pelan.

"Len, butuh berapa orang lu?" Ujar Marki yang tersenyum dengan menepuk pundak Valentino.

"Kita hajar mereka" ujar Reno yang menepuk pundak Valentino dan berjalan lebih dahulu menaiki motornya.

Satu per satu orang yang berada di belakang Marki menepuk pundak Valentino dan menaiki motor masing-masing.

"HAJAR!" Teriak Marki yang menaikkan genggaman tangannya sebagai semangat untuk semuanya.

"Thanks bang" ujar Valentino dengan mata yang terlanjur berkaca-kaca.

"Laki-laki disini dilarang nangis, jadi lu harus kuat" ujar Marki yang akhirnya melewati Valentino menuju motornya.

Semua telah siap bergerak dengan dipimpin oleh Marki didepan. Semua lampu motor menyala begitu terang dengan suara berisik dari kenalpot mereka di jalanan malam yang sepi dan gelap.

Puluhan motor melaju dengan cepat menuju kearah cafe awan lebih dulu sebelum Sasya datang. Mereka yang melepaskan jaket hitamnya dan menyamar menjadi pelanggan biasa hingga menunggu datangnya Sasya dan yang lain.

Abang - Lee HaechanWhere stories live. Discover now