MENGUJI TINGKAT KEJUJURAN MANUSIA

41 2 0
                                    

"Pak, bangun, Pak. Kita sudah sampai," cetus sopir taksi yang kala itu memutar badan.

Dalam samar, Jefri mencoba untuk membuka netranya perlahan, dia pun celingukan dan bergeming pada posisi saat itu. Sementara dari arah depan, sopir telah membuang senyum semringah dan menatap mantap penumpangnya.

"Kita sudah sampai, Pak?" tanya Jefri sembari menyibak rasa kantuk.

"Sudah, Pak."

"Sekarang jam berapa, ya?" tanyanya lagi.

"Sekarang sudah pukul 24.00 WIB. Emang Bapak akan menunggu di sini sampai pagi?"

"Saya juga enggak tahu, Pak, mungkin demikian." Jefri pun membuka jendela taksi dan beringsut, dengan posisi tertegun, dia dapati bandara yang sangat besar sebagai tempat awal ketika dipertemukan jodohnya pada Tuhan.

Jiwa pun kian gelenyar, sementara untuk bernapas rasanya sangat berat. Dari arah belakang, seseorang menyentuh pundaknya dengan lembut.

"Pak, kenapa masih berdiri? Enggak masuk?" tanya sopir itu.

"Ah, i-iya, Pak. Ini ongkosnya. Kalau begitu, saya pamit dulu."

"Semoga kita dapat bertemu lagi di Kota Batusangkar jika waktu mengizinkan. Semoga sampai tujuan dengan selamat, Pak." Lalu, sopir itu memalingkan tatapan dan membuka pintu taksi.

Tiba-tiba, Jefri pun merasa sangat kasihan pada sopir itu, kemudian dia menoleh. "Pak."

"Iya, Pak."

"Saya punya rezeki sedikit buat anak-anak." Jefri menyodorkan selembar uang kertas pada sopir itu.

"Tidak usah, Pak. Nanti, ongkosnya enggak cukup lagi," tolaknya dengan menepis sedikit sodoran itu.

"Pak, saya hanya mau bersedekah. Hitung-hitung ... berbagi sedikit yang saya punya," desak Jefri dengan meletakkan uang itu di tangan si sopir.

"Alhamdulillah ... terima kasih, Pak. Saya tidak bisa membalas semuanya, mungkin Allah yang kelak akan melipat gandakan rezeki Bapak dunia dan akhirat." Tampak dari netra sopir itu tengah berkaca-kaca, dia pun menatap nirada hitam di atas bumi semesta.

Dalam sekelebat penglihatan, Jefri memutar badannya sesaat. Kemudian, dia kembali menatap sopir di posisi belakang. Namun, lelaki berkumis tebal itu telah menghilang dengan sangat cepat. Bahkan suara taksinya, tidak terdengar oleh Jefri sedikit pun.

"Loh, sopir tadi ke mana, ya? Cepat banget menghilangnya. Ya, sudahlah, semoga dia baik-baik aja di jalan."

Selesai berucap sendiri, lelaki beranak dua itu menapakkan kakinya dan menaiki anak tangga. Sesampainya di kursi tunggu, Jefri mendudukkan badan seraya menanti tiket penerbangan menuju Kota Medan.

Malam itu Jefri berniat untuk tidur di sebuah musalah hingga pagi hari. Lalu, dia pun ingin bangun lebih awal, agar tidak ketinggalan penerbangan.

***
Pagi telah tiba, sejak awal penerbangan, lelaki tampan itu menutup netranya sejenak, sembari melepas kepenatan karena cobaan yang datang silih berganti.

Membutuhkan waktu kurang lebih satu jam, Jefri sampai di Bandara Kualanamu International Airport. Para penumpang berhamburan dan keluar melalui akses satu-satunya.

Dalam posisi bergeming, Jefri menatap mantap ke samping kanan. Tepat pada ujung penglihatan, tampak sebuah dompet milik seorang wanita yang baru saja keluar.

Dengan aksi cepat, Jefri mengambil dompet itu dan membukanya. Sejumlah uang dan cek bernilai ratusan juta tertulis di secarik kertas. Namun, si pemilik dompet tak kunjung kembali memasuki pesawat. Setelah semua penumpang turun, seorang wanita—selaku pramugari menghampiri.

Pengantin KutukanWhere stories live. Discover now