KEMATIAN TERUS TERJADI

48 1 0
                                    

Pagi yang cerah bersama semburat arunika memboyong indahnya suasana Pantai Sejarah. Kabar kali ini datang seraya membungkam ironi dalam kehidupan. Kematian Siska—istri Jefri terbilang sangat tragis, karena kecelakaan maut yang terjadi pada wanita berusia 26 tahun itu di Jalan Lintas, Kota Padang.

Dengan kesaksian berjuta pertanyaan, membawa Jefri kembali diruntuk nestapa. Kehadiran mereka di tengah permadani makam umum, membuat gundah gulana menyergap jiwa. Pasalnya, pagi itu kedatangan tamu tak diundang, yakni gerimis tiba-tiba menggandeng nirada berubah menjadi gelap.

Padahal, sebelumnya cuaca sangatlah cerah. Tangisan yang tak terbendung membuat Jefri menitihkan air matanya di depan nisan sang istri. Meskipun mereka telah berpisah, akan tetapi perceraian dan talak itu tak pernah Jefri ucapkan sebelumnya.

Sebuah sentuhan lembut mendarat di pundak Jefri, kemudian orang itu berkata, "Jef."

Secara saksama, Jefri pun menoleh, dia adalah mertuanya, menutup wajah dengan jilbab hitam dan meneteskan air mata sangat deras. Lalu, Jefri membangkitkan posisi bergemingnya sesaat.

"Iya, Bu." Selepas berkata, Jefri pun mencium tangan mertuanya.

"Kamu yang sabar, Jef. Maafkan ibu," katanya sangat lirih.

"Perihal apa, Bu? Tidak ada yang salah dalam hal ini."

"Maafkan ibu yang sempat membuat hubungan rumah tangga kalian retak," sambungnya.

"Jefri sudah memaafkan semuanya, Bu. Kalaupun itu adalah takdir saya, biarkanlah terjadi sebagaimana mestinya."

"Jef, jaga Aurel—anakmu. Karena dia adalah darah daging Siska yang kini bersama dengan kehidupanmu. Titipkan salam ibu hari ini, bilang kalau Siska hanya pergi bekerja. Bukan meninggal dunia," paparnya menjelaskan.

Dalam posisi bergeming, Jefri pun menadahkan kepalanya. Tepat di tengah pemakaman umum kota Padang, mereka mencoba untuk merahasiakan kematian Siska pada sang buah hati, ketika waktunya telah tiba nanti, barulah mereka akan mengatakan yang sebenarnya.

"Baik, Bu, saya akan melaksanakan semua pesan yang Ibu katakan."

Sekali kerlingan netra memandang, lelaki yang saat itu mengenakan baju berwarna hitam, dilengkapi dengan kopiah hitam—pergi dari pemakaman umum. Kini saatnya Jefri kembali pulang menuju rumah. Pasalnya, dia tidak ingin berlarut dalam suasana sedih jika tetap tinggal di kediaman mertua.

"Bu, Jefri pamit."

"Hati-hati di jalan, jaga dirimu, Nak."

Ayah mertua pun berjalan mendekat, lelaki paruh baya itu memeluk Jefri dengan isak tangis yang tersedu-sedu. Pasalnya, ketika Siska ingin menikahi Jefri ketika itu, hanya sang ayah dengan ringan langkah menyaksikan putrinya ijab kabul.

"Jef, kalau selama ini Siska ada salah sama kamu, baik dalam bertutur kata maupun tingkah laku, maafkan dia. Bapak pun mau minta maaf, karena tak bisa melakukan apa-apa perihal perpisahan hubungan rumah tangga kalian."

Jefri pun turut meneteskan air matanya, dia membalas pelukan mertua laki-laki yang kala itu sangat merasakan kekecewaan. "Bapak, semua telah Jefri maafkan. Tidak ada yang perlu disesalkan, semua ini sudah jalan dari Allah."

"Jef, hati-hati di jalan," kata lelaki paruh baya itu dengan nada suara parau.

"Iya, Pak. Kalau begitu, saya izin pamit. Assalammualikum ...," sapa Jefri.

"Wa'alaikumsallam ...," respons sepasang suami istri itu dalam posisi bergeming.

Tatapan terakhir pun Jefri lempar ke makam sang istri sebelum kembali pergi, dia membuang duka nestapa beserta kekecewaan yang teramat dalam dari hatinya. Ironi pun bertindak dalam kasus kali ini, bahwa perpisahan adalah hal yang paling dibenci oleh Allah, Sang Maha Kuasa.

Pengantin KutukanWhere stories live. Discover now