LINGSIR WENGI

44 2 0
                                    

Lingsir wengi
Sepi durung bisa nendra
Kagodha mring wewayang
Ngerindhu ati

Kawitane
Mung sembrana njur kulina
Ra ngira yen bakal nuwuhke tresna

Nanging duh tibane
Aku dhewe kang nemahi
Nandang branta
Kadung lara
Sambat sambat sapa

Rina wengi
Sing tak puji ojo lali
Janjine muga bisa tak ugemi

Kawitane mung sembrana njur kulina
Ra ngira yen bakal nuwuhke tresna

Nanging duh tibane
Aku dhewe kang nemahi
Nandang branta
Kadung lara
Sambat sambat sapa

Rina wengi
Sing tak puji ojo lali
Janjine muga bisa tak ugemi
Janjine muga bisa tak ugemi

'Yang lagi bernyanyi siapa, ya?' tanya Jefri beraenandika.

Listrik pun tiba-tiba padam, suasana rumah menjadi sangat temaram ditimpali hiruk-pikuk terdengar begitu pasih. Karena rasa penasaran terus menghujani, Jefri membuka pintu kamar mandi seraya melangkah masuk.

Setibanya dia di dalam, pintu pun tertutup dengan sendirinya. "Astaghfirullah!"

Sekilas, Jefri menoleh ke pintu kamar mandi. Lalu, dia beringsut dan mencoba membuka. Namun, pintu itu tidak bisa terbuka, karena telah terkunci sangat rapat entah siapa yang melakukannya.

Keran air menyala lagi, tepat di depan cermin berbentuk lingkaran. Lamat-lamat, Jefri mendekat ke pusat suara. Setibanya dia pada pusat tatapan, air yang tadinya berwarna bening berubah menjadi merah seperti darah.

'Darah? Kok, bisa berubah menjadi darah?' Selesai bermonolog, lelaki berkumis tipis itu memutar badan karena semilir angin yang datang tiba-tiba dari ventilasi.

"Siapa!" pekiknya, tatapan pun sekilas memutar, lalu Jefri kembali menatap cermin.

Gayung yang berada di atas keran terjatuh, tidak sampai situ saja, benda untuk menciduk air itu bergerak ke sana dan ke mari, seakan ingin bercanda. Jefri yang merasa sangat bingung, kemudian bersimpuh dan mencoba mengambil gayung itu di atas lantai.

'Kenapa gayung ini bergerak sendiri, ya?'

Sebuah bisikan lembut akhirnya memasuki telinga Jefri, panggilan nama seseorang terdengar samar dan susah untuk ditangkap. Dalam posisi bersimpuh, lelaki berbadan maskulin itu mencoba bangkit seraya menatap cermin di hadapannya.

Ketika netranya menatap cermin, tampak dari pantulan benda tipis itu telah ada yang tengah berdiri mengenakan seragam putih agak lusuh. Aksi sosok itu juga membuat gemetar sekujur tubuh, bagaimana tidak, dengan santainya dia menyisir rambutnya menggunakan jemari yang dipenuhi kuku-kuku panjang dan tajam.

"Siapa itu!" Jefri pun berteriak seraya memutar badan. Namun, sosok wanita berbaju putih itu menghilang secepat embusan angin.

Perlahan, suasana hati Jefri menjadi netral. Akan tetapi, di sebuah ruang untuk membuang air besar terdengar lagi tangisan mendayu-dayu. Dalam posisi tertegun, Jefri menatap kembali kedua pintu dengan portal Toilet Wanita dan Pria di atasnya.

'Itu suara siapa, ya?' tanya Jefri dalam hati.

Pertama, Jefri membuka pintu berwarna hijau secara perlahan. Namun, di sana tidak ada apa pun. Kedua, dia coba membuka lagi pintu berwarna biru muda. Hasilnya pun tetap sama, tidak ada apa pun di sana.

Hiruk pikuk masih terdengar seperti merayap dari plafon kamar mandi, bergerak ke sana dan ke mari seakan ada orang yang sedang berlari. Sebuah sentuhan lembut mendarat di pundak lelaki berkumis tipis itu, serta kuku-kuku tajamnya pun bergerak dari ujung leher menuju pangkal pundak.

Pengantin KutukanWhere stories live. Discover now