Bab 61 - The Fight for The Throne

3.7K 738 67
                                    

Hermes melakukan ini semua bukan hanya karena dia sudah berjanji. Bukan pula karena dia membutuhkan Amen-Ra sebagai sekutu berharganya. Dia hanya tidak suka membayangkan wanitanya kembali dikuasai oleh pria lain. Mena masih belum cukup kuat dan belum cukup dewasa. Dia harus mendampingi dan membimbingnya.

Mungkin Hermes sedikit gegabah kali ini. Biasanya dia enggan terlibat pertarungan. Dia bukan seorang yang pandai berkelahi. Hermes membawa senjata canggih di genggamannya. Tombak dengan teknologi Atlantis serta beberapa atribut berteknologi bangsa Titan. Dulu dia pernah berkata kalau dia akan menunjukkan beda antara manusia dengan dewa.

Tapi Ahmose, bukan manusia Nil sembarangan. Dia adalah prajurit yang terlatih melalui puluhan perang. Dia sudah berhadapan dengan lawan terkuat. Secara pengalaman, mereka mungkin setara. Namun Ahmose seorang jenius dalam hal beladiri, tidak seperti Hermes yang seorang analis dan pemikir.

Bahkan dalam perannya sebagai dewa Olympus pun—Hermes selalu menghindari perkelahian. Tapi kini dia harus menghadapi seorang Jenderal yang jenius dalam perkelahian dan dia memegang senjata berteknologi Atlantis.

Mena terlihat lelah dan cemas. Kakinya seolah berubah lemas dan dia tersungkur. Entah karena sengatan matahari yang terlampau terik atau ritual tadi terlalu banyak menghabiskan darahnya. Tanpa kristal pemberian Horus dia mungkin sudah mati kehabisan darah. Bukan karena dia menyayat lengannya sendiri dengan obsidian. Melainkan karena Dewa Ra membujuknya untuk mengambil senjata yang melukai tubuhnya. Lengan dan telapaknya seakan dihujani ribuan jarum yang panas dan menyakitkan.

Dia tahu kalau pertarungan ini tidak akan cukup mudah bagi Hermes. Apep sempat melukainya yang membuat kakinya terkilir dan kini membiru. Mungkin itu bukan sekedar terkilir. Kakinya sempat patah dan Mena menduga kalau darah ilahi yang mengalir di tubuh Hermes berusaha memperbaikinya. Namun dia belum sepenuhnya pulih.

"Kau pernah bilang kalau kau akan membuktikan perbedaan kekuatan antara kita berdua, dewa palsu!" Ahmose memukulkan tombaknya ke pasir dimana Hermes tadi berada.

Dewa pembawa pesan itu melompat menghindar. Dia punya kaki yang cepat dan cukup gesit. Tapi dia tidak selalu bisa mengandalkan refleknya. Karena dia harus membunuh Ahmose. Sekarang dan saat ini juga. Atau dia tidak tahu kapan lagi punya kesempatan ini.

Ahmose akan semakin kuat, dan Seth akan benar-benar menguasai istana Mesir. Kalau itu terjadi, dia tidak akan pernah bisa mendekati Amen-Ra.

Hermes menghunus tongkatnya dan memutarnya. Pasir di sekitar Ahmose berada mulai amblas. Kekuatan gravitasi  milik Titan terbukti cukup menyulitkan para dewa Mesir, seharusnya Ahmose juga tidak bisa mengatasi serangan itu.

Hermes berniat menguburnya di dalam tanah seperti ular derik beracun. Dia tidak berniat membuat lubang untuknya bernafas. Namun Ahmose tidak bersedia tunduk begitu saja. Nalarnya yang cepat membuat ledakan dari senjatanya. Tekanannya membantunya untuk memanjat keluar dari pusaran pasir dan menjauh dari Hermes.

Dia tahu kalau senjata Hermes punya batas jangkauan dan dia hanya perlu menjaga jaraknya. Ahmose tersenyum. Dia mampu menganalisis gaya bertarung Hermes hanya dari beberapa kali senjata mereka beradu.

Dewa itu tidak terlalu handal dalam pertarungan jarak dekat. Dia juga punya batasan dalam melontarkan tembakan atau sihir aneh apapun yang tadi membuat pasir amblas.

"Hanya itu saja?" Ahmose bertanya.

"Kau terlalu sombong untuk seseorang yang kini berusaha melarikan diri dariku!" Hermes terengah. Rasa sakit di kakinya masih terasa.

"Sebelum aku membunuhmu, dewa palsu, aku akan memastikan kalau kau tahu Mena akan bahagia dan nyaman di sisiku. Dia tidak perlu melarikan diri dan bersembunyi lagi. Dia seorang ratu dan aku akan memperlakukannya dengan baik." Ahmose berkata.

The Queen Of EgyptWhere stories live. Discover now