○ Keputusan Yang Mulia

1K 97 57
                                    

Happy reading
.
.
.
.
.

Ceklek

Pintu rumah akhirnya terbuka dengan menunjukkan wajah pucat ayah dan bundanya yang tak lagi tersenyum saat kembali ke rumah. Kehilangan seorang anak yang membuat suasana rumah menjadi begitu sepi.

"Ayah...bunda..." panggil Valentino yang keluar dari kamarnya dengan menggunakan kursi rodanya.

"Alen, udah puas main mainnya? Apa kamu udah meresa paling hebat sekarang?" Sentak bunda yang meluapkan semua emosinya didepan Valentino.

"Bunda, aku-"

"Alen. Gak usah diperumit lagi. Ayah gak suka kamu yang banyak omong kosong kayak gitu." Sambung ayah yang segera membawa bunda pergi ke kamar.

Ayah yang sibuk dengan telfonnya yang sedari tadi tak terhubung pada pengacara milik keluarganya.

"Ayah....bunda...dimana abang?" Tanya Valentino yang menangis di depan kedua orang tuanya.

"Seharusnya kamu tau sekarang Joshua dimana. Kenapa harus tanya kami lagi?" Ujar bunda yang menutup pintu kamarnya, karena sedang tak ingin melihat wajah Valentino.

"Ayah, bunda. Jangan buat aku berfikiran aneh tentang abang, tolong jawab aku dulu. Untuk memastikan pemikiranku salah" Valentino yang merengek dengan menggedor pintu luar kamar orang tuanya.

"Selamat siang tuan, disini pengacara Han. Maaf keterlambatan saya menjawab panggilan. Karena baru saja keluar dari ruang pengadilan"

"Pengacara Han, saya minta tolong buat anak saya terbebas dari hukuman"

"Baik, jelaskan krinologinya"

Waktu terus berjalan. Rumah yang terhening dengan suara ayah yang bergema diseluruh ruangan.

"Ini kondisi yang sulit"

"Saya mohon pengacara Han"

"Baik, saya usahakan"

Semua orang dirumah hanya bisa berdoa agar besok kemenangan ada ditangan mereka. Bunda yang tak henti menangis hingga membuat dadanya sesak. Ayah yang terus duduk disebelah bunda dengan menggosok lengannya, menenangkan bunda agar tak terlalu memikirkannya.

"Ayah, kalo sampek Joshua di apa apain polisi, bunda harus gimana? Ini bukan salah Joshua, tapi kenapa dia maksa buat ngaku kalo dia pelakunya. Semua orang dirumah ini tau, bukan dia pelakunya"

"Iya, ayah juga tau ini bukan salah Joshua. Tapi ayah gak tau lagi mau nasehatin Joshua gimana lagi. Ayah yang salah karena ngasih tanggung jawab besar sama Joshua"

"Bunda juga, seharusnya bunda gak usah ngasih janji sama Joshua buat jaga alen. Bunda yang salah, seharunya bunda juga dihukum sama Joshua" tangisan kembali keluar dari kedua bola mata bunda.

"Bunda sayang sama Joshua, kenapa bunda juga gak bisa ngelindungin Joshua sesuai janji bunda dulu?" Sambung bunda dengan suara gemetarnya yang tak lagi bisa ditahan olehnya.

"Abang....janji? Sejak kapan?" Gumam Valentino diluar kamar kedua orang tuanya. Valentino yang ikut menangis dengan menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya, terus merasa bersalah dengan semua perbuatannya yang dinilai keterlaluan dan selalu memandang sebelah mata kasih sayang kakaknya.

•🤍•

Keesokan harinya tiba. Hari dimana masing-masing pihak berharap keadilan ada ditangan mereka. Hakim akhirnya menduduki kursi tingginya. Dengan pengacara yang memberikan salam pembukaan untuk para hakim.

Joshua yang akhirnya berdiri ditengah-tengah ruangan dengan borgol yang mengikat kedua pergelangan tangannya.

"Joshua, 19 tahun. Pelaku pembunuhan seorang siswi SMA Gosam yang masih berusia 18 tahun dan anak dari kepala polisi Misianto" pengadilan dimulai dengan ketegangan dikursi masing-masing.

Abang - Lee HaechanOnde as histórias ganham vida. Descobre agora